Chereads / We Are (Kisah Tiga Remaja) / Chapter 16 - Bab 16

Chapter 16 - Bab 16

"Orang baik? Apa maksudmu? Apa yang kau katakan? Aku tak mengerti."

Diana mau mengatakan sesuatu namun dia melihat seseorang muncul di belakang Revan. Seseorang itu memakai seragam yang sama dengannya menandakan dia seorang murid.

Ternyata ada murid lain yang sudah tiba di sekolah. Murid itu masih terlalu jauh dari mereka tapi Diana sudah melihatnya akhirnya Diana memutuskan segera pergi menjauh dan tidak menjawab Revan karena melihat murid itu adalah seorang perempuan.

Diana takut perempuan itu adalah penggemar Revan.

Kejadian selanjutnya tidak diduga Diana bahwa Revan tiba-tiba mengejarnya dan menarik tangannya.

"Kau belum menjawab pertanyaan ku, apa kau tidak mendengar pertanyaanku?" tanya Revan menuntut jawaban.

Diana yang kaget menjawab dengan gagap, "Eh.. itu.. kalau kau memang benar-benar tak tahu maksudku, maka coba ingatlah apa yang terjadi saat kau pindah dan bertemu denganku di sekolah menengah pertama," kata Diana.

"Apa? Tapi aku tidak bisa ingat lagipula banyak sekolah yang telah aku masuki ketika sekolah menengah pertama."

"Oke, baiklah. Ikuti aku, kita harus membicarakan ini di suatu tempat."

Diana pasrah, lalu mengajak Revan menuju atap sekolah.

"Di mana tempat itu?" Revan bertanya.

Diana tiba-tiba ingin menjahili Revan karena jujur saja Diana merasa sedikit aneh oleh Revan yang terkesan lebih banyak bertanya.

Ini tak seperti sifat Revan yang ia kenal dan Revan hanya perlu mengikuti Diana saja.

"Tempat itu berada dilingkungan sekolah," ucap Diana tahu jelas bahwa Revan pasti tidak puas dengan jawabannya.

"Memangnya kau mengira aku berpikir kau membawaku ke luar sekolah?"

Diana tergelak mendengar perkataan Revan itu.

"Aku tidak bilang begitu."

"Ya, dan aku juga tidak ingat pernah mengatakannya juga. Jadi memang jawabanmu yang tidak jelas."

"Tapi jawabanku tidak salah. Nah, sekarang sudah sampai." Diana menyadarkan Revan bahwa mereka terus berjalan hingga ke atap sekolah yang sepi.

Di sini angin berhembus membuat kulit terkena dinginnya udara pagi. Diana lalu mendekati penghalang yang membatasi sekeliling atap.

"Langsung saja apa yang ingin kau tanyakan lebih dulu. Aku bingung mau menjelaskan bagaimana." Diana berkata sambil bersandar di pembatas atap.

Revan ikut mendekat ke tempat Diana berdiri.

"Kapan aku pernah menjadi murid di sekolah menengah pertama yang sama denganmu dulu?"

"Kau masuk jadi murid pindahan saat aku dan kau masih kelas satu. Waktu itu sudah semester genap. Bahkan saat itu ulangan tengah semester hampir dimulai. Kedatanganmu itu, sama seperti saat kau pindah kesini."

"Lalu kenapa kau mengatakan aku orang yang baik dulu? Bagaimana mungkin kau tidak mengenal atau mengetahui tentang sifatku di sekolah yang sudah diketahui semua orang."

Diana tersenyum, ia melihat ke bawah. Ke arah halaman sekolah yang perlahan, sedikit demi sedikit mulai ramai dilewati siswa.

Diana lalu mengingat kejadian tiga tahun lalu. Ia menarik napas panjang sebelum memulai menjelaskan pada Revan. Dan mungkin nanti kedengarannya Diana bukan sekedar menjelaskan tapi dengan bercerita panjang lebar.

*****

Diana membeli minuman kaleng di kantin sekolah dan tidak membeli makanan apapun meski ia belum makan apa-apa.

Ini semua karena ia sangat ingin melihat pengumuman hasil tes seleksi peserta yang mendaftar lomba olimpiade untuk mewakili sekolah.

Benar, Diana ingin tahu apakah dirinya bisa menjadi perwakilan sekolah atau tidak.

Jadinya ia hanya membeli minuman karena mampu menahan lapar tapi tidak dengan haus.

