Dini menggigit bibir bawahnya sambil berjalan lawan arah. Dia tidak karuan dengan perasaannya yang terus berpikir negatif, terlalu tidak ingin kehilangan, itu kata paling tepatnya.
"Sayang. Kamu bisa 'kan duduk di sini? Kita do'akan bersama." Bas tidak tega. Melihat istrinya yang gelisah di hadapannya membuat Bas merasa bersalah juga.
"Ini juga karena kamu!" Dini sedikit memekik, dia sudah bercucuran air mata yang cukup deras membasahi kedua pipinya. "aku beneran kecewa, Bas!"
Baskara menjadi serba salah, sekaligus dia yang merasa sesal karena tindakannya. Sudah tahu jika puterinya sendiri di rumah, mereka meninggalkan Reyna sendirian di sana. Dengan tega dan tidak berperasaan.
"Aku janji akan melindungi dia. Tapi kamu jangan seperti ini." Bas meminta, menatap Dini yang sama sekali tidak menanggapi.
Mama Reyna tidak balas menatap. Untuk sekarang ini pikirannya hanya puterinya seorang, bukan mempercayai ucapan sang suami. Dini mengingat kejadian yang membuatnya tidak bisa menahan tangisan. Reyna tergeletak tak sadarkan diri dengan darah yang keluar dari dahinya. Belum Dini ketahui lebih jelasnya, namun dia melihat ada jejak kaki yang tersisa di sana.
Dini yakini ada orang asing yang telah berani membuat Reyna terluka sampai begitu parah. Tetapi siapa di balik semuanya? Dini harus segera mencari tahu. Dia akan pastikan orang itu tidak akan pernah tenang karena sudah membuat anaknya terluka.
Bas menolehkan kepalanya saat pintu ruangan UGD terbuka, menampakan dokter yang terdengar helaan napas halus.
"Dokter, bagaimana keadaan puteri saya?" Dini menyerbu segera saat baru saja Bas akan bertanya.
Dokter paruh baya itu tersenyum getir. "Dia sudah siuman, akan di pindahkan ke ruangan inap. Kalian tidak perlu khawatir." Jelasnya sambil melongos pergi.
Dini hanya melirik Bas dengan sorot tajam. Dua suster yang membawa Reyna sudah mulai menjauh, Dini mengejarnya langsung menggenggam lengan hangat Reyna. Anak itu terlihat memejamkan matanya. Walau sudah di atasi oleh dokter, Dini tetap saja masih cemas melihat lemahnya Reyna di atas bangsal rumah sakit.
"Sayang. Mama, akan selalu di samping kamu." Gumamnya mencium punggung tangan Reyna, Bas tetap saja mengikuti di sampingnya. Dia mana mungkin mau meninggalkan kedua perempuan yang begitu di cintainya. Bas mengerti bagaimana perasaan Dini sekarang.
"Reyna, bangun nak." Bas menatap Reyna yang masih saja menutup mata.
"Kamu lebih baik pulang saja." Dini menyuruh tanpa melirik sedikitpun suaminya. Dia masih marah mengenai kejadian yang menimpanya tanpa di duga.
Bas menunduk merasakan sedih, seakan semuanya memang salahnya. Apa yang bisa dia lakukan sekarang? Mungkin jika menurut saja istrinya tidak akan terus menyalahkan. Akan tetapi bukan Bas jika menurut begitu saja. Reyna adalah puteri satu-satunya mereka, bagaimana mungkin Bas dengan tega meninggalkannya dalam kedaan masih belum membuka mata.
"Aku tidak akan pulang. Tapi kalau kamu masih marah, aku akan menunggu di luar. Panggil aku kalau nanti ada yang di butuhkan." Ucap Bas sebelum akhirnya kaki dia mulai melangkah keluar ruang inap Reyna sekarang.
Dini sama sekali tidak menanggapi karena netranya masih saja memindai inci wajah puterinya yang sepertinya tertidur saat keluar dari ruangan UGD tadi. Dini terus mencium punggung tangan Reyna sambil tangan lain yang mengelus rambut Reyna penuh penyesalan. Jika dia mengetahui kejadiannya akan seperti itu, Dini tidak akan pernah mau untuk meninggalkan Reyna sendirian di rumahnya.
