Setelah puas berbelanja untuk persiapan pernikahannya, Melody dibantu oleh beberapa asisten rumah tangga yang dipersiapkan Devina untuk berkemas seperlunya.
"Apa harus sekarang, Ma? Acaranya masih satu minggu lagi," kata Melody tidak enak jika terlalu lama cuti.
"Lama-lama itu PP dibungkus sama Pak Panji kalau Mbak Mel kayak gini," kata Joni berkomentar.
"Ya gak gitu juga. Pak Joni jangan nakut-nakutin," kata Melody memelas.
"Kamu minta kebaya sederhana udah dituruti, Panji orangnya kalem tapi kalau sudah marah sulit dipuaskan. Coba tanya Joni yang tiap hari tahu." Devina mencoba memberi pengertian kepada Melody.
"Maksudnya apa gak berlebihan, Ma? Aturan perusahaan mana yang kasih izin karyawan cuti menikah sampai dua Minggu," kata Melody resah.
"Ada, perusahaan Kayana dan kalau PP gak kasih kamu izin, saya akan wujudkan ucapan Joni tadi," kata Panji yang datang menghampirinya bersama dengan Santi. Ia melihat Melody yang bimbang dengan jatah cutinya.
"Turuti Nak Panji, Nduk. Kamu sebentar lagi sudah ada imamnya, gak baik kalau gak nurut." Santi menasehati anaknya.
"Tuh, nurut. Apa kata ibu juga," kata Panji merasa menang. Ia terkekeh melihat ekspresi wajah Melody yang kesal kepadanya.
"Iya tapi yang tadi bercanda, kan?" tanya Melody cemas.
"Kalau kamu gak nurut ya diwujudkan, bukan begitu Jon?" Panji menatap tajam Joni yang memulai ide tersebut.
"Gak ikutan, Pak. Itu urusan Bapak sama Mbak Melody. Saya urus kantor saja sudah jadi jomblo abadi, jangan ditambahin, please." Joni menghindari terlibat perdebatan urusan Panji dan Melody.
"Sudah-sudah, Joni kamu bisa pulang. Ini weekend, cari pacar sana!" Devina mencegah perdebatan Panji dan Joni memanjang karena tak enak ada Santi diantara mereka.
"Bu Devina yang minta, Pak saya permisi duluan sebelum kalian semua berubah pikiran," ucap Joni terkekeh. Ia berpamitan kepada semuanya undur diri dari kebersamaan keluarga baru majikannya.
"Hati-hati, Jon. Makasih," kata Panji.
"Gimana rumah baru, sayang?" Panji menanyakan pendapat Melody mengenai rumah yang ia belikan untuknya.
"Bagus, Mas. Ini interiornya mahal, harusnya gak perlu sampai sejauh ini," kata Melody.
"Menurut kamu gakpapa, tapi pandangan orang dikira kamu istri yang tidak diakui," jawab Panji.
"Gak gitu juga, tapi makasih banyak. Ada taman di belakang, jadi ibu ada mainan kalau kita sibuk." Melody malu-malu mendapat kecupan di kening dari Panji, apalagi di depan Santi dan Devina.
"Gak usah malu, cuma ada Mama sama Ibu," kata Panji terkekeh.
"Memang kamu mana ada malunya kalau depan Mama. udah, Jeng Santi biar ikut Mama, kalian terserah mau kemana," jawab Devina mengajak Santi ke dapur untuk menyiapkan makan malam.
"Mas, jangan sering-sering begitu, gak enak sama Mama juga, masa iya gak malu," ucap Melody kepada Panji setelah Santi dan Devina menghilang dari pandangannya.
"Iya-iya," jawab Panji terkekeh.
Sedangkan ditempat lain, Felishia sedang berbincang dengan rekannya pemilik Wedding Organizer yang kebetulan ditunjuk oleh Devina mengurus persiapan pernikahan Melody dan Panji.
"Lo yakin, hari gini masih ada cewek gak doyan Hermes? Come on, beib. Lo jangan mengada-ngada deh," ucap Feli kesal kepada rekannya.
"Nyatanya ada, bukan gak doyan tapi merasa belum butuh. Itu aja sih, kita lihat kedepannya akan seperti apa. Lo bakal tahu sendiri,' jawab Mayang sang pemilik WO.
"Masa sih, gak percaya gue," kata Feli sambil menyesap kopi latte miliknya.
"Dari obrolan mereka keliatan kok, Lo jangan lupa gini-gini gue lulusan psikologi. Memang itu cewek langka," kata Mayang mengingatkan sahabatnya.
"Langka gimana?" Feli masih penasaran dengan pendapatan temannya itu.
"Ketulusan dan keibuan, gadis itu istimewa. Makanya gue dah peringatkan Lo dari awal. Jangan sampai Lo nyesel," ucap Mayang.
