Chereads / Yuana, Stay With Me / Chapter 19 - Lega dan Lapang Melepas Bobby

Chapter 19 - Lega dan Lapang Melepas Bobby

"Tidak ada bagusnya. Kami tidur di kamar masing-masing." Bobby mengangkat kedua bahunya.

"Apa?" Mata Yuana melebar. Satu lagi hal mengejutkan dari Bobby.

"Ya, Lisa takut sekamar denganku. Dia belum pernah pacaran. Dia suka malu-malu kalau di dekatku." Bobby menjawab sambil tersenyum tipis.

"Jadi kamu masih perjaka ting ting?!" Yuana mencoba menahan tawa. Entah dia merasa lucu saja.

"Serius. Lisa ga berani masuk kamarku kalau ada aku di dalam. Dia benar-benar menjaga dirinya dan menghargai aku." Bobby menegaskan.

"Aduh ... malang sekali pasangan baru kita ini." Yuana terkekeh. Bobby cuma nyengir.

"Lagian hatiku masih nolehnya ke kamu, Yu. Gimana aku mau nempel wanita lain." Bobby serius lagi saat mengatakan itu.

Yuana bisa mengerti yang Bobby rasakan. Dan buat Yuana sekalipun dia bisa menerima ini, jauh di dasar hati, berat harus melepas Bobby dengan wanita lain. Kekasihnya sudah punya pendamping hidup. Ah, masih aneh mengetahui semua itu.

"Bob, bagiku kamu adalah pahlawan. Ternyata bagi Lisa juga. Kamu pria luar biasa. Aku bersyukur pernah bersamamu. Walaupun terasa berat dan terlambat, selamat buat kamu dan Lisa," kata Yuana tulus. Itu kenyataan yang harus Yuana akui. Bobby adalah penolongnya, juga penolong Lisa.

Bobby tersenyum. Kata-kata itu mengiburnya. Namun menjadi pahlawan, rasanya terlalu berlebihan juga yang Yuana ucapkan.

"Setelah ini kamu harus dapat cowok lain. Yang lebih ok dari aku. Kamu harus bahagia, Yu." Bobby memandang Yuana.

"Aku belum mikir, Bob. Kamu juga masih di hatiku," ujar Yuana. "Kamu juga harus bahagia dengan istrimu."

"Aku dan Lisa sepakat kami berteman, bersahabat." Bobby melanjutkan.

"Mana bisa begitu? Kalian kan sudah menikah. Bagaimanapun kamu harus mencintai dia. Itu janjimu waktu nikah, kan?" Yuana mengerutkan kening mendengar kalimat itu. Tidak enak mengucapkannya. Tapi itu yang semestinya, suami harus harus saling cinta.

"Ya ... harus mencintai Lisa ..." Mata Bobby menatap Yuana. "Terima kasih. Aku tahu berat mengatakan kalimat itu. Terima kasih."

Yuana tersenyum. Tipis saja, di ujung bibirnya.

*****

"Sudah jelas?" Manfred memandang Yuana.

"Apanya, Fred?" Yuana menoleh pada Manfred.

"Soal Bobby," jawab Manfred pendek.

"Malang benar dia, ya? Siapa yang mengira dia mengalami hal seperti itu." Yuana masih miris ingat kisah Bobby.

"Tapi dia kuat menghadapinya. Kita harus bangga padanya. Dia tidak lari dari kenyataan," ujar Manfred.

Manfred dan Yuana ada di perpustakaan kampus.

"Apa saja yang Bobby katakan waktu ketemu kamu?" tanya Manfred.

"Dia sempat tanya kamu, kemarin," jawab Yuana.

"Lalu kamu bilang apa?" Lagi, Manfred bertanya.

"Kubilang apa adanya la ... Apa kamu ingin aku bilang Manfred sekarang suka aneh-aneh? Suka main kelereng, main layangan. Begitu?" Yuana mencibir.

Manfred tersenyum. "Senangnya kamu bisa bercanda lagi."

"Ya. Aku lega sekali setelah tahu semuanya. Bobby, buat aku dan Lisa adalah pahlawan. Rasanya aku sudah kenal Lisa bahkan sebelum bertemu dengannya." Ada kelegaan di hati Yuana. Entah bagaimana, dia bisa sangat lapang melepas Bobby pergi dari hidupnya setelah memahami semuanya. Meskipun tetap saja bukan hal mudah.

"Kabar Yoel?" Mafred menanyakan kakak Yuana.

"Ah, iya ... Dia akan tunangan dengan pacarnya, Victoria. Sepertinya Victoria pelita hidup Yoel. Dia banyak berubah dengan Victoria di sisinya." Senyum Yuana lebar saat mengatakan itu.

