Chereads / My First Love Has Amnesia / Chapter 21 - Pertemuan Dengan Gino

Chapter 21 - Pertemuan Dengan Gino

Keesokan harinya di jam makan siang, Luna sampai di salah satu kafe yang berada di pusat kota yang berada tak jauh dari bagunan Raftech. Tak perlu menunggu lama baginya untuk menemukan sosok yang saat ini memiliki janji temu dengannya.

"Hai, Luna. Sudah lama menunggu?" sapa Gino sambil mendudukkan diri tepat di depannya. Berseberangan meja dengan posisi Luna saat ini.

"Tidak. Aku juga baru datang. Belum juga lima menit."

"Berarti kamu belum memesan?"

"Hm… baru juga mau pesan, tapi kamu keburu datang."

Gino tampak langsung mengalihkan perhatiannya ke sekitaran sana untuk mencari pelayan. Lantas setelah menemukannya, dia memanggil salah satunya untuk memesan. Tak lupa juga menyuruh Luna untuk melakukan hal yang sama.

"Sebelumnya aku mau minta maaf karena meminta kamu untuk datang seperti ini. Aku mungkin ganggu kamu atau sebagainya. Cuman… aku benar-benar penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi. Soal mengapa kamu sekarang jadi asistennya Rafael," kata Gino tak lama setelahnya tanpa basa-basi. Pria itu mungkin ingin membicarakan ini secepat mungkin, mengingat dia tak punya banyak waktu. Dia harus kembali ke Raftech.

Luna tampak tak langsung menyahut. Dia perlu menyaring sedikit tentang apa yang akan dia katakan, mengingat betapa rumitnya semua ini.

"Aku ditawari pekerjaan itu langsung dari Bu Bertha. Belum seminggu aku melakukannya," kata gadis itu tak lama kemudian.

"Bu Bertha sendiri yang menawari kamu? Khusus untuk jadi asistennya Rafael?"

"Tentu saja bukan sembarangan asisten." Luna jeda lagi setelah mengatakan hal itu. Membuat Gino semakin penasaran dengan lanjutan kata-katanya. "Sulit untuk dijelaskan dengan detail, tapi intinya aku disuruh untuk melatih dan merangsang Rafael untuk mendapatkan ingatannya kembali."

Gino tampak sedikit melebarkan matanya dengan tak percaya. "A-Apa?"

"Jadi Bu Bertha melakukan sejenis konsultasi dengan dokternya Rafael mengingat keadaannya saat ini. di mana dokter menyarankan agar Rafael dilatih untuk mengingat masa lalunya – terutama hal yang dianggap paling penting di dalam hidupnya. Lalu karena aku adalah cinta serta pacar pertamanya, Bu Bertha meyakini kalau aku adalah bagian dari ingatan yang dibutuhkan itu." Luna jeda lagi sebelum menjelaskan. "Maka itu sebabnya, Bu Bertha menemuiku sekitar dua minggu yang lalu. Aku ditawari pekerjaan sebagai asisten, namun pada kenyataannya aku bertugas untuk melatih Rafael untuk mendapatkan ingatannya kembali. Tentu saja… aku sangat dibantu oleh Bu Bertha dan timnya dalam melakukan misi itu agar semuanya lancar dan Rafael sendiri nggak curiga."

Kali ini giliran Gino yang terdiam. Pemuda itu sampai kehabisan kata-kata saat mencerna semua yang Luna katakan. Masuk akalkah semua ini?

Namun kalau dipikir-pikir lagi memang kalau harus memilih satu lembaran yang paling penting di hidup Rafael, memang Luna tak bisa dipisahkan dari hal itu. Gino selalu bersama Rafael sejak mereka kecil, sehingga dia paling tahu tentang temannya itu. Terutama dalam hal perjalanannya cintanya.

Ada banyak wanita di kehidupan Rafael, di tengah kesuksesannya. Namun kalau harus memilih satu yang paling meninggalkan kesan mendalam bagi Rafael, tanpa ragu Gino juga akan memilih Luna. Karena gadis ini adalah sosok pertama yang mengetuk hati yang dingin itu. Gadis yang benar-benar mengajari Rafael tentang yang namanya mencintai dan dicintai.

"Bagaimana caranya kamu melakukan hal itu?" tanya Gino setelah beberapa saat. Kembali diliriknya wanita di depannya itu.

"Tentu saja dengan membantunya mengingat tentang kenangan kami. Sebenarnya aku juga sudah tak terlalu mengingatnya karena hal itu sudah sangat lama, tapi untungnya dulu aku sempat menulis diary tentang keseharianku waktu masih remaja. Sehingga aku bisa menggunakan itu semua untuk diterapkan pada Rafael. Walau tentu saja, aku sendiri tak yakin ini akan berhasil atau tidak. Oh ya, sambil menyamar jadi asistennya tentu saja."