Ketika Diana sudah melihat papan pengumuman yang ditempelkan pengumuman, Diana juga melihat banyak orang berkerumun di sekitar papan pengumuman. Ternyata memang banyak yang punya tujuan seperti Diana.

Diana sengaja memperlambat langkahnya agar saat ia sampai di depan papan pengumuman, kerumunan itu berkurang dan memudahkan Diana melihat pengumuman.

Harapannya terkabul, ketika Diana sampai, hanya tersisa sedikit orang di sana. Diana melihat papan pengumuman sambil meminum minuman kaleng yang dia beli. Ia berusaha mencari pengumuman tentang olimpiade.

Karena tidak menemukannya, Diana mencoba bergeser ke samping dan matanya masih tetap mencari. Tiba-tiba seseorang menyerukan namanya dengan keras sambil menepuk pundak Diana saat Diana meminum minuman kalengnya.

"Diana!" Diana merasa telinganya sakit sekaligus kaget luar biasa karena kejutan itu.

Diana spontan menyemprotkan minuman yang ada di mulutnya dan terbatuk-batuk setelahnya.

Tapi tak cukup sampai disitu, Diana lebih terkejut lagi saat seseorang di depannya melotot padanya. Orang itu terlihat sangat marah.

Oh tidak, batinnya gelisah.

Diana tidak sempat memikirkan siapa pelaku yang membuat dia terkejut. Sekarang dia merasa takut pada seseorang yang terlihat jelas sedang marah besar kepadanya.

Marah karena Diana menyemprotkan minumannya hingga mengenai leher dan seragam orang itu. Lebih parahnya lagi, Diana tahu orang itu bukan murid biasa.

Dia adalah murid yang terkenal angkuh karena jabatan ayahnya yang seorang kepala kepolisian daerah setempat.

Orang itu disegani murid lainnya sehingga tak ada yang berani mencari gara-gara dengan orang itu.

Orang itu, yang menjadi korban sasaran minuman Diana adalah seorang murid laki-laki.

Murid laki-laki itu awalnya ingin pergi meninggalkan papan pengumuman setelah melihat isinya.

Tapi tanpa bisa dihindari, dia terkena semprotan minuman Diana. Sebenarnya itu hanya menodai seragamnya bagian atas dan lehernya tapi tidak mengenai wajahnya.

Walaupun begitu, itu sudah cukup membuatnya marah.

Wajar sih, siapa yang tidak jengkel saat mengalami hal itu. Apalagi kejadian itu disambut tawa oleh murid lain yang justru menambah kemarahannya. Marah bercampur malu tentunya.

Semuanya tertawa kecuali Diana dan sang korban.

Bahkan pelaku yang menyebabkan kejadian ini pun juga ikut tertawa.

Awalnya ia tertawa tanpa rasa bersalah, tapi akhirnya sang pelaku yang membuat Diana terkejut perlahan menghilangkan tawanya.

Begitu juga dengan murid lainnya ikut diam.

Mereka diam dikarenakan ekspresi korban yang menyeramkan.

Michael Moyes, Diana bergumam dalam hati.

Siapa yang tidak tahu Michael, siswa yang cukup dihormati dan tak ada yang mau mencari masalah dengannya. Itu bukan karena dia adalah seorang anggota OSIS atau dewan murid. Tapi karena orang tuanya atau lebih tepatnya karena profesi ayahnya.

Sekarang Diana sudah terjebak dalam masalah besar.

"Apa kau hanya diam saja?!" ucap Michael penuh penekanan kepada Diana.

Diana menahan napas. Ia harus menjawab, kalau ia tetap diam atau melarikan diri itu hanya akan lebih bermasalah. Karena pasti Michael semakin marah dan Diana tak akan lepas darinya.

Diana membuka suaranya, "Aku minta maaf. Kecelakaan ini benar-benar tidak disengaja. Maafkan aku, sungguh, aku benar-benar minta maaf."

"Itu tidak cukup. Bajuku tidak akan kering dan bersih hanya karena ucapan maafmu."

Diana mengepalkan tangannya, "Kalau begitu, aku akan membersihkannya."

Michael mendengus, "Untuk apa dicuci? Bajuku akan kuganti dengan yang baru." Michael menatap Diana dengan meremehkan.

Dia maunya apa, sih? batin Diana masih tetap mencoba bertahan.

*****