"Sebagai pelajaran untuk mu, Diana Claire."
Diana terdiam saat Michael menyebut namanya.
Diana melihat Michael menyentuh papan pengumuman. Dia menyentuh salah satu pengumuman yang ditempel. Lalu menarik hingga kertasnya sobek dan terlepas semuanya.
"Kau ingin melihat ini kan? Pengumuman olimpiade." Michael meremas kertas itu dihadapan Diana.
"Kau harus pergi ke papan pengumuman yang lain untuk melihatnya."
Diana hanya bisa melihat Michael melangkah pergi setelah mengatakan itu.
Semuanya tahu papan pengumuman lain yang dimaksud Michael, dan itu jaraknya jauh karena berada di bangunan sekolah yang berbeda.
Diana menghela napas, ia ingin mengusulkan adanya papan pengumuman utama di setiap kelas karena kejadian ini. Jadi semuanya hanya perlu melihat di kelas masing-masing.
Tapi itu hanya harapan saja. Papan pengumuman di kelas terbatas informasinya.
"Hei. Kau tahu? Hanya kau yang masih bisa angkuh saat sudah ditertawakan banyak orang."
Sindiran itu membuat Diana mengangkat pandangannya.
Diana melihat Michael berhadapan dengan seseorang. Dari bisik-bisik yang didengar Diana, Michael menyenggol seorang murid.
Tak diduga murid itu berani menegur Michael. Mungkin ingin membalas Michael yang tidak merasa bersalah menabraknya.
Ternyata murid itu adalah anak baru. Yah, dia memang dikenal suka berkelahi karena terlalu sensitif. Kini mereka berhadapan seolah akan terjadi peperangan.
"Apa?! Kau mengejekku?!" Michael jelas tak terima.
"Memangnya kau siapa?!" lanjut Michael.
"Heh. Apa kau benar-benar tak tahu? Atau kau berpura-pura tidak tahu karena takut? Baiklah akan kuberi tahu, namaku Revan Gael."
Revan yang menantang membuat Michael semakin geram. Orang lain yang melihat juga merasa tegang.
"Kenapa aku harus takut padamu? Takut padamu yaang sombong karena menjadi berandalan yang hanya mengganggu orang lain?! Dasar tidak berguna!"
"Setidaknya aku punya kemampuan. Tidak sepertimu yang hanya membanggakan ayahmu karena kau itu tak bisa apa-apa tanpa orang tua. Dasar anak manja!"
Perkataan Revan disambut pukulan oleh Michael tanpa basa-basi lagi.
Michael mau meninju wajah Revan tapi di tahan oleh telapak tangan Revan.
"Mau menyerangku? Kau terlalu percaya diri."
Michael lalu hendak menendang tapi tendangannya gagal juga karena Revan segera menghindar.
Gantian Revan yang meninju rahang Michael hingga Michael mundur kebelakang sembari memegang rahangnya.
"Kau sendiri yang mau mempermalukan dirimu sendiri," kata Revan.
Sekali lagi Michael merasa dipermalukan dan terhina. Perkelahian ini tentu masih dilihat siswa lainnya.
Masih belum menyerah, Michael menyerang Revan tanpa niat memberi Revan kesempatan membalas.
Meski begitu, Revan masih bisa menahan semua serangan tinju Michael.
Hingga akhirnya Revan lebih mempercepat gerakannya dan dengan lebih cepat juga dalam membalas serangan tinju Michael.
Tidak ada yang berani menghentikan mereka berkelahi dan melaporkan pada guru sampai akhirnya Michael kabur.
Dia pergi secepatnya sambil berkata, "Kau akan menerima balasanku! Tunggu saja!"
Hening.
Semua masih terlarut dalam suasana perkelahian tadi. Tapi kemudian perlahan siswa yang berada di situ menjauh.
Mereka ada yang ketakutan dan ada yang tidak mau terlibat. Bahkan ada yang tidak peduli.
Diana yang masih diam kini gugup ketika Revan mendekat padanya.
Hingga saat berada di samping Diana, ia mendengarkan suaranya.
"Kau berada diurutan pertama."
Itu hanya satu kalimat tapi penuh dengan maksud lain.
Diana melebarkan matanya saat mendengar perkataan Revan. Ia melihat punggung Revan yang menjauh.
Diana mengerti maksud ucapan Revan.
Hanya saja Diana terkejut Revan memberitahu hal yang tak ada hubungannya dengan diri Revan sendiri.
Meski tanpa Revan memberitahu secara detail, Diana tahu bahwa ia tak perlu melihat papan pengumuman di gedung lain karena sudah diberitahu Revan.
