Chereads / Mr. Mafia and His Lady / Chapter 27 - Hati Kecil Catarina

Chapter 27 - Hati Kecil Catarina

"Apa? Ameera melakukan percobaan bunuh diri?" ucap Catarina pada Justin yang memberikan kabar untuknya melalui sambungan telepon. Ia menghela napas dan kembali berkata, "Lagi pula bukan urusan saya, tuan Anda kan sudah menjadi suaminya. Jadi, Ameera adalah tanggung jawab tuan Anda bukan saya lagi."

Setelah mengatakan kalimat terakhir yang cukup menohok, Catarina berangsur menurunkan ponsel dari telinganya, lalu ia mematikan panggilan yang sedang berlangsung tersebut. Detik berikutnya, Catarina menghela napas dan duduk di salah satu sofa di ruang tamunya. Belum lama ini, ia memang baru kedatangan tamu. Dan belum sempat kembali ke ruang kerja, ia mendapatkan telepon dari Justin.

"Anak itu ... dari masih bayi, kenapa bisanya mencari gara-gara saja hah?!" ucap Catarina kesal. "Andai saja waktu masih dalam kandungan, aku berhasil membunuhnya. Keadaan pasti tidak akan serunyam ini. Kupikir Axton bisa mengatasinya dengan baik dan menjauhkannya dariku. Tapi ...."

Mata Catarina bergetar. Ia menelan saliva dan menurunkan arah pandang. Harus ia akui satu hal untuk dirinya sendiri, bahwa Ameera merupakan kelemahan terbesar dalam hidupnya. Jujur saja, ia tidak sepenuhnya benci pada putrinya itu. Hanya benci karena Ameera terlalu mirip dengan mantan kekasihnya.

Di sisi lain, insting seorang ibu tidak benar-benar menghilang dari diri Catarina. Sejak awal, Ameera merupakan kelemahannya. Ia sempat ingin membunuh Ameera ketika masih bayi, tetapi Joseph berhasil mencegahnya. Namun, tidak dapat dipungkiri ada penyesalan terdalam yang tidak bisa ia jabarkan. Penyesalan itu selalu kalah akan kebencian yang membuat Catarina selalu yakin jika Ameera hanyalah beban.

Sayangnya, hati kecil Catarina tidak mampu berbohong. Sejak Ameera datang pasca Joseph meninggal, Catarina masih sering melindungi putrinya itu. Setiap kali ingin abai pada nasib Ameera yang sedang digoda oleh para pria hidung belang, hati Catarina justru tergerak untuk melindungi putrinya itu. Fakta tersebut hanya ia yang tahu, dan ia selalu menganggap bahwa dirinya hanya terlalu baik saja.

"Nyonya ...?" Tiba-tiba Daisy datang, menyebut nama Catarina dengan sapaan semestinya.

Catarina menatap Daisy, mendapati wajah salah satu pelayannya itu penuh kegelisahan. Mata Daisy juga berkaca-kaca. Entah apa yang terjadi pada Daisy, Catarina tidak peduli. Namun, kedatangan pelayan itulah yang membuatnya cukup penasaran.

"Ada apa?" tanya Catarina.

"Ameera, A-ameera ... bunuh diri ...?" sahut Daisy. Suaranya parau dan lirih, sekaligus terbata-bata. Ia sempat mendengar ucapan Catarina melalui ponsell beberapa menit yang lalu. Sekian menit ia menahan diri untuk tidak bertanya, tetapi kecemasannya terhadap Ameera nyatanya jauh lebih besar dari rasa sungkannya. "Nyonya ...?"

"Aiiisss!" Catarina mengeluh, lalu mengumpat kasar. "Memangnya kenapa, hah?! Dia bukan urusanku lagi, juga bukan urusan kamu. Dia sudah memiliki suami! Kembali bekerja dan jangan sok ikut cam—"

"Nyonya, nyonya!" Daisy segera bersujud sembari mencengkeram kedua pergelangan kaki Catarina. Wajahnya semakin kacau, air mata bercucuran dengan deras. "Izinkan saya menemui Ameera, Nyonya. Saya mohon, Nyonya. Saya mohon. Sa-saya tidak masalah jika selama satu atau dua bulan tidak diberi gaji, tapi saya mohon pertemukan saya dengan Ameera."

"Kau sudah gila ya?!" Catarina mencoba menendang agar Daisy melepaskan pergelangan kakinya. "Dia itu hanya orang asing! Jangan meminta hal yang tidak penting! Ingat adikmu saja, dia jauh lebih membutuhkanmu, Pelayan Sialan!"

"Aaaakkkhhh!" Daisy terjungkal ke belakang saat Catarina mengerahkan seluruh tenaganya. Namun, Daisy belum ingin menyerah sebelum Catarina mempertemukan dirinya dengan Ameera. Bagaimanapun caranya ia harus melihat Ameera yang kemungkinan besar sedang mempertaruhkan nyawa. "Saya mohon, Nyonya. Saya mohon ... beri izin dan jalan untuk saya agar bisa melihat Ameera. Dan ... da-dan mau bagaimanapun Ameera adalah putri Nyonya Catarina satu-satunya. Nyonya!"

