Mohon bersabar, ini cobaan.
Kalimat itu yang selalu Mika ucapkan setiap kali Arga menoleh ke arahnya dan tersenyum.
Mendapat senyuman manis dari pria panas yang begitu memikat, bukankah itu bisa disebut cobaan? Cobaan untuk hati dan mental Mika tentunya.
Arga berlari pelan menghampiri Mika yang masih setia menunggu pria itu bermain bola.
"Astaga, Mas! Jangan kayak gitu, bisa nggak?" pekik Mika sambil cemberut.
"Kayak gitu? Kayak gimana maksudnya?"
"Udah senyum-senyum, baju kayak gitu, keringetan pula! Ini otakku traveling jadinya!"
Arga masih tidak memahami ucapan Mika. Ia terus berpikir apa yang sebenarnya gadis itu maksud. Ada apa dengan baju dan keringatnya? Dan traveling?
"Kamu mau traveling? Kapan sekarang? Yuk, saya temenin!"
Mendengar ucapan Arga, Mika langsung cemberut.
"Mas Arga mau nemenin otak aku traveling? Dasar mesum!" Mika melempar sebuah botol air mineral ke arah Arga, dan beruntung pria itu bisa langsung menangkapnya.
Arga menggeleng pelan. Memangnya apa yang ia lakukan hingga Mika bisa berpikir bahwa dirinya mesum?
"Tadi kamu nyebut traveling, terus mau saya temenin! Bagian mana yang menjurus ke arah mesum?" tanya Arga begitu polosnya.
"Tahu, ah! Nggak usah dibahas! Mas udah selesai main bolanya?"
Arga mengangguk pelan.
"Kalau gitu, makan yuk! Aku laper!"
"Ya udah, yuk!"
"Mas ganti baju dulu!"
"Iya."
***
Arga menghela napas panjang melihat mangkuk bakso yang terletak di meja depannya.
Kenapa pilihan makanan Mika tidak pernah jauh dari makanan pinggir jalan yang tidak terjamin kehigienisannya?
"Kenapa dilihatin doang? Yuk makan, enak lho, Mas!"
"Kamu itu doyan banget ya sama makanan kayak gini?"
Mika mengangguk pelan. Makanan pinggir jalan memanglah favorite-nya. Dulu dirinya sering sekali makan makanan di pinggir jalan bersama ayahnya.
Ayahnya bilang, selain rasanya yang enak, mereka juga bisa membantu para pedangang di pinggir jalan mencari nafkah.
"Mas nggak doyan, ya? Kenapa? Ini nggak begitu berminyak, dan kalau pun Mas nggak suka micin, tinggal pesen aja sama abang baksonya buat nggak ngasih micin.
Arga menggeleng pelan.
Meski tidak suka, toh dia tetap baik-baik saja setelah memakan makanan seperti itu, jadi ya sudah, untuk apa diperdebatkan lagi?
"Saya pikir, bukannya lebih baik kalau pilih tempat makan yang sedikit lebih tenang? Kita jadi bisa mengobrol dengan santai." kilah Arga.
"Ngobrol di sini juga enak kok, Mas! Anginnya semilir, seger. Kalau di resto atau kafe, nggak ada angin, cuman dingin AC doang!"
"Ya udah, terserah kamu!"
Setelah mengatakan itu, Arga pun mulai menyuapkan kuah ke mulutnya.
Lumayan.
"Mas, kenal sama Ayu, nggak?" tanya Mika saat Arga mulai mencicipi baksonya.
"Ayu siapa?"
"Masa Mas nggak kenal, sih?" desak Mika.
Arga hanya menggeleng dengan cuek, sambil mengunyah bakso di mulutnya.
"Mas kenal pacarnya Robby?" tanya Mika lagi. Ia sungguh penasaran, sedekat apa mereka? Kenapa Ayu selalu mengatakan bahwa Arga adalah pria yang baik?
"Pacar Robby? Oh, yang tadi duduk di sebelah kamu itu? Saya tahu dia, pernah beberapa kali ketemu juga waktu Robby ngajak dia ke kantor. Tapi saya nggak tahu kalau namanya itu Ayu."
Ingin rasanya Mika menyemburkan bakso di mulutnya, dan tertawa keras. Tapi tentu saja ia tahan, karena takut itu akan mempengaruhi selera makan Arga.
Bukankah ini lucu? Atau miris? Entahlah. Saat Ayu begitu memuji Arga, tapi Arga sendiri malah tidak mengenalnya.
