Citra melirik ke kiri dan ke kanan. Dia sepertinya sedang mencari seseorang yang sudah tiga jam dari bukanya toko, apa terlambat? Citra merasa bingung. Tidak biasanya juga sosok itu sampai terlambat hingga berjam – jam. Citra mulai merasa risau.
"Heh, Citra! Lo di sini malah ngelamun, sono ke belakamg banyak roti yang harus di angkut." Reno menyadarkan cewek itu dengan suaranya. Citra menoleh cepat dan hanya mengangguk saja tanpa berniat untuk menjawab dari mulutnya langsung.
Reno merasa heran. Tidak biasanya cewek itu terlihat jutek, biasanya sering menjawab dengan semangatnya.
"Dia lagi sedih, ya?" Gumam Reno yang berakhir mengedikkan bahu acuh. "bukan urusan gue."
Citra melakukan apa yang Reno katakan tadi. Dia membawa keranjang yang penuh dengan roti yang baru saja di kemas, Citra membawanya memasuki toko kembali. Roti tersebut di pajang langsung di depan toko depan kaca besar, supaya pelanggang merasa tergiur, apa lagi jika ada rasa baru di sana. Selain enak dan lembut berbagai varian hanya ada di toko roti itu. Tidak ada yang bisa menyainginya, toko lainnya hanya membuat varian yang sama setiap harinya. Maka dari itu toko tersebut semakin hari lebih banyak pengunjung, Reyna terkadang juga kualahan saat tidak ada yang membantunya, karena Citra juga sibuk di bagian kasir.
"Reyna, apa tidak masuk kerja? Aku belum liat batang hidungnya dari pagi tadi." Citra bergumam sendiri saat masih meletakkan berbagai roti di tempatnya masing – masing. Dia menghela napas gusar, kemudian mengambil ponselnya dari saku dan mencari nomor Reyna, kebetulan dia meminta saat sudah mengenal sedikit dekat. Citra takut jika anak gadis itu terjadi apa – apa saat di perjalanan atau di rumahnya mungkin. Tiba – tiba tanpa ada kabar atau surat izin dia menghilang seperti di telan bumi.
Citra merasa khawatir. Dia harus mencari atau tidak menghubungi juniornya itu. Citra tidak tenang, apa lagi sampai tidak ada kabar sedikit pun. Kemana anak itu? Padahal sekarang Citra sedang mebutuhkannya seperti biasa. Tetapi justru Reyna yang tidak menampakkan dirinya sekarang membuat Citra kepikiran.
"Apa yang terjadi tadi malem?"
******
Reyna memandang ke luar rumahnya di depan jendela kamar. Dia sudah di tegaskan untuk tidak lagi bekerja di toko roti oleh sang Papa. Reyna jelas sebal dan tidak terima, padahal baru satu mingguan dia berada di sana. Papa nya yang tidak ingin membiarkan pulang larut lebih memeringatkan. Dia tidak bisa diam saja dengan perasaan yang mulai kacau. Reyna tidak mungkin juga kabur dari rumahnya saat Baskara tidak di rumah. Dini setengah hari berada di butik. Reyna bisa saja bekerja setengah hari juga, namun dia harus siap dengan teguran dari Bos nya.
Bagaimana bisa Reyna menghubungi Citra, seniornya? Ponsel bahkan laptop dan semua gadget nya justru di sita oleh Bas, membuat Reyna bosan sendirian di rumah tanpa berbuat apapun. Dia ingin sekali pergi ke tempat kerjanya sekarang, walau waktunya memang sudah tidak ada lagi karyawan yang datang saat sudah tengah siang. Reyna malu juga jika besok tidak lagi masuk bekerja.
Belum satu bulan sudah melanggar satu peraturan. Bagaimana dengan setelahnya? Apa Reyna bisa melakukannnya sendiri? Sekarang saja dia hanya diam dan menuruti peringatan dari Papa nya. Lalu bagaimana dengan pekerjaannya juga? Apa kedua orang tuanya sudah tidak lagi mengijinkan puterinya untuk bekerja? Reyna pasti semakin sedih dan kesepian jika hanya di rumah kembali dengan masa rebahannya saja.
