Han menyelinap masuk ke perpustakaan, memperhatikan keindahan seorang Ziya. Sesekali dia pun berusaha mengabadikannya dengan kamera.
Ujung ke ujung yang terhalang rak - rak besar berisi buku buku tebal. Mata masih memandang namun tak bisa berlama - lama karena kalau ketauan entah apa yang harus dikatakan Han pada Ziya. Sementara satu lelaki pergi, datang lagi lelaki lain yang memperhatikan.
Waktu itu Ziya hampir selesai membaca buku tebal yang memberikan sedikit pencerahan untuknya. Sebuah pemikiran yang harus diubah jika ingin menciptakan suasana kampus untuk lebih kondusif. Bukan dengan menutup diri, tapi dengan berbaur berada di dunia mereka tanpa kehilangan jati diri.
"Kalau hanya seperti inu, suasana kampus nggak akan pernah berubah. Harusnya aku memperbanyak jaringan, tapi harus mulai dari mana?" Ziya bergumam sendiri.
"Masuk UKM Komputer Brainware aja mbak." Seseorang nyeletuk tapi nggak keliatan batang hidungnya.
"Saya di sini mbak." Seseorang muncul dan mendekatinya.
"Heh? Astagfirullah...,"
"Maaf mbak, kenalin nama saya Deva mahasiswa TIK smester 5."
" Aku Ziya, dari PGSD smester 1." Memperkenalkan diri tanpa meraih tangan Deva.
Deva tersenyum melihat cara sederhana yang dilakukan Ziya. Dengan sedikit berbasa basi, Deva menjelaskan apa UKM CB itu dan bagaimana kegiatannya. Setelah Deva selesai menjelaskan, dia memberikan brosur dan meninggalkan nomor handphonenya untuk Ziya.
"Gitu aja ya mbak, nanti kalau butuh apa - apa hubungi aja lewat nomor itu. InsyaAllah UKM ini bakal bermanfaat banget."
"Oke siap."
Deva menjadi angin segar yang membawa solusi di tengah semerawutnya kehidupan kampus. Tanpa pikir panjang nanti dia akan masuk UKM itu.
Sementara waktu semakin cepat berlalu. Tak terasa sore sudah menyambutnya, pun dengan hujan yang turun secara tiba - tiba. Juga si pengagum rahasia yang ternyata masih setia memperhatikan dari sudut yang berbeda.
Han merasa sedikit terpantik api cemburu, karena belum apa - apa sudah ada yang lebih berani darinya. Terang - terangan mendekat.
Memandang hujan memang menenangkan, tapi jika terus berdiri di situ hari akan semakin gelap dan sepertinya hujan malah akan semakin deras. Menghela nafas, karena mau tak mau harus menerobos dinginnya hujan meski sedang terasa enggan.
Kaki mungilnya melangkah meninggalkan ruang perpus, menelusuri lorong - lorong kampus, sementara itu sepasang mata si pengagum rahasia terus memperhatikan dari kejauhan. Sesekali lelaki itu tersenyum melihat Ziya yang berusaha menutupi kepalanya dengan tangan padahal walau begitu dia akan tetap basah kuyup. Hingga terlihat di area parkiran Han masih menatapnya dari lantai atas.
Sebelum berlalu dari parkiran tetiba Ziya menoleh ke arah perpus. Dia melihat Han masih di sana, memejamkan mata, sembari merasakan tetes air hujan membasahi tangannya. Dia jadi teringat sesuatu.
"Bukanya ini waktu yang tepat untuk berdoa? Habis asar dan hujan pula." Dia sangat antusias.
Kakinya tak melangkah, dia terdiam dan mengarahkan wajahnya ke atas. Bersamaan dengan setiap tetes air hujan itu, sebuah harap membuncah.
Begitu indah pemandangan sore itu, dua insan saling menikmati hujan. Sama - sama mengucap harap meski entah itu harap yang sama ataupun tidak.
Hujan,
Rupanya bukan hanya mengalirkan air semata
Tapi juga mengalirkan kegundahan
Dingin
Membuat tubuhku terhempas dalam rasa malas
Tapi bukan hanya itu!
Mati hatiku lantaran membeku karenanya
Lalu bolehkah aku berteriak nanti,
Padamu wahai malam?
Tentang rasaku yang mengalir bersama hujan di sore hari.
Romantisme dikau hujan memudar bersama malam. Menjadikannya kegundahan berselimut "cinta". Sebuah perasaanku yang dihadirkan rasa sepi pada hati yang sendiri.
Ziya tak bisa tidur, tiba - tiba saja dia berpikir apakah Han waktu itu memperhatikan? Apakah dia merasa Ziya istimewa?
Maksud hati menyendiri karena tak mau terusik menjadi debu yang membuat mata berair. Tapi maksud hari membuatnya terusik oleh sepasang mata si pengagum. Tak bersua, tak berirama tak juga bertuliskan mesra, tapi bertenangkan diri menikmati hujan dengan membuncahnya harapan. Hati Ziya mulai terusik dan bertanya, apakah ini rasa suka?