"Apa kau merasa lega berada di sini?" tanya Ken begitu ia mengajak Mayleen keluar untuk berkeliling.
"Ya, aku cukup lega. Di sini menyenangkan. Omong-omong, aku masih tak menyangka kalau kau adalah sepupu Audrey. Maksudku, setelah sekian lama aku berteman dengannya, dan aku baru tahu sekarang? Amazing!" kata Mayleen.
Ken terkekeh melihat dan mendengar bagaimana Mayleen berekspresi. Ia sendiri bahkan juga tak menyangka. Tapi Ken cukup bisa untuk menyembunyikan ekspresinya.
"Mungkin kita berjodoh?" kata Ken tiba-tiba.
"Oh?" Mayleen hanya tertawa dan tawanya itu terkesan memaksa. Jika sudah berbicara jodoh, maka harapan untuk berpacaran pasti menyelimuti hati Ken.
"Hmm ... kau tunggu di sini, ok?" tiba-tiba mobil Ken berhenti dan ia keluar setelah mengatakan itu pada Mayleen. Mayleen hanya diam dan tak bisa menjawab karena Ken sudah lebih dulu keluar.
Semenjak di rumah Audrey, Mayleen sama sekali menghindar dari ponsel. Sesekali ia menelepon orang tuanya melalui telepon rumah Audrey. Meyakinkan kedua orang tuanya bahwa ia baik-baik saja bersama Audrey.
"Untukmu." Ken kembali ke dalam mobil dan memberikan ice cream cone untuk Mayleen.
Mayleen menatapnya tapi ia juga menerimanya dengan senang hati. "Kau keluar untuk membelikanku ini?" tanya Mayleen.
"Ya. Untuk wanita cantik sepertimu," katanya memuji.
Mayleen tersenyum malu. "Terima kasih, Ken." Dan ia pun menikmati ice cream cone-nya dengan perasaan gembira.
Sementara Ken mengajaknya berputar mengelilingi Wilmington. "Apa yang membuatmu ke sini? Maksudku, bukan karena permasalahanmu," tanya Ken.
"Hmm ... seperti moto kota ini, A Place To Be Somebody. Yeah, aku sedang mencoba itu," jawab Mayleen.
Ken menatap Mayleen yang sedang menikmati ice cream cone-nya dengan lidah. Membuatnya berpikir yang tidak-tidak. Bahkan ia hampir lupa pada jawaban Mayleen.
"Kenapa? Apa kau mau aku beginikan juga?" tanya Mayleen menatapnya. Menunjukkan bagian yang diinginkan Ken.
Bibir Ken menipis. Ia tak menjawab, tapi tersenyum. Menahan godaan karena ia tak ingin pendekatannya dengan Mayleen selalu tentang seks.
Ya, Ken memang berniat untuk melakukan pendekatan pada Mayleen. Ia hanya ingin waktu menunjukkan apakah Mayleen pantas untuknya atau tidak. Walau wanita di sebelahnya itu sangatlah cantik dan mudah menggodanya hanya dengan satu lirikan, tapi Ken ingin mengenal lebih.
"Apa kau baru saja menolakku?" tanya Mayleen, begitu tahu ucapannya tidak terbalas.
"Hmm ... tidak. Hanya saja aku sedang berkonsentrasi membawamu berkeliling," jawab Ken.
"Ah, ya. Kau sedang mengajakku berkeliling. Coba bawa aku ke bar, Ken. Aku ingin minum alkohol," pintanya.
"Sekarang?" tanya Ken.
"Apa minum alkohol memerlukan waktu?"
"Tidak. Tapi, baiklah. Akan kubawa kau ke bar yang biasa kudatangi kalau aku ke Wilmington."
Anne Bonny's Bar & Grill. Di tempat inilah Ken membawa Mayleen. Bar langganannya yang tentu saja bisa dinikmati selain hanya minum-minuman beralkohol.
Mayleen terperangah begitu ia masuk ke dalamnya. "Apakah seperti ini pemandangam bar?" tanyanya.
"Kau belum pernah masuk bar?"
"Yeah. Dengan malu, harus kuakui, aku belum pernah memasukinya, kecuali saat ini. Aku hanya sering minum bersama teman-temanku atau bersama ..." tiba-tiba ucapannya berhenti ketika ia memikirkan satu nama, Hendrick.
Ken yang mengetahui itu, langsung menyuruhnya masuk lebih dalam untuk mengeksplor tempat itu. Ia menjaga Mayleen dari belakang dan mengamati sikap girang wanita di depannya itu.
"Kau menemaniku minum, kan?" Mayleen.
