Tengah hari di Singgahan begitu menyenangkan. Panasnya membuat sesak ruangan kecil dengan jendela kamar yang mungil. Akan sangat nikmat rasanya kalau bisa merebahkan tubuh dengan kipas angin.
"Ah, kayanya aku ke tempat jemuran aja. Menikmati angin di tempat itu pasti menyenangkan." Ucap Ziya dalam hati.
Diya pun keluar dari kamarnya, kemudian berjalan ke arah ruang TV dan membuka pintu menuju jemuran khusus penghuni lantai dua. Beberapa pakaian menggantung menghiasi setiap tali yang menjulur panjang. Beruntung di tempat itu, pak Uus menyediakan kursi goyang berukuran kecil terbuat dari karet.
Ziya duduk menikmati angin panas di tengah hari. Matanya terpejam lenyap dalam imajinasi. Sesekali angin menghempaskan udara segar tepat ke wajahnya. Lalu membawa dirinya terlelap dalam sekejap hanyut dalam rasa yang gamang.
Namun selang beberapa menit dia terpejam, terdengar gelak tawa anak gadis, sehingga membangunkannya. Rupanya penghuni kosan baru hampir semua menempati lantai dua. Sedangkan di lantai satu, isinya senior semua. Ada niatan dalam hatinya untuk segera bangun dan berkenalan dengan mereka, namun dia belum cukup memiliki keberadaan untuk memulai. Maka melanjutkan merajut mimpi ditengah hari menjadi sebuah pilihan yang diambil.
Matanya memang terpejam, tapi telinga masih mendengar jelas suara bahagia para calon mahasiswa baru. Namun entah mengapa Ziya merasa kehidupan tidak akan baik-baik saja. Gelak tawa bahagia mereka terasa berbeda, apa lagi dari cara mereka berbicara. Dari celah pintu dia melihat rupanya dia akan bertetangga dengan orang-orang yang senang mengumbar aurat. Ada ketakutan dalam dirinya bahwa dia akan terseret pada arus kehidupan mereka.
"Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinnya) mengenai pakaianmu dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap." (HR Bukhori 5534 dan Muslim 2628).
Mengingat hadist tersebut Ziya belajar bahwa ketika berteman ataupun bersahabat dengan orang baik, kemungkinan kita akan menjadi baik atau minimalnya kita mendapati kebaikan dari orang itu. Diya benar - benar ketakutan, dia takut perlahan lingkungan yang kurang kondusif itu menggoyahkan dimananya.
*****
Senja menghampiri kemudian dalam hitungan masa kembali meninggalkanmu, berganti dengan malam yang mencekam membuat hati meringis menahan kepedihan yang disebabkan oleh sahutan - sahutan jalang, juga balasan panggilan cinta Nya oleh gelak tawa tanpa rasa berdosa.
Tak terasa, sepertiga malam mengelus lembut mata yang hampir semalaman resah. Diya terbangun hingga cahaya cinta seorang hamba tertunduk pasrah. Subuh hari kembali sepi terasa, mushola kecil yang sudah disediakan pak uus tak ada yang mengisi. Jadi lebih baik dia shalat di kamar saja. Meski harus menggulung kasur terlebih dahulu tak mengapa baginya.
Kehidupan baru, lingkungan yang baru dan juga semuanya serba baru. Ziya harus menguatkan hatinya, berusaha menumbuhkan keyakinan bahwa sesuatu yang dianggapnya buruk akan memberikan pelajaran berharga baginya.
Ziya mengumpulkan semangat dan berusaha untuk positif feeling. Ziya memang membenci sifat mereka tapi tidak dengan orangnya. Dia tetap tersenyum saat berpapasan. Meski kadang dikata gadis aneh karena penampilan, tapi tak mengapa mereka hanya belum mengerti.
"Ayo berangkat." Ajak salah seorang teman kosannya yang agak tomboy tanpa perkenalan dulu.
Ziya hanya mengangguk sembari tersenyum mengikuti gadis itu. Ada harap di hari itu, semoga dia tak sendirian. Tapi saat semua mahasiswa baru berkumpul harapan itu pupus sudah karena ternyata dia sendirian.
Ziya merasa angkatannya menjadi antah berantah. Apakah harus dia pergi saja? Pindah ke kampus lain?