Chereads / We Are (Kisah Tiga Remaja) / Chapter 23 - Bab 23

Chapter 23 - Bab 23

Minuman yang diambil kembali oleh Revan membuat Diana tak terima dan menggunakan otaknya menghasut Revan.

"Apa kau yakin bisa meminum semuanya? Dua minuman ukuran jumbo, itu banyak sekali."

Diana mau menghasut Revan agar Revan berpikir untuk mengembalikan minuman Diana.

"Aku bisa membawanya pulang atau memberikannya pada orang lain yang mau meminumnya," jawab Revan.

"Aku 'kan tidak bilang, kalau aku tidak mau." Diana mengambil kembali minuman itu. Tak bisa menghasut Revan, maka Diana bisa merampasnya langsung.

Revan terkesiap dengan tindakan Diana. Tapi kemudian dia tersenyum. Ia merasa setengah terkejut dan geli dengan tingkah Diana.

"Oh ya, kau salah. Ini bukan ukuran jumbo. Masih ada ukuran yang lebih besar lagi," ucap Revan masih dengan senyum gelinya.

Diana yang sedang meminum minumannya langsung melebarkan matanya mendengar itu. Ia tak tahu sebesar apa lagi ukuran minuman ini. Ini saja sudah cukup besar sekali bagi Diana.

Apa ini minuman baru di taman bermain? Diana memang hanya setahun dua kali ke tempat ini. Wajar jika banyak hal baru yang belum ia ketahui.

Akhirnya Revan tertawa kecil melihat Diana yang melihat pada minumannya dengan mata melotot.

Tawa Revan membuat Diana berhenti berpikir dan mengganti objek perhatiannya. Diana tak memperhatikan minumannya lagi.

Ini pertama kalinya Revan tertawa di hadapan Diana. Diana tak tahu bagaimana tawa Revan sebelumnya.

Tak menyangka tawa Revan mampu membuat orang lain tersihir. Seolah terdapat daya tarik tersendiri yang membuat orang terpesona. Bahkan membuat Diana tak berkedip menatapnya. Diana tanpa sadar kemudian ikut tersenyum.

Revan masih tertawa kecil sebelum melihat Diana tersenyum padanya. Perlahan tawanya berhenti. Terkejut dengan senyuman Diana. Revan segera mengalihkan pandangannya.

Melihat Revan yang tiba-tiba memalingkan wajah dan berhenti tertawa, Diana memiringkan kepala bingung.

Tunggu dulu, jangan bilang dia tersinggung? Seperti sebelumnya dia mengira aku mengejeknya hanya karena menatapnya saja.

Diana bersuara, "Ada apa? Apa kau tersinggung karena aku melihatmu? Hei, aku rasa seharusnya aku yang tersinggung karena kau menertawakan ku."

Revan akhirnya tergelak karena perkataan Diana.

"Jadi kau tersinggung?" Revan memperlihatkan senyum miringnya sembari mengangkat sebelah alisnya.

Melihat ekspresi itu, Diana juga ikut mengangkat sebelah alisnya.

Apa ini?! Diana berbicara dalam hati.

"Kau tahu, senyummu menjijikkan." Diana segera melewati Revan dan berjalan melewati dan mendahului Revan.

Saat berjalan di depan, Diana menyentuh dadanya yang berdegup kencang. Sebenarnya saat ia melihat senyuman Revan ia merasa napasnya tertahan tapi kini jantungnya malah berdetak kencang.

Diana meletakkan tangan di dadanya karena merasa aneh dengan perasaannya saat ini.

Revan yang kaget karena mendengar perkataan dari Diana. Itu membuatnya berpikir keras.

Bukannya terlalu percaya diri, tapi Revan yakin senyumannya tidak menjijikkan.

Ia sadar banyak yang mengagumi wajahnya yang tampan. Ia sering mendengar pujian itu. Tapi Diana mengatakan senyumannya menjijikkan?