"Yeah, tentu saja. Tidak mungkin aku membiarkanmu minum seorang diri."
***
Alarm berbunyi. Sepengetahuan Mayleen, ia sudah lama tak menyalakan alarmnya karena sudah tidak bekerja di kantor Steven. Ia pun dengan malas, menyenggol alarm itu hingga terjatuh, tapi masih berbunyi.
Mayleen mengerang dan enggan membuka mata. Tiba-tiba alarm dimatikan dan Mayleen mencoba membuka matanya dengan sedikit.
"Ken?" tanyanya bingung.
"Morning, Cantik," sapa Ken mengusap rambut kepalanya.
Kesadaran yang tiba-tiba muncul membuat Mayleen terduduk dan terkejut karena ia sudah telanjang di kasur dan tempat yang tidak ia ketahui.
Kepalanya pusing. Ia memegangnya seolah beratnya tidak bisa ia pikul.
"Kau semalam mabuk berat, Mayleen," kata Ken menjelaskan singkat.
"Apa kita-"
"Yeah ... kita melakukannya," potong Ken seraya mendekat, membuat Mayleen setengah terbaring, dan Ken hampir menindihnya. "Kau sangat liar, Mayleen. Aku tidak pernah bercinta dengan wanita mabuk sebelumnya. Tapi denganmu ... denganmu aku bahkan merasa lebih hidup," ujar Ken penuh dengan makna.
Jantung Mayleen berdetak ketika wajahnya sangat dekat dengan Ken. Hanya beberapa inci. Padahal mereka sudah berapa kali bercinta, tapi baru kali ini Mayleen merasa malu padanya.
"Apa jantungmu sekarang berdetak keras? Aku bisa mendengarnya, Mayleen," tanya Ken menggoda.
"Errr ... Ken, ki-kita ter-lalu de-dekat," kata Mayleen terbata-bata.
Ken tersenyum penuh makna, ia lalu menarik dirinya agar tak membuat Mayleen merasa risi. "Aku berniat bercanda, Mayleen. Tapi semua yang kukatakan itu benar. Mandilah setelah itu sarapan, kau bebas mengeksplor rumah mungilku," kata Ken.
"Jadi, aku benar-benar menginap di rumahmu? Bagaimana dengan Audrey?" tanya Mayleen panik.
"Tenanglah, Mayleen. Dia sudah kuberitahu dan tidak apa-apa, kok."
Mayleen menjadi lega setelah mendengar jawaban Ken. Tapi ia masih malu untuk bergerak ke kamar mandi. Entah kenapa ia menjadi semalu ini di depan Ken.
"Oh, ok. Aku akan memberimu privasi," kata Ken seakan mengerti maksud tatapan Mayleen.
Mayleen meringis tersenyum. Ia lalu keluar dari kasur dan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
"Kenapa denganku? Tidak biasanya aku begini," tanyanya pada cermin.
***
"Aku harap sarapan seperti ini tidak mengganggumu," kata Ken setelah menyajikan toast dihadapannya.
"Sama sekali tidak. Malah, Mom selalu menyajikan ini. Hampir setiap pagi," balas Mayleen.
"Bicara mengenai orang tuamu ... kapan aku bisa bertemu dengannya?" tanya Ken akhirnya.
Mayleen membeku. Ia tidak kepikiran untuk mengenalkan laki-laki lain setelah Steven pada kedua orang tuanya. Tidak sampai ia benar-benar siap untuk segala risiko.
"Jangan dianggap terlalu serius, Sayang. Aku hanya bercanda," kata Ken dengan suara renyahnya.
"Tapi kau bermaksud sesuatu, kan?"
"Well, benar. Tapi aku tidak memaksa jika kau belum siap," jawab Ken.
Tidak ada percakapan lagi setelah itu. Hanya dentingan pisau serta garpu di piring ketika memotong toast. Ken tetap tersenyum, sementara Mayleen merasa tak enak hati.
Ia tidak tahu, apakah Ken bermaksud untuk memiliki komitmen padanya atau tidak. Sebab Ken tidak mengatakan apa-apa selain kata-kata yang berujung dengan candaan, katanya.
"Apa kau pernah berpacaran sebelumnya?" tanya Mayleen mencoba topik lain.
"Belum. Tapi one night stand dengan beberapa wanita, sering," jawabnya jujur.
Mayleen menghela napasnya. "Wow! Amazing!"
Ken terkekeh. "Itu bukan pujian, bukan? Kau pasti kaget. Tapi percaya atau tidak, aku berhenti melakukan one night stand semenjak kau hadir di hidupku, Mayleen."