Pesawat yang Dion tumpangi mendarat di kota Beijing pada malam hari. Ia di jemput oleh sopir yang disewa untuk menemaninya selama bertugas di Cina. Ketika dia keluar dari bandara, supir tersebut pun sudah menunggu kedatangan Dion di pintu keluar bandara. Dia menyambut kedatangan Dion dengan ramah tamah.
"Hello Mr. Dion, I am Chow who will accompany your journey while here," ucap driver memperkenalkan diri
"Oh hai, Mr. Chow Thank you, please help me while I'm here," ucap Dion meminta bantuan untuk mohon dibantu kepada supirnya.
"Of course Mr. Glad to help you. Then let me carry your suitcase. Now let's follow me the car is over there," ucap Mr. Chow sembari membawa koper Dion dan menunjukkan jalan ke mobil.
"Sure. Thank you," balas Dion seraya mengikuti langkah supir itu di belakangnya.
Dalam perjalanan, mereka juga sempat makan di sebuah restoran yang di rekomendasikan oleh driver. Restoran itu terletak di tengah kota Beijing. Restorannya unik, menyatukan peradaban milenium dan peradaban milenial. Setelah makan, mereka melanjutkan perjalanan menuju hotel yang sudah di reservasi sebelumnya.
Setelah sampai di hotel, Dion pun menyuruh drivernya untuk pulang. Dion juga bilang pada driver untuk datang pukul delapan pagi.
"Hello mister good evening, welcome to our hotel. Before that, is there anything we can help you with?" Sapa seorang resepsionis yang dengan sigap menyambut dan bertanya ada yang bisa mereka bantu kepada setiap tamu yang datang.
"Hello, I'm Dion. I want to stay here," balas Dion ramah.
"Have you made a reservation before?" Resepsionis bertanya apakah Dion sudah melakukan reservasi atau belum.
"Yes, here's proof of room reservation." Dion bilang bahwa Dion sudah melakukan reservasi dengan nama perusahaan
"I'll check it out in a moment" Resepsionis itu pun melakukan pengecekan data. "Ok, sir, it's registered in the name of Pak Dion from the More Games company. This is your room key, number 245 on the 5th floor. Then you will be escorted by our employees to your room."
Salah satu pegawai hotel pun mengambil koper Dion dan mengantarkan Dion ke kamarnya.
Setelah sampai di kamar, Dion segera membaringkan tubuhnya yang memang sudah lelah sejak tadi. Sepatu pun tidak dilepaskan. Dia berbaring sambil memandang langit-langit kamar hotel, tiba-tiba teringat bahwa ia belum mengabari kekasihnya bahwa sudah sampai di Beijing.
Dion pun segera mencari handbag dan mencari handphone di dalamnya. Dia segera menggeser layar handphone nya dan mencari kontak bernama Tatjana. Dion melakukan panggilan video kepada wanita itu.
Ttuutt-tttuutt-tttuutt
"Hai udah sampai hotel babe?"
"Sudah baru sampai. Cape juga nih."
"Ehhmm iya maaf ya gak bisa menemani kamu di sana."
"Gak apa-apa aku ngerti keadaan kamu. Ya udah aku mau tidur dulu ya aku takut kesiangan besok."
"Oke jadi gitu aja vidcall nya?" tanya Tatjana manja pada pacarnya.
"Iya aku vidcall cuma mau lihat muka sama dengar suara kamu aja. Sekarang sudah cukup aku istirahat dulu ya. Good night."
Pagi pun tiba, Dion bergegas bangun dari tempat tidurnya. Dia bergegas mandi dan segera mengenakan pakaiannya. Setelan jas warna abu tua yang dipilihkan oleh Tatjana. Setelah berpakaian lengkap. Dion pun tidak lupa menyiapkan berkas-berkas yang akan jadi bahan presentasinya kepada Mr. Lee Hwang. Pagi itu sudah menunjukan pukul 07.55 waktu setempat. Dion pun menerima telepon dari driver bahwa sudah standby dibawah. Setelah mempersiapkan semuanya, Dion turun ke lobi hotel. Driver sudah duduk menunggunya, sedang membaca majalah. Dion menghampiri supir itu.
"Good morning sir. We can go now?" Dion mengajaknya berangkat.
"Oh yes of course sir let," balas driver itu seraya berjalan ke mobilnya.
Dion pun sampai di depan kantor yang sangat luas. Luas halaman depan nya pun hampir setengah lapangan monas. Mr. Lee Hwang adalah seorang pengusaha obat-obatan tradisional yang dikemas secara modern. Namun selain itu, Dia juga gemar untuk berinvestasi kepada perusahaan-perusahaan start up seperti More Games. Dion pun masuk ke lobi kantor itu, dia di sambut oleh security disana.
"Sorry, sir, who do you want to meet?" tanya security dengan sopan. Tidak boleh sembarangan orang masuk ke kantor Mr. Lee Hwang.
"I'm Dion sir. I have an appointment to meet with Mr. Lee Hwang." Dion bilang bahwa Dion sudah ada janji untuk bertemu dengan Mr. Lee Hwang.
"Ok please wait here." Security menyuruh Dion menunggunya. Dia pergi ke meja resepsionis. Mungkin sedang menghubungi Sekretaris Mr. Lee Hwang. Setelah itu, security itu menghampiri Dion lagi. Dia menyuruh Dion untuk mengikutinya ke ruangan Mr. Lee Hwang.