Padahal Reyna niat untuk bekerja karena tidak ingin mendegar sungut dari tetangganya itu. Kenapa Papa nya tidak mengerti juga? Reyna sudah pernah atau bahkan hingga sering bercerita tentang dia yang selalu menjadi bahan gosip oleh Ibu – Ibu kurang kerjaan itu. Reyna sampai tidak habis pikir. Apa tidak ada bahan lain untuk di jadikan faedah? Seperti mencuci pakaian yang lupa di taruh deterjen atau memasak kurang bumbu. Banyak olahan mulut juga jika saja tidak harus membicarakan orang lain.
"Gue harus lakuin apa emang? Baca buku? Biasanya juga main game di hp." Dengus Reyna yang sudah merasa sebal. Sebelumnya Reyna menonton siaran televisi sampai habis dua toples cemilan. Dia saja sampai tidak sadar saking tidak ada kerjaannya.
Reyna menghela napas kasar saat semua cemilan di mejanya memang terasa lezat, membuatnya tidak ingin berhenti memakan semuanya. Beruntung dia melihat toples di hadapannya, jika tidak? Mungkin saja semua toples itu akan kosong karena ulah tangan dan mulut Reyna.
Tubuhnya lagi – lagi berguling di atas kasurnya. Reyna benar – benar jenuh, kapan Mama nya akan pulang? Rasanya Reyna sudah seperti di kurung di menara tertinggi seperti, Rapunzel. Tapi sayangnya dia manusia, bukan tokoh animasi atau kartun Disney. Reyna ingin keluar dan bertemu dengan Citra. Sehari saja tidak melihat wajah ceria karyawan seniornya itu membuat Reyna sedikit merindukan sosoknya. Dia ingin mencontoh saat hatinya yang selalu saja melembut. Sering di perintah oleh Reno 'pun tetap masih saja mengulas senyuman.
Reyna sampai bingung. Citra itu benar hanya gadis biasa atau memang sudah di rasuki malaikat? Begitu baik dan tidak pernah sekalipun emosi. Sepertinya hanya Reyna saja yang selalu kesal pada sikap seniornya itu. Selain yang sering memerintah tanpa ucapan lembut. Kenapa orang seperti Reno mendapatkan posisi yang membuat Reyna heran? Cowok itu sangat di percayai oleh Bos nya karena tegas dan bertanggung jawab selain semangat dengan pekerjaannya.
Padahal Citra juga tidak ada bedanya. Hanya saja Citra perempuan, mungkin tenaganya tidak melebihi dari laki – laki. Namun jika semangat dan bersungguh – sungguh justru Citra juga begitu semangat dengan pekerjaan pertamanya itu. Reyna yang masih baru saja sudah melihat bagaimana kegigihan dari cewek itu.
Citra pantas menduduki jadi wakil yang di percayai di sana. Reyna akan mendukung juga jika saja memang ada aturannya seperti itu. Sayangnya memang dari awal tidak ada peraturannya yang begitu.
Reyna meluruskan kedua kakinya sambil terus membuang napas kasar.
"Kak Reno, bakal ngeuh ga, ya? Kalo misalnya gue ga masuk kerja tanpa pamit sebelumnya atau izin? Gue pasti bakal kena hukuman besok kalo ketahuan sama dia." Reyna cemas juga sedikit takut. Bagaimana pun juga dia yang salah. Tidak sempat dulu memberitahu kedua orang tuanya sebelum mengerjakan perintah Reno.
Seniornya sudah tentu tidak ingin di bantah. Reyna dengan cepat turun dari atas kasurnya saat pintu depan di ketuk, sepertinya Mama Reyna sudah pulang. Reyna tidak sabar juga ingin mengajak sang Mama untuk pergi, jika tidak dia yang izin tanpa sepengetahuan Baskara.
Dengan ceria Reyna semangat membuka pintu sambil berucap tanpa ada salaman lebih dulu dari luar, "Iya, Ma!"
"Maaf. Saya bukan Ibu kamu."