"Papa mama kamu, Yu?" Manfred melanjutkan lagi pertanyaannya. Ingin tahu kondisi di rumah Yuana.

Yuana nyengir. "Tidak ada perubahan, Fred. Aku sudah ga punya harapan apa-apa untuk mereka. Aku hanya mau selesai kuliah lalu kerja dan pindah ke tempat lain. Hidup dengan kakiku sendiri."

Manfred sangat mengerti apa yang Yuana pikirkan. Seandainya dia ada di posisi Yuana juga pasti tidak betah dengan keluarga seperti itu. Punya orang tua, kenyatannya seperti tidak ada mereka di hidup Yuana.

"Lalu kamu? Jadi gabung dengan band?" Ganti Yuana yang bertanya.

"Hm-mm. Kamu tahu aku suka musik, kan? Lagian, sekalipun aku kuliah ada biaya siswa, tetap saja masih perlu biaya tambahan untuk kebutuhan lain. Kurasa ikut band sedikit banyak bisa membantu." Manfred menjawab dengan bersemangat.

"Baguslah, yang penting bisa lanjut mengejar cita-cita." Yuan kembali melebarkan bibirnya, tersenyum manis. "Good luck buat band kamu, Fred."

"Thanks." Manfred ikut tersenyum. "Yu, makan yuk? Udah lapar."

"Oke deh. Setengah jam lagi ada kelas. Masih bisa, sih. Ayo ..." Yuana setuju.

Keduanya meninggalkan perpustakaan dan menuju kantin.

*****

"Aku pergi duluan. Kelasku mulai lima menit lagi." Yuana belok ke kelasnya. Manfred meneruskan langkah menuju fakultasnya.

Yuana dan Mafred lebih sering berangkat dan pulang kuliah bareng. Manfred menjemput dan mengantar Yuana. Melakukan itu hampir tiap hari, Manfred merasa sudah seperti pacaran saja dengan Yuana.

Belum sampai masuk kelas, seseorang menarik lengan Yuana. Yuana kaget dan menoleh cepat.

"Yoseph?" Yuana mengerutkan keningnya.

"Sorry, aku mau ngomong sesuatu sama kamu." Yoseph menarik Yuana agak minggir, menjauh dari kelas.

"Nanti aja, kelas hampir mulai," tolak Yuana.

"Dosen kali ini telat. Aku lihat di parkiran mobilnya belum datang," ujar Yoseph mendesak.

"Oke. Ada apa?" Yuana mengalah dan mendengar Yoseph.

"Aku suka kamu, Yu. Aku mau kita jalan bareng." Yoseph memandang Yuana dengan serius.

"What?" Yuana mengerutkan kening, lalu tersenyum.

"Kamu ga percaya? Aku jatuh cinta sama kamu." Yoseph menegaskan perkataannya. Dia maju selangkah mendekat pada Yuana.

Yuana tersenyum lagi lalu menggeleng. "Ga heran, Yos. Kamu kan suka tebar peson, Emang kamu keren, digandrungi cewek-cewek. Tapi sorry aku ga tertarik."

"Yu, aku serius. Ga seperti sama cewek lain rasanya. Beda banget yang ada di hatiku, Yu." Yoseph masih membujuk Yuana.

"Apanya yang lain?" Yuana berkata sinis.

"Kamu terus di hatiku, mataku, di mana-mana." Yoseph menatap Yuana lekat-lekat. Biasanya cewek yang dia pandang seperti ini akan luluh.

Yuana justru melotot dengan mata lebar. "Yos, simpan saja perasaanmu. Itu paling bertahan satu atau dua minggu saja. Sudahlah. Ga yakin kamu nggak pernah merasa begitu sebelumnya." Yuana meninggalkan Yoseph.

"Yuan, tunggu ..." panggil Yoseph.

"Ga dengar? Simpan saja cintamu. Terima kasih." Yuana tersenyum, nyengir. Dia masuk kelas dan duduk di antara teman-teman wanitanya. Dia sengaja supaya Yoseph tak bisa mendekatinya.

"Damn!" umpat Yoseph. Dia masuk kelas dan duduk di sebelah sahabatnya, Rio.

"Kenapa? Gusar sekali kamu?" ujar Rio.

"Yuana menertawakan aku. Baru kali ini ada cewek begitu sama aku. Biasanya tahu aku suka mereka, mereka akan kaget dan tersipu-sipu. Padahal aku benar-benar suka dia." Yoseph kelihatan sangat sebel.

"Mungkin dia punya pacar?" kata Rio sambil memainkan pulpen di jarinya.

"Entahlah. Dia hanya bilang, kamu keren, digandrungi cewek, tapi aku ga tertarik. Ini beneran, aku ga dianggap. Sial." Yoseph mengepalkan tangannya.