"Tapi gue punya cara kok, Lo tenang aja, gue gak bakal lepasin Panji begitu aja," kata Feli menyeringai.
"Lo jangan aneh-aneh, Panji itu lebih daripada pembunuh kalau dah marah. Lo bininya harusnya paham, satu lagi neh Fel. Lo harus siapkan hati juga, tatapan Panji ke itu cewek beda." Mayang memang mempunyai pendapat sendiri yang ia yakini tidak salah.
"Beda gimana, karena daun muda aja itu mah, Lo gak usah berlebihan." Feli menyangkal ucapan Mayang. Ia yakin jika Panji menikahi Melody hanya karena menginginkan keturunan.
"Terserah Lo, yang jelas jangan nyesel kalau laki Lo beneran cinta sama itu cewek langka," ucap Mayang terakhir kali mengingatkan.
Mayang memberi tahu Feli jika anggaran pernikahan Panji dan Melody tidaklah mewah. Bahkan Melody memakai kebaya pengantin dengan harga yang cukup terjangkau.
"Tapi itu cewek memang cantik, natural. Dasarnya sudah ada," kata Mayang berkomentar.
"Jadi betulan cuma akad nikah doang? Mel beneran gak minta pesta?" Feli masih tak percaya. Bagaimana tidak, sebagai wanita yang belum menikah wajar saja jika menginginkan konsep pernikahan tertentu.
"Sepertinya kondisi ekonominya dulu memang sulit, tapi kudengar ayahnya juga pengusaha. Sayangnya mereka gak sebut nama," kata Mayang memberi tahu.
"Kalau bokapnya pengusaha, kenapa anaknya cuma karyawan. Lo salah denger kalle," kata Feli.
"Nyokap bokapnya sudah cerai lama, dan sepertinya itu cewek gak akur sama bokapnya." Mayang mengambil kesimpulan seperti ini karena tak sengaja mendengar pembicaraan Melody dan Panji.
"Gue bakal cari tahu siapa bokapnya," ucap Feli kepada Mayang.
"Gue gak ikutan, Lo terima konsekuensi kalau sampai Panji tahu. Gak kebayang gue," kata Mayang bergidik ngeri.
"Ya jangan sampai tahu," ucap Feli terkekeh melihat ekspresi wajah Mayang yang ketakutan.
Dari pembahasan ini, Feli sebenarnya mengakui jika dalam beberapa hal Melody lebih unggul daripada dirinya. Namun, atas nama gengsi ia enggan untuk mengakui. Ada ketakutan tersendiri dari dasar hatinya jika ucapan Mayang benar-benar terjadi. Ia tidak akan sanggup menerima jika Panji berpaling darinya.
Sekarang yang harus ia lakukan adalah mencari cara agar Melody tidak terlalu lama bersama Panji, Dalam perjalanan pulang, ia sengaja mengecek rumah yang Panji berikan kepada Melody. Sempat melihat Melody yang sedang mengantarkan kopi untuk satpam di rumahnya, gadis itu memakai pakaian sederhana namun aura kecantikannya tidak memudar, membuat Feli iri kepadanya.
Sesampainya di rumah, Feli melihat mobil Panji dan Devina sudah terparkir rapi pada tempatnya. Ia segera masuk ke kamarnya untuk mencari keberadaan Panji.
"Baru pulang?" tanya panni yang baru saja keluar dari kamar mandi.
"Iya, udah lama gak ketemu Mayang," jawab Feli yang berinisiatif mengambilkan baju ganti untuk suaminya.
"Tumben, biasanya Mayang di Bali. Apa ada kerjaan?" tany Panji ingin tahu.
"Lupa ya, Mayang kan yang punya WO, lagi diminta Mama khusus siapin acara kalian," jawab Feli santai.
Dan Panji hanya mengangguk tanpa ada kecurigaan sedikitpun, ia meminta Feli segera membersihkan diri sebelum mengajaknya berbicara serius.
"Mau ngobrolin apa sih, Mas?" Feli yang baru saja selesai mandi menghampiri Panji yang sudah dulu berbaring santai di ranjang.
"kamu jadi liburan kemana? Paris apa Jepang?" tanya Panji kepada istrinya.
"Paris, aku mau sekalian belanja. Boleh kan?" Feli mengecup tipis bibir suaminya.
"Kamu ini, jadi ke Paris berapa lama?" Panji membalas dengan kecupan yang sama.
"Normal, satu minggu cukup," jawab Feli dengan antusias.
Sehari sebelum acara pernikahan Panji dan Melody, Feli dan manajernya terbang ke Paris untuk berlibur. Sesuai permintaannya, Panji memberikan fasilitas premium seperti biasanya.