Chereads / We Are (Kisah Tiga Remaja) / Chapter 7 - Bab 7

Chapter 7 - Bab 7

Oh tidak. Kenapa aku begitu ceroboh. Bagaimana bisa aku lupa, batin Diana saat menyadari sesuatu.

Diana langsung berdiri setelah menengok sembari menarik napas cepat, lalu, "Sepedaku!" Diana berteriak.

Diana reflek mengejar sepedanya yang berjalan. Tentu saja ada yang mengendarainya. Sepeda Diana dipakai tanpa izin. Atau lebih tepatnya sepedanya di bawa kabur.

Salahnya Diana yang belum memarkirkan sepedanya dengan benar dan menguncinya. Dia bahkan tak sadar membiarkan sepedanya berbaring di belakang halte.

Revan dan Kevin masih bengong, sebelum akhirnya ikut menyusul Diana.

"Tidak bisa.." Diana bergumam disela-sela acara larinya. Sepedanya tentu lebih cepat daripada larinya.

Diana tak kehabisan akal, ia segera melepas sebelah sepatunya lalu melemparkannya dengan kekuatan penuh dan dengan bidikan yang akurat.

"Takkan kubiarkan kau mengambil si merah!" seru Diana. Si merah adalah sebutan sepeda miliknya.

Sepatu Diana tepat mengenai kepala pemuda yang menaiki sepedanya itu. Kepala pemuda itu langsung terantuk ke depan, ia lalu oleng dan terjatuh karena saking kerasnya kepalanya dilempar sepatu.

Diana segera mendekat lebih cepat sebelum pencuri itu siap mengendarai sepedanya lagi.

Diana sudah mau ancang-ancang memukuli pemuda itu saat jaraknya semakin dekat. Tapi pemuda yang mencuri sepedanya itu segera bangkit untuk melarikan diri dengan berlari.

Tidak tinggal diam dan membiarkan hal itu, Diana kembali melepas sepatunya yang tersisa dan melemparkannya ke pemuda itu sekali lagi. Kena tepat sasaran sekali lagi.

Orang itu kelihatan mengelus kepalanya sambil berlari karena sakit di kepalanya yang sudah dua kali dilempar sepatu. Diana memang ahli dalam hal ini.

Akhirnya ketika Diana sudah mengambil sepedanya yang tergeletak, ia mendorong sepedanya lalu memungut sepatunya.

Kevin dan Revan berhenti berlari. Mereka hanya bisa menonton Diana mengambil sepedanya sambil sedikit ngos-ngosan.

Niatnya mereka mungkin mau membantu, tapi sepertinya sudah tidak perlu.

Saat mereka berbalik untuk kembali ke halte, mereka melihat bus berjalan melewati halte yang kosong karena tidak ada penumpang yang mau naik.

Bus itu datang dari jalan yang tidak disadari mereka tadi dan menuju ke arah mereka bertiga.

"What the?" Mereka spontan berlari lagi mendekati bus yang juga mendekat. Khususnya Revan dan Kevin.

Mereka berusaha berteriak menyuruh berhenti saat bus sudah didepan mereka. Tapi seolah tak peduli, bus tetap berjalan. Melewati mereka.

Diana yang berada di belakang mereka, otomatis berada di depan bus itu yang melewati Revan dan Kevin.

Diana mengayuh sepedanya ke jalan yang akan dilewati bus itu. Dia berniat menghalangi jalannya bus agar berhenti. Tapi bukan berarti Diana bodoh, ia mengambil jarak yang jauh agar bus itu sadar.

Tepat ketika Diana beberapa meter didepan bus, terdengar suara klakson beberapa kali sebelum terdengar bunyi decitan rem.

Bus itu berhenti menyisakan jarak beberapa meter. Masih terlalu jauh daripada yang biasa diperlihatkan dalam adegan di film-film saat tokoh mencoba menghentikan bus dengan jarak beberapa centi saja.

Tentu saja kalau itu nyata, sudah pasti tidak akan selamat jika jaraknya dekat seperti dalam film-film.

Meski selamat setidaknya pasti mendapat memar dan bengkak karena sudah pasti ada benturan walau kecil.

"Kalian cepat masuk!" Diana berteriak pada Kevin dan Revan.

Keduanya menuruti Diana segera menggedor pintu bus. Pintu terbuka, lalu mereka masuk dan jadi pusat perhatian penumpang bus.

Untungnya bus tidak sedang penuh karena waktunya jam malam.

