Chapter 11 - 10. zaki

Ku buatkan wira roti bakar untuk sarapan. Sementara menunggu dia mandi.

Tak lama derit suara pintu kamar mandi dibuka. Itu artinya dia memang sudah selesai mandi, namun aku tidak menoleh untuk melihatnya. Tiba tiba dia segera mencium pucuk kepalaku. "Pagi, sayang," sapa nya lembut.

"Pagi," sahutku masih sibuk dengan sarapan yang hendak ku buat untuk kami berdua.

"Oh iya, nanti jadi, kan lihat rekaman cctv?" tanyaku mengingatkan nya.

"Iya, jadi. Aku udah kabarin Pak Sentot kok kalau kita mau lihat cctv. Mending pagi aja, Nay. Sebelum kelas dimulai," saran Wira sambil duduk di kursi depan ku.

"Oke."

Walau dalam hati rasanya aku sudah mendapat satu nama yg kucurigai, namun aku tetap harus melihat dengan mata kepalaku sendiri.

Apakah benar dia yang melakukannya atau bukan?

Selesai sarapan, kami lalu berangkat menuju kampus.

Sebelumnya aku sudah janjian ketemu di depan ruangan cctv dengan Rani.

Setelah wira memarkirkan kendaraan nya, kami berjalan ke ruang cctv itu.

Wira menggandeng tangan ku erat, tanpa peduli pandangan orang orang pada kami. Makin hari dia makin posesif pada ku. Seperti ingin menunjukkan pada seluruh kampus, kalau kami ada hubungan spesial. Padahal aku justru malu, bukan malu karena menjadi kekasihnya, tetapi karena tidak terbiasa menjalin hubungan dengan seorang pria, seperti Wira. Aku bahkan baru pernah berpacaran setelah aku sebesar ini sekarang. Hanya saja kalau membahas tentang pria yang ku sukai, memang dulu pernah mengalaminya. Tapi untuk komitmen, belum. Baru dengan Wira saja.

Dari kejauhan, aku melihat Rani sedang berdiri dengan Dewa di samping nya.

Semoga Wira dan Dewa tidak akan berkelahi nanti. Aku agak cemas. Apalagi melihat tatapan sinis keduanya, yang seperti ingin sekali baku hantam jika bertemu. Entah ada dendam apa di antara mereka berdua, hingga sama sekali tidak dapat disatukan.

"Nay," sapa Rani.

"Sorry, ya, lama?" sahutku lalu memeluk Rani.

"Baru aja kok."

"Ya udah, masuk yuk," ajak Wira pada kami.

Sampai di dalam kami bertemu pak Sentot, kepala keamanan kampus. Sepertinya Wira sudah kenal baik dengan beliau.

"Sebentar ya. Saya cek dulu," kata pak Sentot lalu mengutak atik komputer di depan nya.

Kami melihat dengan seksama. Setiap detil menit membuatku tidak ingin mengedipkan mata. Memastikan jangan sampai ada yang terlewat dari bukti rekaman cctv tersebut.

Akhirnya momen itu pun terjadi, saat kejadian itu kami melihat seorang pria pakaian serba hitam. Topi hitam dan kaca mata hitam, masuk kelas ku dengan mengendap endap.

Dia terlihat mencurigakan, karena gelagatnya seperti pencuri saja. Saat kondisi ruang kelas sepi, ia meletakkan sesuatu di mejaku. Yah, itu pasti surat yang aku terima kemarin. Saat kuamati lebih jelas, aku terkejut. Sampai sampai aku menekan dada ku karena tiba tiba ada rasa nyeri di dadaku yg teramat sangat.

Pandangan mataku memburam.

"Nay! Nay! Nayla.." Suara jeritan mereka terdengar nyaring, kemudian samar hingga akhirnya semua menjadi gelap.

Wira memegang ku lalu membopongku keluar. Aku memang tidak sadarkan diri, tapi suara di sekitar masih dapat terdengar jelas olehku saat ini. Suara nafas Wira, membuatku yakin kalau dia lah yang membawaku pergi ke sesuatu tempat. Sementara itu langkah kaki dua orang yang sepertinya Rani dan Dewa, terdengar terus mengikuti kami.