Mungkin karena senyumnya yang tampak nakal dan memang tidak ada ketulusan, makanya Diana berkata begitu, pikir Revan.

Tetapi walaupun sudah menghibur diri dengan alasan itu. Revan masih terkesiap dengan perkataan Diana. Dalam hati mengingatkan agar tak berekspresi seperti itu lagi di depan Diana.

Harusnya lain kali tersenyum dengan lebih baik. Revan menasehati dirinya sendiri.

Mengingat tentang senyuman, Revan kembali teringat dengan senyuman Diana sebelumnya.

Senyuman yang membuat dadanya bergetar dan membuatnya gugup hingga menghentikan tawanya dan membuatnya memalingkan wajahnya.

Revan kemudian melihat ke arah Diana di depan yang sedang berjalan. Ia segera mengikutinya, tak ingin ditinggal begitu saja oleh Diana.

*****

Setelah puas bermain wahana di taman hiburan, Diana dan Revan beristirahat makan siang di sebuah kafe. Mereka sekarang sudah memesan menu makanan dan tinggal menunggu.

Revan memulai pembicaraan lebih dulu. "Hei," panggilnya pada Diana.

Saat ini Revan dan Diana duduk saling berhadapan dengan meja kafe sebagai pemisah.

"Bagaimana dengan senyumanku kali ini? Apakah masih menjijikkan?" Revan tersenyum lagi pada Diana. Tapi kali ini tampak tulus membuat ketampanannya bertambah berkali-kali lipat.

Diana kembali menahan napas. Tak habis pikir dengan tindakan Revan yang tersenyum lagi padanya. Sebenarnya Revan kerasukan apa, sih?

Tapi tunggu dulu, apa pertanyaannya tadi? Apa perkataanku yang mengatakan senyumannya menjijikkan masih terus diingat olehnya sampai sekarang? batin Diana terkejut.

Ternyata Revan bisa tersindir dan masih terus kepikiran ucapan Diana.

"Sampai sekarang kau masih terus memikirkan ucapanku?" tanya Diana.

Diana lalu tersenyum geli karena tiba-tiba merasa lucu.

Revan menghilangkan senyumannya.

"Lupakan." Revan lalu membuang wajahnya ke arah lain.

Diana semakin melebarkan senyum geli nya.

"Kau tahu senyummu juga aneh." Revan mendadak mengejek Diana. Sepertinya ingin balas dendam pada Diana.

Diana yang mendengar itu langsung melotot.

"Kau balas dendam." Diana tidak terima tapi kemudian mereka berdua langsung tertawa bersama.

*****

Revan pulang ke rumah dan menemukan kakaknya yaitu Valen sedang menonton tayangan berita di televisi.

Valen langsung melihat ke arah datangnya Revan. Sebaliknya dengan Revan, Ia mengabaikan kakaknya.

"Seharian ini kau bermain bersama temanmu, ya? Sampai senja baru selesai dan pulang," kata Valen.

"Begitulah." Revan membalas saat melewati televisi sembari terus berjalan tanpa menoleh ke arah Valen.

"Ternyata kau sudah dekat sekali dengannya," lanjut Valen.

"Hah?" Revan menengok kepada Valen. Langkahnya ditunda. Perkataan Valen terdengar ambigu bagi telinga Revan.

Valen mengangkat ponselnya dan memperlihatkan sebuah gambar. Sebuah foto lebih tepatnya.

Revan melebarkan matanya. Ia langsung saja segera mendatangi Valen dan merebut ponsel milik Valen.

Revan melihat di layar ponsel Valen tampak foto dua orang berbeda gender. Mereka saling memandang satu sama lain. Keduanya juga saling tersenyum.

Revan sebenarnya tahu jenis senyum kedua orang dalam gambar foto itu adalah karena sesuatu yang lucu. Tapi entah kenapa dalam foto ini tampak kedua orang itu seolah tersenyum seperti berada dalam suasana romantis dan mesra?

