Mika bergerak dengan gelisah, apalagi saat ia mendapati Arga yang hanya terdiam seribu bahasa dengan tatapan mata setajam elang yang tertuju padanya.
Setelah makan malam dengan keluarga Arga, kedua insan tersebut memutuskan untuk mampir ke taman.
"Mas, nggak ada sesuatu yang mau diomongin, gitu?!" tanya Mika ragu.
Arga masih tidak bergeming. Tatapan matanya, raut wajahnya, juga gerak gerik tubuhnya tidak berubah sedikit pun.
Mika mulai khawatir, ia mendadak menjadi takut jika saja Arga merasa sikapnya tadi keterlaluan pada keluarganya.
"Mas, sikapku tadi, keterlaluan ya?" tanya Mika ragu.
Arga sendiri hanya menggeleng pelan merespon ucapan Mika.
"Justru saya tadi salut banget sama kamu! Ini ya, satu-satunya orang yang berani sama mama itu ya papa! Nah ini, kamu calon mantu berani banget! Perlu diberi apresiasi!"
"Apresiasi? Mas, kamu ngeledek aku apa gimana? Kamu nggak marah kalau aku bersikap kayak tadi? Emang yang kayak tadi itu nggak kurang ajar menurut kamu?!" Mika melotot tajam sambil terus mengucapkan semua yang ada di pikirannya.
"Menurut saya, itu nggak bisa digolongkan sebagai tindakan yang kurang ajar! Kamu hanya menyuarakan pendapat kamu! Dan itu, masih wajar bagi saya! Malah bagus kalau kamu berani berpendapat seperti itu, berarti kamu bukan tipe orang yang akan termehek-mehek jika sedang disudutkan!"
Mika terkekeh pelan. Ia sempat khawatir jika saja Arga akan tersinggung, marah, dan merasa tidak terima karena ia bersikap seperti itu. Lega mendapati pria itu bersikap santai dan biasa saja dengan sikapnya.
"Syukurlah. Yah, biar Mas juga tahu kalau aku memang gitu orangnya, nggak bisa nahan buat nggak ngomongin apa yang aku pikirin! Jadi, besok kalau kita nikah, Mas nggak kaget!"
Arga tersenyum mendengar ucapan Mika. Gadis itu terlihat tidak jauh berbeda dengan Rian. Jadi, bagus untuknya karena ia akan memiliki teman untuk berbagi pikiran.
***
"Serius lo bilang kek gitu ke calon mertua lo?!" pekik Jessi tak percaya.
Dengan penuh percaya diri, Mika mengangguk.
Arga bilang, ia patut diberi apresiasi, jadi bukankah itu artinya ia melakukan sesuatu yang bagus?
"Wah, alamat rumah mertua bagai neraka!" celetuk Jessi yang langsung membuat Mika merengut kesal.
"Kamu lagi nyumpahin aku apa gimana?!" seru Mika setengah berteriak.
Sayang sekali, percakapan kedua gadis tersebut tidak sepelan itu hingga membuat beberapa kakak tingkatnya langsung menoleh dan memperhatikan mereka.
"Woi, anak baru! Lo berdua hilang ingatan apa gimana? Nggak inget ya kalau sekarang lagi OSPEK?! Atau kalian sengaja mancing keributan buat narik perhatian senior?! Caper, ha?!"
Baik Jessi maupun Mika langsung kicep begitu si kakak senior berambut kriting mendekat sambil mengomel panjang pendek.
Cantik-cantik mulutnya kek cabe! Apa pun yang diucapkan, pasti pedas! Begitulah si senior kriting di mata Mika dan Jessi.
"Udah selesai belum merangkai bunganya?!" sentak si kakak cantik bermulut cabe.
Jessi tersenyum pasrah, sementara Mika langsung mengangkat tinggi-tinggi rangkaian bunganya membentuk sebuah kalung.
"Nah, kalau sudah, sana pergi cari kakak senior yang namanya Angga Saputra! Kalungin bunga itu ke dia, habis itu ambil selfie sama dia! Jangan kembali kalau belum dapat selfie-nya!"
Mika langsung meneguk kasar ludahnya. Ingin rasanya ia mengomel dan menyumpah serapah pada si kakak keriting. Akan tetapi, mengingat ini adalah sebuah tradisi untuk mahasiswa baru, Mika pasrah saja.
Dengan berat hati, Mika berdiri dan menyeret karangan bunganya menjauh dari kelompoknya, dan juga si cabai keriting.
"Dasar cabe!" maki Mika pelan.
Mika melangkah gontai menuju taman, tempat di mana banyak sekali senior prianya sedang bercengkrama.
Namun, tiba-tiba saja Mika berhenti melangkah. Senyuman konyol terbit begitu saja di wajah cantiknya.