Wira membawa ku ke taman dekat kelasku, karena perlahan pandangan ku mulai kembali normal. Dia membaringkan ku di kursi yg ada di bawah pohon. Mereka bertiga mengerubungi ku.

Pikiranku masih menerawang.

'Ternyata benar dia. mau apa dia kembali?' tanyaku dalam hati.

"Nay, kamu nggak apa apa kan?" tanya Rani khawatir.

Aku diam saja tidak menjawabnya. Bukannya aku tidak bisa menjawab pertanyaan sederhana itu, tapi pikiran ku seakan akan belum kembali dalam sebuah kesadaran penuh.

"Lebih baik kalian balik kelas aja. Biar Nayla aku yang urus," kata Wira.

"Ya udah, titip Nayla ya kak.

Nay... Aku balik kelas ya. Kalau ada apa apa kamu kabarin aku," kata Rani lalu dia mengecup keningku, dan pergi dengan Dewa.

Wira menggenggam tanganku erat. Aku yakin tanganku dingin. Aku sedikit menggigil. Padahal matahari ada di atas sana. Walau ini masih terbilang pagi, tapi udara tidak terlalu dingin.

Wira menggosok gosokan tanganku agar lebih hangat. Lalu meletakan di pipi nya, sesekali dicium nya tanganku sambil terus menatapku dalam.

"Dia siapa, Nay?" tanyanya setelah lama tidak ada obrolan.

"Dia... Zaki. Aku sama Zaki dulu sahabat dari kecil. Kita akrab banget. Dia baik banget sama aku. Sering nolongin aku kalau ada yg jahat sama aku, sering bantuin aku dalam banyak hal, dan kami terus tumbuh besar, hingga persahabatan kami terus terjalin.

Sampai sampai, tanpa sadar aku jatuh cinta sama dia.

Suatu hari, aku beraniin diri buat bilang kalau aku sayang sama dia melebihi sahabat.

Tapi reaksi nya sungguh di luar dugaan. Dia malah berubah. Dia jadi kasar. Dia jadi suka marah marah sama aku. Bahkan dia bilang kalau dia gak mau ketemu aku lagi. Dia berubah, entah kenapa. Sejak saat itu, dia menjaga jarak sama aku. Beberapa kali aku lihat dia jalan sama perempuan lain. Dia jadi sering banget gonta ganti cewek. Dia bener bener berubah.

Terus mamah ku cerita, kalau dia sering gonta ganti cewek untuk tumbal. Dia mempelajari ilmu hitam tertentu, tapi harus menyerahkan tumbal 3 bulan sekali, dan itu harus perawan. Gosip ini udah menyebar di lingkungan tempat tinggal kami. Semua orang tau itu.

Zaki diusir dari rumah nya oleh warga, karena takut memberikan dampak buruk ke yg lain. Dan aku udah lama banget gak ketemu dia.

Gak nyangka aja, dia tiba tiba muncul. Dengan kondisi seperti ini. Sekarang aku justru takut," jelas ku panjang lebar.

Wira dengan setia terus mendengarkan penuturan ku.

"Kamu jangan takut. Aku gak akan biarkan dia melukai kamu lagi," katanya.

Akhirnya, kami masuk kelas, Wira juga karena selama 1 semester ini, dia menjadi asdos ku. Yang tentunya akan membuat kami terus bersama sama selama beberapa waktu ke depan nanti.

Saat di kelas, aku menjadi murung. Tidak seperti biasanya. Wira yg tau perubahan sikapku hanya menatap ku iba.

Dan pelajaran kali ini dibubarkan setengah jam sebelum waktunya.

"Oke. Kita lanjutkan lagi besok ya. Saya ada urusan," kata wira mengakhiri penjelasan nya.

Sontak semua teriak senang lalu segera keluar kelas.

