"Oh kamu udah pulang?" tanya Yunki lalu mendorong Nara yang hampir jatuh ke lantai.
"Siapa wanita itu?" tanya aku dengan sinis.
"Calon istri," jawab Nara dengan percaya diri.
"Oh calon istri tapi saya istri Yunki yang baru dan baru saja kemarin menikah dengannya," ucap aku sedikit nada tinggi lalu menghampiri Yunki dan menggandeng tangan kanannya.
"HAH!" Nara terkejut mendengarnya.
"Lain kali kalau mau bermesraan dengan suami orang jangan di kantor dan jangan di depan anak-anak aku, walaupun mereka masih bayi dan belum mengerti setidaknya kau harus tau diri," sindir aku yang bicara tepat di depan wajah Nara.
"Sayang, kamu mau langsung pulang?" tanya Yunki.
"Apaan nih? sayang?" batin aku.
"Kok bengong? sudah makan belum? kalau belum ayo makan bareng sebelum pulang," ucap Yunki lagi lalu menatapku.
"Eh tidak usah karena tadi aku sudah makan di kampus," ujar aku. "Aku mau langsung pulang saja karena kasian anak-anak hari ini melihat adegan mesum dari wanita tidak tau diri," sindir aku lagi dengan sedikit kesal lalu menghampiri kembar.
"Bukannya kau adiknya Yura?" tanya Nara. "Kok bisa kalian menikah?" Nara bingung.
"Terserah aku mau menikah sama siapa saja dan apa urusan kau!" sentak Yunki semakin kesal. "Sudah sana pulang!" Yunki menarik kasar tangan Nara keluar.
"Dasar wanita tidak tau diri," batin aku.
Yunki mengusir Nara dari ruangannya lalu menutup rapat pintu ruangannya dan menghampiri aku.
"Lain kali kalau mau begitu jangan di kantor," sindir aku.
"Apa sih, dia tiba-tiba masuk ke dalam!" Yunki masih agak kesal.
"Tiba-tiba masuk ke dalam tapi di biarkan saja ya sama saja seperti kau juga menginginkan dia datang ke sini," sinis aku lagi dengan ketus.
"Apa kau cemburu?" tanya Yunki.
"Buat apa aku cemburu? itu hak mu mau pelukan dengan siapapun tapi aku cuma tidak mau kakak Yura sedih melihat kau begitu," ucap aku sambil mendorong stroller.
"Kau mau langsung pulang?" tanya Yunki.
"Ya!"
"Sudah makan?" tanya Yunki seperti wartawan karena banyak tanya.
"Sudah, tadi kan sudah di bilang kalau aku sudah makan!"
"Ya sudah jaga anak-anak aku dengan baik!" perintah Yunki.
"Tidak usah di suruh juga pasti aku jaga dengan baik!"
"Besok libur?" tanya Yunki lagi.
"Iya, kemarin kan aku bilang kalau aku masuk senin sama kamis aja, kau lupa?" tanya aku yang sedikit kesal.
"Ya aku nanya saja tapi kenapa nada kau begitu?" Yunki menatapku sinis.
"Sudah ya, aku mau pulang saja capek!"
"Tunggu di depan pintu masuk, nanti supir mengantarkan kalian pulang."
"Aku bisa naik ..." ucap aku yang belum selesai.
"Tidak usah membantah dan nurut aja apa kata aku!"
"Ya sudah aku pulang, bye!"
Aku langsung pergi begitu saja keluar ruangan sambil mendorong stroller.
"Pasti Yuna bakal mikir yang aneh-aneh tentang Nara tadi," batin Yunki sambil mengusak rambut dengan kasar.
***
Beberapa menit kemudian aku dan kembar sampai rumah lalu aku langsung melangkah menuju kamar kembar dan memindahkan kembar ke ranjangnya.
"Anak ibu tidak melihat apa-apa kan tadi di kantor ayah?" tanya aku yang mengajak kembar ngobrol.
Kembar hanya diam saja tidak ada ekspresi apapun.
"Haish ngapain juga aku ajak mereka ngobrol lagi pula mereka tidak paham," ucap aku sambil geleng-geleng kepala.