Sungguh, pria macam apa Arga ini? Kenapa dia sama sekali tidak terpengaruh dengan perempuan secantik Ayu?
"Kenapa muka kamu begitu?"
Mika menggeleng pelan, wajahnya pasti terlihat sangat aneh karena menahan tawa.
"Mas tahu nggak, kalau perempuan yang namanya Ayu itu satu universitas sama Mas?"
Lagi-lagi Arga menggeleng pelan.
"Robby nggak pernah cerita?"
"Enggak, selain main bola, kami itu ketemu kalau pas ada kerjaan yang harus didiskusikan aja."
Mika mengelus dadanya. Pria di hadapannya ini memang luar biasa!
***
Arga tersenyum saat memasuki kamarnya. Seharian bersama dengan Mika cukup menyenangkan, meski jujur dia juga sangat lelah karena terus menjawab pertanyaan gadis itu.
Arga sendiri memang bukan orang yang suka berbicara panjanh lebar. Talkless do more! Begitulah prinsipnya. Tapi, siapa sangka gadis manja seperti Mika mampu membuatnya terus bicara tanpa henti?
"Widih, yang habis jalan, happy banget!" seloroh Rian yang tengah duduk manis bermain game di kamarnya.
Tunggu, sejak kapan ada perlengkapan game di kamarnya?
"Ngapain lo di sini?"
"Itu, komputer di kamar gue mati! Jadi gue pinjem komputer lo!"
Arga hanya menggeleng pelan, dan merebahkan tubuhnya di tempat tidur.
"Terserah!" seru Arga sambil menarik bantal, dan meletakkannya di bawah kepalanya.
"Gimana kencan lo? Ada kemajuan?"
"Tahu dari mana kalo gue abis kencan?" sahut Arga dengan mata terpejam. Sungguh, ia merasa lelah.
"Tadi Mika posting foto lapangan bola di akun stargramnya. Kalau bukan buat nemenin lo, ngapain lagi dia ke sana?!" sahut Rian yang masih asik dengan game di hadapannya.
Tiba-tiba saja, Arga teringat sesuatu. Ia pun menegakkan badannya, lalu menghampiri Rian, dan duduk di dekat adiknya itu.
"Ri, gue agak nggak paham deh sama bahasa anak sekarang. Bisa lo jelasin nggak ke gue?"
"Bahasa apaan?"
"Traveling!"
"Jalan-jalan?" tanya Rian bingung.
"Awalnya gue juga ngiranya gitu, tapi kayaknya bukan!"
Rian menghentikan permainannya, lalu menoleh ke arah Arga.
"Coba jelasin lebih detail!"
Arga mengangguk pelan. Ia lalu menceritakan soal obrolannya dengan Mika di lapangan tadi.
Dan lebih aneh, karena Rian langsung tertawa mendengar cerita Arga.
"Kok ketawa sih lo?" pekik Arga kesal.
"Bang, gue itu tahu kalo lo itu kurang gaul! Tapi masa beginian aja lo nggak paham?!"
"Kok lo malah ngatain gue!"
"Di mata dia, dengan lo yang pake baju gitu, keringetan, dan segala macem itu, sexy! Bikin Melting! Terus, itu otak dia, udah ke mana-mana aja pikirannya bayangin lo! Paham nggak? Bisa-bisanya lo malah mau nemenin dia traveling! Mesum lo!"
Rian menjelaskan dengan sangat amat jelas. Dan itu langsung membuat Arga menepuk keningnya keras.
Bodohnya ia.
"Tapi nih ya, Bang! Gue kira si Mika polos banget gitu orangnya! Tahunya bisa traveling juga otaknya liat orang ganteng!" respon Rian sambil tersenyum aneh.
"Ya bagus! Berarti dia normal!" sahut Arga dengan entengnya.
"Lo sendiri gimana? Lihat dia, traveling juga nggak otak lo?" goda Rian.
Mata Arga langsung menajam, dengan begitu entengnya, tangan pria itu bergerak cepat menampol kepala adiknya itu.
"Nggak sopan lo!" ketus Arga.
"Ya gue, 'kan mau ngetes doang, lo normal nggak Bang? Bisa traveling nggak lo kalau lihat orang cantik!"
Arga menggeleng pelan. Ia tidak menghiraukan lagi ucapan adiknya yang semakin lama, semakin ngelantur.