"Bego ih aku! Bisa-bisanya aku lupa siapa nama senior yang harus kutemui!" gumam Mika sambil menahan tawanya.
Mika segera mengirim pesan pada Jessi, dan menanyakan nama senior yang disebutkan oleh si kakak keriting tadi.
Beruntung Jessi cepat membalas, tak lupa ia sematkan emotikon mengumpat pada pesan yang ia kirim.
Mika langsung terkekeh pelan melihat emotikon tersebut. Gadis itu pun kembali melangkah, dan menghampiri salah satu gerombolan seniornya.
"Pagi, Kak! Permisi, mau nyari orang. Di sini adakah yang namanya Angga Saputra?" tanya Mika mencoba seramah mungkin.
Segerombol senior pria tersebut langsung menoleh dan menatap Mika lurus-lurus.
Bukan perempuan namanya, jika tidak salah tingkah saat diperhatikan begitu banyak seniornya seperti itu.
Mika mengambil napas panjang.
"Kalau tidak ada, ya sudah. Terima kasih, dan mohon maaf jika sudah mengganggu!" Setelah mengatakan itu, Mika bersiap untuk beranjak pergi.
"Tunggu!" seru salah seorang di antara mereka.
Mika menghentikan langkahnya, ia lalu segera berbalik dan menoleh ke arah suara yang telah menghentikan langkahnya itu.
Oh, Tidak! Kenapa makhluk tampan itu ada di sana?
"Lo ngapain nyari Bang Angga?" tanya Rian dengan raut wajah penuh selidik.
"Buat ngalungin bunga!" jawab Mika apa adanya.
Semua orang yang ada di sana langsung melongo mendengar jawaban gadis itu.
"Maksudnya?!" tanya Rian bingung.
"Ada yang naksir sama Kak Angga Saputra, tapi nggak berani ungkapin sendiri! Jadi dia minta aku buat nyampein rasa sayangnya lewat bunga ini!" Mika mengangkat karangan bunga ditangannya dan menunjukannya pada Rian.
Dikarenakan rasa kesal yang tak bisa terucap, Mika jadi mengucapkan sesuatu yang asal seperti itu.
Tapi, sepertinya tidak asal juga. Si kakak keriting menyuruhnya menemui Kak Angga, itu berarti si keriting sedang memikirkan Kak Angga, bukan begitu?
"Oh, kirain mau apa! Tuh, Bang Angga ada di bawah pohon beringin!" Rian menunjuk seseorang yang menggunakan hoodie berwarna abu-abu dengan sebuah buku di tangannya.
"Yang pake hoodie abu? Kamu yakin? Kamu nggak lagi nipu aku karena kemaren aku gituin mama kamu, 'kan?!"
Mika langsung menggigit pelan bibirnya. Ia merutuki betapa lancang mulutnya itu.
Di luar dugaan, Rian malah tertawa mendengar ucapan lancang gadis itu.
"Gokil lo! Gak sabar gue nunggu perdebatan lo sama nyokap lagi! Santai aja sama gue mah! Asal lo nggak selingkuh! Aman lo sama gue!"
Mika mengangguk cepat. Ia sangat mengerti apa yang Rian maksud. Pria itu akan mengawasinya agar tidak selingkuh di belakang Arga.
"Dia cewek lo, Bro?!" celetuk salah seorang di antara pria itu.
Rian dan Mika menoleh dengan kompak ke arah pria itu.
Bukannya mengklarifikasi hubungan mereka, Mika malah langsung berpamitan pada Rian untuk segera menghampiri Angga sebelum si senior tampan itu berpindah tempat.
Mika setengah berlari menuju pohon beringin yang cukup besar di tengah-tengah taman.
"Permisi, Mas Angga bukan?" tanya Mika sambil tersenyum.
Pria berhoodie abu-abu itu menutup bukunya, lalu mendongak menatap Mika.
"Kenapa?"
"Saya harus kalungkan bunga ini dileher Kakak! Sebentar saja, Kak! Mohon bantuannya," ucap Mika pelan.
Angga menghela napas berat.
"Siapa yang nyuruh lo?" tanya Angga dengan enggan.
"Lupa namanya, tapi kakak itu cantik, rambutnya keriting!" jawab Mika apa adanya.
"Lo tahu kenapa dia nyuruh lo kek gitu?!"
Mika menggeleng pelan.
"Mungkin dia naksir Kakak!" jawab Mika asal.
"Bego! Dia nyuruh lo karena dia tahu lo nggak akan berhasil ngalungin itu kalung di leher gue!"
Mika memputkan bibirnya kesal.
"Kenapa gitu, Kak?!"
"Karena gue alergi bunga!"