"Papi sudah terlalu banyak membunuh orang karena ambisinya. Jika menunggu hukuman Tuhan terlalu lama. Setidaknya papi mendapatkan balasan di dunia sebelum mendapat balasan di akhirat. Waktunya sudah datang untuk kehancuran papi. Publik harus tahu fakta dibalik kecelakaan TA-310."
Dion duduk di depan Tatjana dan memandang sang kekasih. Dion membelai wajah Tatjana. Alvin membuang muka menyaksikan interaksi sepasang kekasih. Nasib jomblo harus kuat menerima cobaan ini!
"Berpikirlah dengan jernih sayang. Bagaimana pun om Gunawan papi kamu. Kamu yakin akan membongkar skandal besar ini?"
"Keadilan harus ditegakkan Dion. Papi sudah banyak menghilangkan nyawa orang. Apa kamu pernah berpikir jika diantara penumpang itu suami, istri, ayah, ibu bagi keluarga mereka? Jika ada yang berstatus suami dan ayah. Keluarga mereka kehilangan sosok kepala keluarga dan tulang punggung. Sampai disini apa kamu mengerti maksudku Dion? Aku sebagai anak memiliki beban moral yang berat." Tatjana memukul-mukul dadanya.
Dion memeluk Tatjana erat. Ia menenangkan Tatjana. Ia tahu dan mengerti Tatjana sedang berperang melawan dirinya sendiri.
"Setelah kamu tahu papimu seperti ini apakah kamu akan berubah pikiran?"
"Apa maksudmu?" Dion melepaskan pelukannya.
"Apa kamu masih ingin menikah dengan anak seorang penjahat?"
"Tarik kembali ucapanmu!" Dion tak senang mendengar pertanyaan Tatjana. "Apa pun yang terjadi aku akan tetap menikah denganmu. Kamu dan om Gunawan dua pribadi yang berbeda. Kamu berbeda dengan papimu. Kamu wanita yang baik. Aku tidak akan merubah keputusanku. Aku mencintaimu."
"Hmmmm." Alvin berdehem.
Tatjana dan Dion tersenyum lucu menyadari kekonyolan mereka. Masih ada Alvin di ruangan, mereka malah bermesraan. Alvin sedari tadi buang muka seolah tak melihat.
"Maafkan kami Alvin," ucap Dion menggaruk kepalanya yang tak gatal. Dion tersenyum mengalihkan rasa malunya.
"Tidak apa-apa. Cuma ngenes aja. Jomblo disuguhi adegan romantis kayak gini." Alvin mengelus dada.
Wajah Tatjana memerah menatap Alvin. "Jangan kelamaan jomblo. Segeralah cari pasangan. Lama-lama nanti karatan." Tatjana mencandai Alvin.
Alvin berdehem,"Sepertinya intermezzonya cukup. Apa langkah kita selanjutnya? Anda ingin mempublish kasus ini atau bagaimana?" Alvin menatap mata Tatjana.
"Berikan aku waktu untuk berpikir langkah apa yang akan aku lakukan," kata Tatjana ragu.
"Baiklah Bu. Saya mengerti. Darah itu lebih kental daripada air. Anda pasti dilema menghadapi semua ini. Saya rasa sudah selesai. Saya mohon undur diri." Alvin mengulurkan tangan untuk bersalaman. Tatjana segera membalas salam Alvin bergantian dengan Dion.
"Bayaran anda akan saya transfer siang ini," kata Tatjana sebelum Alvin pergi.
"Terima kasih Bu atas kemurahan hati anda." Sepeninggalan Alvin, Dion dan Tatjana terlibat
pembicaraan serius.
"Sayang," panggil Dion dengan lembut. Ia tahu saat terpuruk seperti ini Tatjana butuh sandaran. Ia memeluk Tatjana dengan erat seraya mengelus punggung sang kekasih. Mereka berpacaran semenjak SMA. Mereka sangat dekat dan sudah mengetahui karakter masing-masing.
"Yakin akan kuat menghadapi semua ini Tatjana?" Dion memastikan sikap Tatjana terhadap Gunawan.
"Maksud kamu?" Tatjana melepaskan pelukannya.
"Om Gunawan papi kamu sayang. Kamu yakin publish kasus ini? Kamu yakin kuat? Gimana pun jahatnya om Gunawan dia papi kamu. Kamu lahir karena om Gunawan. Kamu yakin menyeret beliau ke meja hijau? Buat apa kamu lakukan jika ujung-ujungnya kamu, tante Irma dan Tita akan tersakiti. Aku bukannya membela papi kamu cuma aku ga ingin lihat kamu terluka." Dion menasehati Tatjana dengan lembut.