Jadi Revan tahu masalahnya dan berniat membantunya.
Tapi kenapa? Itulah yang Diana tak mengerti.
Tapi setidaknya Diana tahu, Revan tak sepenuhnya bersifat buruk.
Sekarang Diana menghadap Kevin yang menjadi pelaku yang menyebabkan kejadian ini terjadi.
Dialah akar masalah ini.
Tapi Diana tak mengatakan apa-apa dan menghela napas lalu pergi meninggalkan Kevin.
"Diana! Tunggu!" Kevin mengejar Diana.
Syukurlah dia tahu apa yang harus dia lakukan sekarang. Bertanggung jawab atau setidaknya meminta maaf.
Kejadian hari itu ternyata berdampak besar bagi Revan. Ia lalu dikeluarkan dari sekolah. Diana merasa bersalah walaupun sebenarnya tak ada alasan yang memaksanya harus merasa seperti itu.
Menurutnya jika ia tak mepermalukan Michael dan membuatnya marah lalu melampiaskan amarah dengan menyenggol orang lain, kejadian perkelahian itu kemungkinan tidak akan terjadi.
Tapi seharusnya kalau memang Diana bersalah maka Kevin lebih bersalah lagi.
*****
Tak ada suara antara Diana dan Revan selama beberapa detik setelah cerita Diana berakhir.
Hingga Diana bertanya, "Jadi, apa kau sudah mengingatnya atau belum?"
Revan menjawab, "Aku rasa, aku ingat tentang itu."
Diana mengangguk sebagai balasan. "Oke. Sekarang aku mau ke kelas ku."
Diana masih tak berani mempertanyakan tujuan Revan mengatakan kalimat membantunya saat itu.
Diana tak yakin mungkin saja Revan tak punya niat apa pun. Dan jika Diana bertanya mungkin kelihatan kalau Diana yang berpikir terlalu jauh.
Revan juga tak menanyakan alasan lagi tentang sebutan orang baik untuknya.
Biarkan Diana yang menyimpan kebaikan itu meski itu hal yang remeh.
Diana beranjak dari bersandar dan pergi membelakangi Revan.
"Diana." Revan memanggil.
Diana berhenti mendengar panggilan dari Revan. Panggilan itu adalah pertama kalinya Revan memanggilnya dengan namanya.
Diana entah kenapa merasa aneh. Tapi bukan dalam artian yang buruk.
Diana lalu membalikkan badannya kembali menghadap Revan. Ia bergumam sebagai balasan dan menunggu Revan melanjutkan ucapannya.
"Ada sesuatu... Aku ingin kau kembali memberikan apa yang tadi ku tolak. Apakah kau bisa melakukan sesuatu untukku?"
"Eh?"
Revan menatap lurus pada Diana membuat Diana menahan napas. Ia juga balik menatap Revan dan kemudian terpaku karena terlalu fokus memperhatikan wajah Revan yang menawan.
"Bisakah kau menjadi temanku?"
Diana memiringkan kepalanya, Apa?! Jadi Revan hanya menginginkan itu?
Kemudian Diana sadar tentang dirinya sendiri.
'Teman'.
Diana tak pernah benar-benar dekat dengan temannya.
Teman sekelasnya hanya teman biasa. Diana hanya memiliki teman sekelas tapi tak ada yang benar-benar dekat dengannya.
Dan jujur saja ini pertama kalinya ada seseorang yang ingin berteman tapi meminta terlebih dahulu. Diana ingin tertawa.
Selama ini ia berteman dengan mengandalkan kebersamaan atau kedekatan. Contohnya teman sebangku, mereka teman karena berdekatan dan bersama saat belajar dikelas.
Jadi orang yang bersama atau berdekatan dengannya bisa dikatakan teman hanya saja tak bisa lebih dekat lagi. Itu bukan teman sebenarnya.
Kali ini apakah berbeda? Apa Revan ingin berteman dengannya? Apa ini pertemanan yang sebenarnya?
Itu semua mengganggu pikiran Diana.
Kemudian Diana sadar ia harus segera merespon pertanyaan Revan.
"Hanya itukah?" Diana memastikan.
Revan mengangguk.
Melihat itu Diana tersenyum dan ikut mengangguk.
"Tentu saja," jawab Diana.
"Apa kau tak keberatan?"
Eh? Revan bertanya lagi pertanyaan yang mengejutkan bagi Diana.
Diana lalu memperhatikan raut wajah Revan.
"Apa kau khawatir jika itu membebaniku karena menjadi temanmu?" Diana menyampaikan dugaannya.
Diana tak menyangka Revan mengangguk.
Revan mengakuinya.
*****