"Kau! Lancang sekali!" tegas Catarina sembari melayangkan telapak tangannya di pipi Daisy. "Dia bukan putriku, Sialan. Dia hanya pelayan hina yang sudah diperistri seekor monster!"

"Nyonya ...?"

"Shiiiit!" umpat Catarina. Ia menatap ke segala penjuru ruangan. Bingung melanda, gengsinya juga membesar. Namun, hati terdalamnya bertanya-tanya bagaimana kondisi Ameera sekarang. Ia ingin tahu.

"Baiklah," celetuk Catarina, lalu menatap Daisy lagi. "Aku akan mencarikan cara untukmu agar bisa melihat Ameera. Tapi, dalam satu bulan ini, aku tidak akan memberikanmu gaji. Dan selama ada di sana, laporkan segala situasinya padaku, termasuk juga setiap tindakan Axton. Kau bisa bertemu Ameera sekaligus menjadi mata untukku."

Daisy mengusap air matanya antusias. Ia bersujud bak menyembah dewa. "Terima kasih, Nyonya, terima kasih."

Mungkin keputusan itu sudah tepat. Catarina juga perlu mengawasi pergerakan Axton yang ternyata sangat lamban dalam menemukan Robert Aland. Bonusnya ia bisa mengetahui kondisi Ameera saat ini.

***

Daisy mendapatkan alamat rumah sakit di mana Ameera sedang dirawat. Ia dikawal oleh dua pria berpakaian hitam atas perintah dari Justin yang mendengar kedatangannya dari Catarina. Malam menjadi waktu di mana ia datang karena menghindari keramaian yang bisa saja merepotkan.

Di ruang VIP, Daisy diantarkan. Pengawasan ketat terhadapnya belum juga berakhir. Ia pikir setelah tiba di tempat rawat itu, ia bisa bertemu dengan Ameera. Namun, nyatanya tidak. Kedua pria yang mengikutinya melarangnya masuk, dengan alasan demi keamanan. Apalagi Axton Axelcen masih berada di dalam ruangan itu. Daisy hanya sebatas menatap dari batas berupa dinding transparan yang terpasang di ruangan itu.

"A-apakah beliau Tuan Axton?" tanya Daisy dengan segenap keberanian pada pria yang menyertainya.

Tidak ada yang memberikan jawaban. Kedua pria itu diam, sepertinya sudah diberikan perintah agar tidak banyak bicara. Mafia memang mengerikan, membuat Daisy kerap berkeringat dan ketakutan, bahkan meski mereka hanya diam.

Daisy menghela napas untuk sedikit memberikan kelegaan terhadap dadanya. Ia terus menatap keberadaan Ameera yang tampaknya masih tak sadarkan diri. Lalu, matanya beralih menatap Axton yang tampak rapuh. Axton menggenggam jemari Ameera dengan sangat erat, sesekali mengusap wajah.

"Dia seperti pria berbeda," lirih Daisy yang cukup peka dengan penderitaan Axton saat ini.

Pasalnya, untuk ukuran seorang mafia yang terkenal berbahaya, Axton justru lemah dan kacau. Pria itu sepertinya benar-benar menyesal atas apa yang menimpa Ameera, begitu pikir Daisy. Kalau memang benar seperti itu, berarti keputusan Axton untuk menikahi Ameera bukan hanya sebatas nafsu atau sebuah kesepakatan saja, bukan?

"Kau ... ingin menyapanya?" Tiba-tiba Axton berucap yang mengacu pada sebuah pertanyaan. Namun, sikapnya masih tidak berubah. "Kau, Daisy, kau ingin menyapanya?"

"Ah!" Betapa terkesiapnya Daisy saat Axton menyebut namanya. "Mm, ah, a-anu, be-benar, Tuan."

Tak berselang lama, Axton lantas bangkit. Perubahan sikap pria itu sukses membuat tubuh Daisy gemetar hebat. Namun, ia tidak bisa mundur sekarang. Ia harus tetap menyapa Ameera, meskipun resiko terkena amukan dari Axton akan menimpa dirinya. Sudah kepalang tanggung.

Daisy menelan saliva, ketika Axton sudah berdiri di hadapannya. Kepalanya tertunduk, jemarinya saling mengusap satu sama lain, dan kedua kakinya merapat. Intinya dirinya berada dalam pose tegang dan ketakutan.

"Sapalah dia, siapa tahu dia akan membuka mata setelah mendengar suara sahabat terbaiknya," ucap Axton, kemudian berlalu tanpa menunggu jawaban dari Daisy. Ia membawa kedua bawahannya yang menyertai Daisy untuk  pergi.

Sepeninggalan Axton dan kedua pria berbaju hitam membuat Daisy benar-benar lega. Ia pikir dirinya akan mati atau mungkin sekadar mengalami patah tulang. Namun, nyatanya tidak, Axton justru memberikan izin untuk tanpa memberikan persyaratan apa pun. Sikap Axton tersebut membuat Daisy agak menaruh simpatinya.

"Sepertinya sisi kemanusiaannya masih tetap ada," gumam Daisy lalu menghela napas. Selanjutnya ia berusaha mengabaikan Axton dan menghampiri Ameera untuk sekadar memberikan sapa hangat dengan harapan besar agar Ameera lekas terbangun dari tidur panjangnya.

***