Chereads / I DON'T BELIEVE MY DESTINY 1 / Chapter 21 - Perkenalan

Chapter 21 - Perkenalan

Gress menarik nafas panjang beberapa kali untuk menenangkan diri nya , seketika nafas nya menormal seketika itu juga ingatan nya kembali kepada pusat permasalahan yang seharus nya mereka selesaikan, kali ini ia menahan nafas ketika ingat akan hal peting tersebut.

" Anu...., hm... jadi... tadi sampai di mana ya?" Tanya Gress ragu ,apakah masalah telah selesai? Dan ia tidak mendengar semua penyelesaian nya dan kembali membuka topic permasalah yang telah terelesaikan?

" Hm... pada saat di kelas.. kenapa kau menjawab itu penyakit liver? " Lanjut Dokter Paul, yang penasaran dengan jawaban Gress, mungkin dia akan mempertimbangkan kembali pelaporan penyusup tersebut ke yayasan, jika memang wanita ini dapat menyakinkan diri nya dengan jwaban nya

" Atau kau hanya sembarang menjawab? Bukan kah penyakit lever di sertai oleh warna kekuningan di bagian mata, kuku dan kulit nya?"

" Itu karena.. pasien mengeluh kan cepat nya lelah, dan kehilangan nafsu makan" Gress memejamkan mata, berusaha mengigat perkataan pasien tadi, dan juga mencoba mengingat pelajaran yang ia pelajari sebelumnya " memang mirip dengan maag, namun saat seseorang terkena maag, ia akan merasakan lapar setelah makan, tidak bisa menentukan rasa lapar nya sendiri, dan tidak mudah lelah, sedangkan yang ia katakana ia kehilangan nafsu makan dan cepat lelah, sebenar nya masih banyak indicator yang seharus nya ia berikan agar lebih dapat di simpulkan.... Seperti berubah nya warna feses, warna urine, tapi biasa nya pasien tidak terlalu memperhatikan hal-hal tersebut. Jika tubuh telah menunjukan perubahan warna kuning di kedua mata , kuku bahkan kulit, berarti ini sudah menunjukan ia terkena penyakit liver lanjutan, jika kita bisa mendiagnosa dari keluhan awal, maka kita bisa mencengah nya untuk menaik kelevel selanjut nya"

" Baiklah..., tadi kau mengatakan jika kau termasuk dalam nilai tertinggi.. jika kau sudah bisa menganalisa sejauh itu, berarti bukan satu kali ini kamu mengikuti kelas ini diam-diam.., bagaimana kalau kau juga mengikuti ujian tertulis.. kita lihat bagaimana hasil mu"

Diam-diam dr Paul cukup terkesan dengan diagnose dasar dari Gress, yang tidak pernah mengikuti kelas nya secara formal , namun dapat menjawab pertanyaan itu dengan tepat, meski dia tidak begitu senang dengan kesombongan Gress pada saat mengatakan peringkat pertama.., namun ia juga tidak dapat menolak potensi yang ada di dalam diri Gress, ia akan kehilangan dokter yang hebat jika Gress benar-benar memiliki otak dan potensi,karena itu dia harus melihat hasil ujian nya, sebelum memutuskan hukuman apa yang akan dia berikan, tangan nya sendiri telah bergerak mengambil sebuah kertas yang di penuhi oleh banyak sekali soal

" Tunggu..., aku juga ikut dalam ujian ini" Jawab Verlita

" Aku.... Aku tidak ikut-ikutan " Teo menyengir dan berjalan mundur dari hal yang tidak ia mengerti dan menatap Devian, dan menunjuk arah luar ruangan, ada hal yang ingin dia bicarakan, Devian menangkap hal itu dan mengikuti alur perjalanan Teo

Gress dan Verlita hening di dalam ruangan dan sedang berkonsentrasi untuk mengisi soal-soal sulit yang berada di depan mereka, Gress sepenuh nya berpikir, pikiran nya berkelana ke buku-buku yang ia baca selama ini, lembar demi lembar terbuka, halaman bahkan baris yang berada di dalam buku itu tercantum persis dengan yang asli, seperti sebuah computer yang mengcopy semua nya dengan sangat sama, di dalam pikiran nya terdengar suara-suara yang terekam di balik otak nya , suara dokter Paul yang sedang menjelaskan semua materi yang ia ikuti, hingga ia yang berhasil menemukan jawaban nya

Sedangkan Verlita sendiri , mengaruk kepala nya yang tidak gatal setelah melihat sejumlah soal yang sama sekali ia tak mengerti, semakin di lihat semakin membuat kedua kelopak mata nya berat dan ingin tertidur, otak nya kusut seperti benang kusut, ia hanya dapat berharap kepada teman-teman kecil nya untuk mencari jawaban nya

" Nah... ada apa? Aku tidak punya banyak waktu"

" Ya... apa-apaan sikap mu itu, kau mana bisa memeluk seorang wanita sembarangan? Bahkan kau tidak mengenal nya, aku yang mengenal nya saja tidak pernah memeluk nya"

" Kenapa? Dia bahkan tidak mempermasalahkan nya. Kau cemburu? "

"Etika... nama nya etika, bukan cemburu.., dia teman ku, karena itu aku wajib untuk menolong nya dari mahkluk-makhluk mengerikan seperti mu"

" Aku tidak punya banyak waktu untuk mendengarkan perkataan mu yang tidak penting itu, satu lagi... kau selama nya tidak akan bisa memeluk diri nya, tidak pernah" Kata Devian sambil mengorek telinga nya yang terasa gatal saat mendegar kata-kata Teo

" Kau....!!!!" Teo berdiri kesal kea rah Dev, yang duduk di bangku koridor, dan saat bersamaan pintu ruangan terbuka, raut wajah yang tidak menyenangkan terpampang dari kedua wanita yang berjalan lontai keluar dari ruangan itu

Dev melirik Gress dan berjalan kearahnya, daya tarik Gress semakin membuat nya ingin dan ingin terus berada di samping nya " Indigo" Dev memajukan tangan kanan nya , entah ia menyebutkan nama atau jenis?

Gress menatap tangan di depan nya, dan melihat kembali kearah Dev, jantung nya berdetak cepat.., untuk pertama kali nya ia dapat menyentuh manusia.., rasa itu membuat nya tidak sabaran untuk menyabar tangan di depan nya, benarkah ada sosok seperti ini di depan nya, yang tak terbaca oleh nya

" Peramal" Jawab Gress sambil menyambar tangan di depan nya, senyum nya merekah sangat lebar, ketika ia bisa merasakan hal yang normal layak nya manusia umum nya. Senyum nya makin lebar tak henti-henti nya ,senyum berada di sana, menampilkan kedua lesung pipi nya yang dalam

" Hmmmm.... Orang yang beruntung" Teo lansung menarik tangan Dev yang masih diam memamandang Gress , seraya merasakan detak jantung milik nya bergoyang indah, dan senyuman milik Dev langsung menghilang saat Teo menjabat tangan nya

" Six sense " Verlita ikut nimbrung dan menyalami Dev

Entah perkenalan seperti apa yang mereka utarakan, tidak menyebut nama satu sama lain, atau pun memperkenalkan jurusan, yang mereka lakukan adalah perkenalan 'spesies', sementara di dalam dr Paul sibuk menatap jawaban antara mereka berdua, sambil sesekali memperhatikan kartu pengenal yang di buat oleh Teo, tanpa sadar kedua sudut bibir dokter tersebut tertarik lebar ke atas, membentuk sebuah senyuman lebar, sambil sesekali mengelengkan kepala, ia hampir tertawa.