Tiba-tiba kembar nangis lalu aku panik dan mencari botol susu untuk memberikan susu pada kembar.
"Apa aku lupa bawa botol susu," batin aku.
Aku langsung menelepon Yunki dan ia langsung menjawab telepon aku.
(Di telepon)
Yunki: ada apa?
Yuna: di sana ada botol susu kembar enggak?
Yunki: bentar
Yunki sambil mencari botol susu kembar, dan.
Yunki: ada nih, kenapa kau bisa lupa?
Yuna: kau juga kenapa tidak kasih tau aku?
Yunki: hem, di lemari dapur dekat kulkas ada botol susu baru dan sebaiknya pakai itu saja!
Yuna: ya sudah, kalau memang ada botol susu yang baru kenapa enggak bilang dari tadi sih!
Aku langsung mematikan telepon itu dan melangkah menuju dapur lalu membuat susu untuk kembar, setelah selesai membuat susu kembar. Aku kembali ke kamar kembar dan memberikan susu pada kembar lalu kembar mulai tenang dan tidak menangis lagi.
"Anak ibu haus ya?" tanya aku sambil menatap kembar.
"Minum susu yang banyak biar kenyang dan lekas besar, biar kita bisa jalan-jalan bareng," ucap aku lalu tersenyum pada kembar.
Perlahan-lahan kembar tidur lalu aku melepaskan botol susu itu dan menyimpan di meja kamar kembar. Aku melangkah keluar dan menuju kamar untuk ganti pakaian dan rebahan.
Sampai di kamar. "Lelah hari ini," ucap aku sambil membaringkan tubuh di atas kasur.
Jam 19.00.
Yunki baru sampai rumah lalu ingin duduk di sofa ruang tamu, namun ...
"ASTAGA!" Yunki kaget melihat aku duduk di ruang tamu dengan pakaian serba putih dan rambut terurai.
"Enggak usah lebay," ucap aku sedikit sinis. "Apa setiap hari kau pulang jam segini?" tanya aku lalu menatapnya.
"Tidak, aku hanya aku lagi ..." ucap Yunki belum sempat selesai.
"Lagi bermesraan lagi dengan wanita tadi?" sindir aku. "Lanjutkan saja karena di rumah ada aku yang menjaga kembar," ucap aku lalu melangkah pergi namun tanganku di tahan Yunki.
"Kenapa kau curiga gini?" tanya Yunki lalu menatapku. "Kau kenapa?"
"Enggak apa-apa," jawab aku lalu melepaskan tangannya. "Kalau lapar langsung makan saja," sambung aku.
"Kau masak?" tanya Yunki melangkah di depan aku.
"Tidak, kalau kau lapar ya masak sendiri tapi aku tadi pesan chicken karna lama menunggu dirimu," jawab aku.
"Aku pikir kau masak untuk aku," ucap Yunki seperti berharap di buatkan masakan oleh diriku.
"Tidak bisa masak aku."
"Belajar masak dan jangan hanya bisa makan doang," ucap Yunki sedikit sinis lalu melangkah masuk ke dalam dengan cepat.
"Kenapa ucapanmu menyakiti aku!" teriak aku lalu berlari menghampiri Yunki.
Saat aku mau berhadapan dengan Yunki namun kaki aku tersandung dengan kakiku sendiri dan hampir terjatuh, namun Yunki merangkul pinggangku dan menariknya hingga wajah kami berhadapan dengan sangat dekat. Akhirnya aku tidak jatuh namun jarak wajah kami sangat dekat kira-kira hanya berjarak 3cm, kami saling menatap tanpa berkedip.
"Ya Tuhan tampan sekali lelaki ini kalau di lihat dari dekat," batin aku dengan denyut jantung yang tidak karuan.
"Ada apa dengan jantung aku? sepertinya ada yang salah," batin Yunki.
Ting tong.
Ting tong.
Ting tong.
Bunyi bel berkali-kali namun mereka tidak menghiraukannya.
"Pantas saja tidak dengar ada suara bel," ucap tuan Pratama yang sudah berdiri di belakang kami.
"Lanjutinya di kamar saja," goda nyonya Pratama.
Seketika Yunki melepaskan tangan yang ada di pinggangku lalu aku langsung jatuh ke lantai.