Aku masih duduk dan membereskan buku ku dengan pelan. Wira mendekat lalu membantuku membereskan buku ku dan memasukan ke tas ku. Dia lalu menggandengku keluar kelas menuju motor nya.

Aku hanya diam dan mengikuti saja apa yg akan dia lakukan.

Selama dalam perjalanan, aku hanya diam sambil menenggelamkan wajahku di punggungnya lalu memeluk Wira erat.

Kami akhirnya sampai di rumah wira.

"Kok ke sini?" tanyaku yang tanpa sadar malah di bawa ke rumahnya, bukannya pulang ke kost ku.

"Mulai hari ini,kamu tinggal sama aku. Biar kamu aman. Aku yakin Zaki pasti nyari kamu sampai kos," katanya dengan ekspresi dingin lalu menarik ku masuk ke dalam.

Sampai di ruang tengah, Wira segera ke dapur membawakan ku minuman. Setidaknya dia mencoba melakukan yang terbaik untukku. Tiba tiba pintu rumah wira diketuk. Wira keluar dan kudengar seperti ada orang ngobrol.

Aku rebahkan badanku di sofa sambil kupejamkan mata. Rasanya lelah sekali.

Aku berharap kalau aku sedang bermimpi, dan nanti terbangun dengan keadaan yang berbeda dari ini.

Aku tidak ingin Zaki kembali lagi ke dalam hidupku.

~~~~~~~~~~~~~~~

Kurasakan tubuh ku hangat. Ternyata ada selimut yg menutupi badanku.

Wira yg ada di depanku lalu mendekat dan jongkok di sampingku.

"Gimana? Udah enakan ?" tanyanya lembut.

Aku mengangguk dan mencoba untuk duduk. Wira tersenyum hangat.

Malam ini wira yg memasak. Ternyata dia jago juga, masakannya enak.

Aku saja lahap sekali makan.

"Masakan kamu enak banget," kataku masih dengan mulut penuh makanan.

"Kamu mau aku masakin terus?" tanyanya.

"Maauu"jawabku semangat.

Wira tertawa.

"Oh iya, Nay... Kamu jangan pergi pergi tanpa aku mulai hari ini!!" katanya serius.

"Kenapa?"

"Aku yakin, zaki sedang mencari tumbal. Aku takut dia mengincar kamu."

"Kok kamu bisa ngomong gitu?"

"Aku nyuruh orang buat nyari tau siapa yg kirimin kamu surat, dan benar kata kamu, kalau dia Zaki. Zaki udah lama mempelajari ilmu hitam. Dia selalu membutuhkan tumbal agar dia selalu kekal abadi dan tidak bisa mati."

"Ilmu apa itu? ada ilmu begituan di jaman modern ini?"

"Ya ada lah, Nay. Tapi gak semua ilmu kayak gitu pasti hitam..ada juga yg putih, dengan melakukan tirakat, puasa berbulan bulan dan hal lain nya, dan terus minta pada Tuhan. Tidak harus bersekutu dengan jin untuk mendapat kekekalan hidup."

Jawaban wira sungguh panjang, seolah olah dia sangat paham dengan hal ini.

"Kamu kok bisa tau banyak ?" tanyaku penasaran.

Dia hanya tersenyum lalu mengacak acak rambutku.

Hmm,kebiasaan deh..

Praaanggg!!

Terdengar seperti kaca jendela pecah.

Wajah wira seketika berubah.

Dia beranjak menuju asal suara tadi.

Karena makananku belum habis, aku meneruskan makan.

Apa ada yg melempar kaca depan rumah wira? siapa?

Deggg!!

Zaki??

Entah kenapa aku merasa ini adalah perbuatan zaki.

Aku berhenti makan, dan berniat untuk menyusul wira ke depan.

Namun tiba tiba ada yg menutup mulut dan hidung ku dengan sebuah sapu tangan yg baunya sungguh tidak enak.

Seketika tubuhku lemas. Lama lama pandangan mataku mulai memburam.

Dan kemudian semua menjadi gelap.