Mereka lalu menduduki kursi yang saling berjauhan sambil berusaha mengabaikan tatapan kesal dari sang sopir bus. Juga tentu berbagai tatapan dari para penumpang.

Diana sudah menyingkir dari jalan ketika melihat kedua pemuda satu sekolahnya itu sudah masuk kedalam bus. Bus kembali berjalan dan kedua pemuda masih memperhatikan Diana diseberang jalan.

Gadis aneh. Tingkahnya benar-benar tidak terduga, batin Revan.

Diana membantu kami. Aku semakin menyukainya, dia keren, batin Kevin.

Yang terakhir itu, pikiran Kevin, andai Diana tau maka ia pasti tidak akan mau terlibat dan membantu mereka.

Terlihat keren atau apapun itu yang membuat Kevin lebih menyukainya lagi tidak akan ia lakukan. Ayolah, Diana berusaha membuat Kevin menjauh darinya.

Dan kenyataannya, sebenarnya Diana bahkan tidak peduli dengan apa yang dia lakukan. Yang ia tahu, ia harus peduli pada seseorang.

Alasan mengapa dia melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan sebelumnya. Terlibat sesuatu yang bukan urusannya padahal ia adalah orang yang cuek.

*****

Beberapa minggu berlalu sejak malam itu. Diana tak pernah berpapasan dengan mereka lagi. Dan Diana merasa itu bukan hal yang buruk.

Kemudian hasil ujian tengah semester sudah keluar. Pengumuman hasil ditempel di kelas masing-masing.

Diana yang datang lebih awal tentu bisa melihatnya lebih dulu dari teman sekelasnya. Ia beruntung berada di posisi pertama dengan nilai sempurna, seperti sebelum-sebelumnya.

Beruntung lagi karena masalah belajar di sekolahnya berjalan lancar karena ia harus selalu memikirkan tentang pekerjaannya. Tentu saja pekerjaan untuk mendapatkan biaya hidup sehari-hari.

Sejak dua bulan kehilangan orang tua, selama itu pula Diana dan kakaknya David hidup bersusah payah.

Diana menghentikan lamunannya dan membuka buku catatan sambil memasang headset untuk mendengar nada musik tanpa lirik, hanya nada instrumen saja.

Ketika teman kelasnya datang satu persatu semuanya langsung melihat pengumuman hasil ujian. Mereka memberi selamat pada Diana yang sudah mereka duga menjadi peraih nilai tertinggi.

Diana membalas dengan anggukan sopan setelah melepas headsetnya berulang kali.

Lama-lama Diana kesal juga karena terus melepas headsetnya untuk setiap orang yang membuka mulut padanya.

Diana malah berterima kasih dalam hati pada teman kelasnya yang mengabaikannya.

Yah, tentu saja tidak semua orang menyukainya. Pasti ada saja yang iri padanya, kan dan memilih mengabaikan Diana tanpa memberikan ucapan selamat.

*****

Kevin membaca pengumuman hasil ujian tengah semester yang ditempel di depan kelasnya.

Matanya melihat bagian tengah pengumuman karena biasanya namanya berada ditengah-tengah urutan, atau disekitaran itu. Dan benar, ia menemukan namanya memang berada diantara bagian tengah.

Kevin kembali ke kursinya tanpa berniat membaca semua urutan nama.

"Apa? Revan Gael mendapatkan nilai tertinggi dikelas?" Kevin mendengar seruan teman kelasnya yang biasa berada diurutan pertama.

"Benarkah? Padahal dia murid baru." Itu tanggapan teman lainnya.

Kevin yang juga heran ikut memastikan kembali pengumuman itu. Matanya melebar saat menemukan nama orang yang tak ia sukai itu berada diurutan pertama.

Nilainya sempurna? Si preman itu ternyata pintar? Dulu dia bahkan tidak punya nilai yang..., pikiran Kevin terhenti karena kehadiran pemuda yang sedang dibicarakan di kelas dan yang sedang dipikirkan Kevin itu tiba-tiba datang.

Pemuda itu masuk ke kelas dengan mengambil perhatian semua orang yang sudah ada di kelas.

Revan merasa aneh saat diperhatikan walau sebenarnya baru ada beberapa orang saja di dalam kelas.

Mereka saling berbisik-bisik sebelum mendatangi Revan dan memujinya. Tapi Kevin tak mau melakukan hal yang sama. Ia hanya menatap Revan dengan pandangan heran seolah tidak menyangka dengan kejadian ini.

*****