"Bagaimana kamu akan melakukan semua itu?" Gino terlihat masih tak habis pikir. "Bahkan tadi Rafael bilang akan membebankan pada kamu untuk mengingat hal-hal terkait perusahaan yang gagal dia ingat. Kamu disuruh menghapal nama staf dan tugas mereka, serta mungkin informasi trifia mengenai orang-orang itu. Bagaimana kamu akan melakukannya? Apa benar kamu punya kemampuan ingatan seperti komputer – yang tadi disebutkan oleh Rafael?"

Luna tak bia menahan tawanya saat mendengar pertanyaan itu. Karena selain disampaikan dengan berapi-api, ekspresi Gino sangat serius saat mengemukakannya.

"Tentu saja tidak. Kamu kan tahu kalau dari SMP, aku salah satu yang paling payah dalam belajar. Sedangkan mengingat sesuatu dengan sempurna seperti komputer, aku bahkan kesulitan menjumlahkan matematika dua digit tanpa kalkulator." Luna menjawab sambil terkekeh kecil. "Ini sebabnya tadi aku bilang kalau aku bisa melakukannya atas bantuan dari Bu Bertha dan timnya. Karena memang… beliau telah menyiapkan banyak hal untuk hal ini. Berharap agar Rafael bisa kembali sembuh."

Gino tampak memiringkan kepalanya tak mengerti. "Maksud kamu?"

Baru saja Luna hendak menjawab lagi, tiba-tiba pelayan yang tadi kembali menghampiri meja mereka untuk membawakan makanan. Membuat kedua orang itu harus menahan diri dulu untuk lanjut berbincang. Membiarkan sang pelayan menyusun makanan itu di atas meja.

"Silakan dinikmati ya, Mas, Mbak."

Wanita muda itu langsung pergi setelah melakukan tugasnya. Tak lupa memberikan sapaan dan basa-basi pada kedua orang itu.

"Apa maksud kamu tahu?" Gino kembali bertanya setelah memastikan tak ada yang mendengar kita. Dipandangnya Luna dengan serius. "Ap aitu Bu Bertha dan timnya? Lalu apa tugasnya dalam hal ini?"

"Hm…." Luna tak lantas menyahut. Dia memandang Gino dengan lebih serius. "Aku hanya akan memberi tahu kalau kamu janji untuk merahasiakannya. Terutama pada Rafael. Karena kalau ini bocor, semuanya benar-benar akan berantakan."

Gino mengangguk tanpa ragu.

"Tentu saja. Aku tak akan bilang. Aku memang selalu setia pada Rafael, tapi tentu saja aku paham hal apa yang bisa kukatakan atau tidak."

Maka Luna pun merasa tak perlu untuk merahasiakannya lagi. Apalagi Bu Bertha juga sudah memberi izin untuk membagi informasi rahasia ini kepada Gino, karena pemuda ini pun nantinya akan dimasukkan dalam misi.

"Kamu lihat bingkai kacamataku ini?" Luna memandang Gino serius. Dia menunjuk salah satu sudut dari bangkai kamare yang dia pakai. "Di sini terpasang sebuah kamera. Di kalungku ini juga. Dan… aku selalu memakai earfree di balik rambutku untuk mendengarkan instruksi. Lalu jam tanganku ini adalah mikrofonnya agar pihak operator sana selalu terhubung denganku."

Gino tampak kembali dibuat kehabisan kata-kata. Dipandangnya setiap barang itu dengan takjub dan tak percaya.

"Kamu serius?"

"Bagaimana mungkin aku bercanda?" Luna melepas kacamata yang terpasang di wajahnya itu, lalu menyerahkannya pada Gino. "Nih, kalau tak percaya silakan cek sendiri."

Gino tampak masih sangat bingung. Namun ia menerima pemberian dari Luna itu, lantas memeriksanya dengan seksama. Dahinya mengernyit saat melihat sebuah lubang yang begitu kecil di bagian sudut bingkai. Saat dilihat dengan seksama, dia menangkap seperti lensa kamera yang sangat kecil di sana.

"Woah…." Gumaman takjub keluar dengan alami dari mulutnya.

"Itu terhubung langsung dengan tim operator yang kubilang tadi. Sehingga darisanalah, mereka terus mengawasi kami. Mereka jugalah yang membantu memberikan instruksi atas apa yang harus kulakukan saat bersama dengan Rafael."

***