Sungguh saat ini Dion sangat gugup bertemu dengan Mr. Lee Hwang. Kali ini memang bukan pertama kalinya Mr. Lee Hwang berinvestasi di More Games, namun biasanya Dion selalu di dampingi oleh Tatjana untuk bertemu dengannya. Tatjana selalu membuat Dion tenang. Namun kali ini Dion juga harus meyakinkan dirinya bahwa dirinya pun pasti bisa melakukan ini tanpa Tatjana. Setelah itu, sampailah Dion di ruangan Mr. Lee Hwang. Ruangannya sangat besar. Ukuran ruangan itu mungkin sama dengan dua kali lipat ukuran ruang rapat di More Games.
"Good morning Mr. Lee Hwang, nice to meet you." Sapa Dion sambil menghampiri dan menjabat tangan Mr. Lee Hwang.
"Good morning Mr. Dion long time no see" Sapa Mr. Lee yang sangat ramah kepada Dion. Dia sangat suka pada anak muda yang punya semangat untuk menjadi pengusaha. "Sitdown please." ucap Mr. Lee kepada Dion.
Mereka pun duduk di kursi dalam ruangannya Mr. Lee. Sebelum Dion memulai presentasi, Mr. Lee mengajaknya dahulu untuk berbincang. Beliau mengajukan beberapa pertanyaan kepada Dion tentang sesuatu yang umum. Sebenarnya itu cara Mr. Lee untuk menilai seseorang. Setelah mendengar jawaban dari Dion, sebenarnya Mr. Lee sudah memutuskan untuk berinvestasi di perusahaanya. Namun sebelum menyampaikan hal itu, Mr. Lee harus tetap mendengarkan apa yang anak muda di hadapannya itu sampaikan. Dion pun memulai presentasinya. Dia menyampaikan semua rencana pembuatan game barunya. Dia memperlihatkan design, target pasar, dan perkiraan jumlah keuntungan kepada Mr. Lee. Presentasi yang cukup sempurna di mata Mr. Lee. Dan sesuai dengan keputusannya di awal, Mr. Lee setuju menjadi investor untuk pendanaan game terbaru yang akan dirilis More Games.
Setelah selesai, mereka pun sepakat untuk bekerja sama. Penandatanganan kontrak akan dilakukan dalam waktu dekat. Setelah itu, Mr. Lee mengajak Dion untuk makan siang bersama terlebih dahulu. Dion pun makan bersama di kantin perusahaan Mr. Lee. Beliau menyampaikan bahwa sejak pembicaraan awal, Dia memang sudah memutuskan untuk berinvestasi di perusahaan More Games. Dia senang melihat anak muda yang bersemangat menjadi pengusaha. Di tambah lagi perusahaan More Games adalah perusahaan yang bergerak di bidang teknologi yang pasti sangat menjanjikan di era seperti ini.
Setelah selesai makan, Dion pamit untuk pulang. Dia kembali ke hotel di antar supirnya. Ketika masuk ke lobi hotel, Dion melihat seorang pria sedang berada di meja resepsionis. Pria itu memunggunginya. Namun dia tidak asing bagi Dion, tubuhnya tinggi dengan postur tubuh yang hampir sama sepertinya. Dan gaya rambutnya yang kastanye, Dion menilik laki-laki itu lebih dekat dan ketika Dia hendak mendekat pria itu berbalik arah. Dion sedikit kaget kenapa ada adiknya disini.
"Vino!" Pekik Dion sedikit kaget. " Lo kemana aja udah lama gak pulang malah ketemu disini,"ucap Dion sambil menepuk pundak adiknya.
Mereka sudah lama tidak bertemu. Vino memang tinggal di luar negeri. Vino seorang dokter yang menjadi relawan di negara-negara perang seperti Palestina. Mereka berpelukan. Mereka terharu bisa bertemu setelah sekian lama. Vino juga tak kuasa menahan rindu pada abangnya ini. Mereka berpelukan menyalurkan rasa rindu. Vino pun melepaskan pelukannya.
"Abang keliatan sehat. Aku jadi tenang."
"Tentu. Aku harus sehat, ini demi menunggu kepulangan adikku. Lebih sulit menemuinya daripada menemu presiden,"ucap Dion menyindir adiknya yang selalu lupa pulang.
Vino terkekeh "Ah sudahlah Bang, lebih baik kita ngobrol di kamar."
"Tentu, mari kita ke kamar."
Mereka pun berbincang banyak hal. Mereka saling bercerita kegiatan masing-masing sampai membicarakan Tatjana.
"Ngomong-ngomong, lamaran lo ditolak ya sama Tatjana?" tanya Vino sarkas.
"Iya Vin, Gue ditolak alasannya karena dia mau fokus dulu buat mengurus keluarga katanya. Lo udah tahu malah tanya." Dion sadar jika Vino tengah menggodanya. Bukankah dia sudah cerita pada Vino tentang lamarannya yang ditolak?
"Oh iya, yang sabar ya bang. Nanti juga kalau urusan keluarga dia sudah selesai, pasti terima lamaran lo kok." ucap Vino menguatkan abangnya, padahal dalam hati Vino tidak mau jika Dion menikah dengan Tatjana.
Ada pembatas yang tidak bisa mereka berdua lewati. Vino geram karena Dion terlalu bucin pada Tatjana.