Lebih lagi, kedua orang itu adalah dirinya dan Diana saat mereka berada di dalam kafe.

Bagaimana mungkin foto mereka bisa terlihat seperti pasangan..... kekasih?

"Aku sedang makan siang di sebuah kafe, kebetulan aku melihat kalian di sana juga dan tak disangka kalian punya hubungan yang terlihat begitu dekat," sahut Valen jahil.

"Itu tak seperti yang terlihat," balas Revan sambil mengotak-atik ponsel Valen.

"Oh benarkah? Aku juga berpikir begitu. Kau 'kan tidak punya teman, bagaimana mungkin kau dekat dengan seseorang? Kecuali kalau orang itu istimewa." Valen memandang Revan penuh makna.

Mendengar perkataan Valen dan melihat ekspresi Valen, Revan mengerutkan keningnya.

"Jadi Revan, apa hubunganmu dengannya?" tanya Valen.

"Kami hanya berteman. Hubungan aneh apa pun yang sedang kau pikirkan itu tidaklah benar." Revan menjawab pertanyaan Valen namun ragu dengan jawabannya sendiri.

Valen kemudian mengangkat sebelah alisnya dan berkata, "Mungkin itu benar."

Revan mengangguk mengiyakan. Untung kakaknya setuju.

"Untuk sekarang, tapi itu mungkin berubah nantinya," lanjut Valen masih mencoba menggoda adiknya.

"Ha?" giliran Revan mengangkat sebelah alisnya.

"Mungkin itu benar untuk sekarang. Tapi mungkin akan berubah di masa depan. Kau tahu berubah seperti apa." Valen menaik-turunkan alisnya.

Revan mendengus, "Apa?"

Valen terkekeh, "Aku rasa kau bisa menebaknya." Valen berkata sambil kembali melihat ke arah televisi. Ia kembali menonton.

Revan memutar bola matanya. Ia kemudian mengembalikan ponsel Valen dengan setengah melemparkannya. Ponsel itu mengenai perutnya Valen.

"Aduh." Valen segera mengelus perutnya yang menjadi tempat mendaratnya ponsel miliknya.

Valen menatap galak pada Revan.

Meski tak terasa sakit yang berlebihan, Valen menatap tak senang karena Revan memperlakukan ponselnya sembarangan.

Setidaknya memang tak terlalu sakit, dan ia tak perlu ikut membalas perbuatan Revan.

Sedangkan Revan hanya mengabaikan kejengkelan kakaknya. Ia kembali melanjutkan langkahnya menuju ke kamarnya yang tadi sempat tertunda.

Saat Revan pergi, Valen memeriksa file dalam ponselnya. Valen sudah menduga kalau Revan pasti akan menghapus foto itu. Karena itu, Valen sudah menyalin file foto itu dan menyembunyikannya di dalam folder-folder dalam ponselnya.

Kau pikir aku tidak tahu itu akan terjadi? Valen tersenyum-senyum.

Tapi kemudian ekspresinya berubah

"Apa?!" seru Valen.

Valen berusaha mencari di mana ia menyimpan file foto itu. Tapi ia tidak menemukannya.

Valen akhirnya sadar bahwa ia telah meremehkan Revan. Tadi Revan sudah mengotak-atik ponselnya dan menghapus serta memastikan tak ada file foto itu yang tersisa. Termasuk salinan foto itu.

Tapi satu hal, Valen tak sadar bahwa Revan juga ternyata telah mengirimkan file foto itu ke ponselnya sendiri sebelum menghapus semuanya.

Kini Revan sedang memegang ponselnya dan memeriksa apakah filenya sudah masuk saat ia sudah berada di dalam kamarnya.

Meski itu hanya gambar yang diambil dari samping, senyum Diana tetap membuatnya merasakan perasaan seperti melihatnya langsung.

Revan akan menyimpan foto ini.

*****