Matahari sudah mulai condong ke barat. Bias sinarnya semakin redup menerangi bumi. Kompas yang dipegang Imam masih berjalan sesuai dengan keharusan. Namun, entah mengapa mereka tadi TK sampai-sampai ke puncak gunung.
"Jadi, bagaimana kita mau lanjut lagi sekarang?" tanya Imam yang lebih seperti perintah.
"Sekarang aja, biar enggak banyak waktu terbuang sia-sia dengan perdebatan," jawab Claretta cepat. Matanya lurus memandang Imam di hadapannya.
Mirna yang mendengar itu benar-benar merasa disindir oleh Claretta. Matanya langsung memerah menahan tangis, perasaannya rapuh dan sangat terluka dengan ucapan Claretta. Tapi, ia tak berani berkata lagi.
"Sudah, biarin aja anak baru yang sok kaya itu," bisik Helin pada Mirna.
Ia dapat menangkap kesedihan di wajah Mirna. Namun, yang lainnya tidak. Mereka sibuk hendak meneruskan pendakian.
Deg!