"Reyna, maafkan kami berdua.." Dini begitu tertusuk. Melihat Reyna yang di sayanginya tidak bergerak saat ini bertambah hatinya terasa sangat sakit. Karena Bas juga yang tidak mengijinkan lagi bekerja membuat anaknya menjadi korban. Dini yakini orang itu bukanlah buronan atau maling. Manusia biasa yang tidak menyukai anaknya? Atau tidak menyukai keluarganya? Jika begitu kenapa orang yang sangat tega itu tidak melukai Dini saja? Setidaknya itu yang bisa membuat Dini sendiri tidak terlalu mengkhawatirkan.
"Mama, minta maaf sayang."
******
"Citra." Reno memanggil sambil membawa buku di tangannya. "Reyna, kemana? Dua hari dia ga kerja tanpa ada alasan jelas. Lo deket sama dia, kan?" Dia bertanya tanpa ada basa – basi, Reno sudah di tanyakan oleh sang Bos tentang satu karyawannya yang tiba – tiba saja menghilang.
Cewek itu menggeleng pelan, lesu. Citra saja belum mengetahui bagaimana keadaan juniornya itu. "Kamu udah hubungi dia? Aku juga cari dia dari kemarin, tapi emang ga ada. Mungkin dia lagi sakit."
Reno mendelik sambil membuang napas kasar. "Itu anak emang nyusahin gue terus."
"Reno, aku minta tolong sama kamu." Citra mulai serius, "kamu kasih tau aku di mana dia kalau sudah di hubungi, ya? Aku khawatir banget." Dia sedikit memohon, meminta cowok itu untuk memberinya suatu info dari Reyna.
Reno sedikit berdecak. "Ck, iye." Jawaban singkat itu membuat Citra tersenyum lebar.
"Makasih banyak, ya." Citra memang masih berharap kalau Reyna baik-baik saja di luar sana. Entah dimana keberadaan anak itu, semoga saja selalu di lindungi Tuhan. Citra semakin resah dan khawatir dari kemarin, tidak ada rasa tenang dan merasa nyaman. Seolah Reyna memang sedang tidak dalam keadaan baik. Namun Citra terus berusaha untuk tidak berpikir negatif.
Semoga hanya perasaannya saja.
"Lo punya nomor keluarganya ga?" Reno kembali bertanya saat dia terus mendengus karena nomor Reyna tidak aktif.
Citra menghela napas berat. "Reno. Kalau aku tau, ngapain juga minta kamu untuk hubungin."
Reno mendadak bodoh. Ucapan Citra memang benar, Reno terlalu di buat sebal oleh junior satu itu sampai mendadak ngebug. Cowok itu menghentakan kakinya kesal sambil melongos pergi meninggalkan Citra. Dia akan memberitahu Bos nya mengenai hal ini.
"Kalau hp dia ga aktif. Reyna, apa masih di luaran?" Citra berpikir sejenak, sedikit mengingat saat terakhir kali dia meninggalkan Reyna di halte untuk menunggu angkutan biasanya.
"Reyna ..., ga sampai di culik, kan?" Pikiran itu kembali terlintas. Citra kian cemas, memang siapa lagi yang mengkhawatirkan Reyna selain dirinya di sana? Citra harus mencari Reyna sampai ketemu, bagaimana pun caranya nanti dia harus bisa menemukan Reyna. Citra sering kali bilang untuk menjaga anak cewek itu.
Lalu?
Bagaimana bisa Citra sampai melupakan untuk meminta nomor Reyna yang selalu aktif? Setelah ini Citra harus melakukan apa? Jika dia memohon bantuan dari Reno untuk mencari, sudah jelas akan di tolak mentah-mentah. Reno tidak akan pernah peduli atau bahkan mencampuri. Sekalipun Bos yang menunggu info atau kabar dari satu karyawan barunya itu. Reno memang tidak pernah ambil pusing dalam hal seperti sekarang.
Cowok itu selalu ingin jalan yang menurutnya mudah saja.
"Reyna. Kamu udah buat aku merasa sangat bersalah sekarang."