"Dion," panggil Tatjana dengan suara parau.
"Ya."
"Ingat hadist nabi tidak?"
" Yang mana?" Tanya Dion bloon.
"Sampaikanlah sebuah kebenaran walau itu menyakitkan," ucap Tatjana tanpa ragu. Matanya seolah menantang Dion.
"Ya aku ingat soal itu," kata Dion pelan dan ia mengerti arah pembicaraan Tatjana.
Dion geleng- geleng kepala menghadapi sikap keras kepala Tatjana. Gadis itu sangat teguh memegang prinsip. Jika sudah mengambil keputusan ia tak akan pernah mengubah keputusannya.
"Lalu apa yang akan kamu lakukan?" Dion beralih duduk diatas sofa seraya menaikan kakinya ke atas meja. Kalo CEO mah bebas. Mau ngapain aja ga ada yang komentar.
"Aku akan membongkar semua kejahatan papi," ucap Tatjana dingin.
Wajahnya berubah gelap mengisyaratkan kebencian yang mendalam pada Gunawan. Ia berubah menjadi seekor ular betina yang mematikan.
"Apa rencana kamu?" Dion merebahkan tubuhnya di sofa seraya meregangkan badannya yang pegal. Semalam ia kerja lembur menyelesaikan sofware games baru perusahaan mereka.
"Membongkar kejahatan papi. Lelaki tua itu layak mendapatkan hukuman. Aku sudah tak sabar melihat papi mendapatkan karma dari semua perbuatannya. Gundik itu juga harus mendapatkan karma karena sudah merusak rumah tangga kedua orang tuaku dan melabrak mami di rumah."
Dion bangkit dari sofa. Ia mendekati Tatjana dan memeluk sang kekasih dari belakang. Kepalanya disandarkan di bahu Tatjana. Entah kenapa melihat sikap Tatjana memendam dendam membuat Dion tak mengenal sang kekasih. Apakah terlalu sakit hati hingga Tatjana berubah kejam, tak berperasaan dan melawan ayah sendiri?
"Kamu bukan Tatjanaku yang lembut dan penyayang lagi," sarkas Dion menyindir Tatjana.
"Kadang wanita yang terluka akan menjadi kuat dan kejam setelah merasakan sakit hati yang terlalu dalam. Dan perlu kamu ingat. Jika perempuan sudah kehilangan hati nurani akan lebih kejam dari seorang pria."
Dion melepaskan pelukannya dan bertepuk tangan.
Entah bagian mana yang lucu, ia tertawa.
"Kenapa kamu tertawa?" Tanya Tatjana sewot. Ia memasang duck face.
"Kamu sudah berubah menjadi perempuan yang menakutkan. Aku takut padamu. Kamu seperti hantu valak." Dion berpura-pura takut padahal niatnya menggoda Tatjana.
Tatjana memasang tampang galak. Ia mencubit dada Dion sehingga pria itu menutup dadanya dengan kedua tangan.
"Sayang kamu jangan cubit dada aku. Ntar aku balas cubit kamu di tempat yang sama malah ngamuk. Jangan bangunkan singa tidur," goda Dion mengedipkan sebelah matanya.
Tatjana pura-pura mual dan memasang tampang judes,"Enggak lucu Dion. Sejak kapan kamu mesum begini?"
"Sejak kamu menjelma menjadi valak," kelakar Dion tertawa ngakak.
Dion berdehem dan mulai bicara serius tentang Gunawan, "Tatjana. Yakin dengan rencana kamu?"
"Aku tetap pada pendirianku Dion. Memberi pelajaran pada papi dan gundik sialan itu. Kita sudah pegang kartu truf gundik murahan itu. Aku akan mulai permainan ini. Aku akan menyadap telepon papi dan gundik itu. Aku ingin tahu sejauh mana permainan mereka," kata Tatjana berapi-api.
"Mereka akan mendapatkan karma."
"Jadi kamu akan bikin film dengan judul Karma Si Gundik? Atau Azab Suami Tukang Selingkuh Mati di Ranjang Hotel," kelakar Dion tertawa ngakak.
"Ga lucu," balas Tatjana ketus. Ia sedang serius Dion malah bercanda.
"Jangan terlalu tegang sayang. Cuma intermezzo aja. Kamu terlalu tegang makanya aku ajak bercanda. Kita sadap telepon dan WA papi kamu. Lalu apa yang kamu lakukan?"
"Apa yang aku lakukan tergantung hasil penyadapan kita," jawab Tatjana menerawang