Chereads / SECRET WIFE / Chapter 24 - Gagal Eksekusi

Chapter 24 - Gagal Eksekusi

Hingga malam kondisi Melody tak juga membaik, Panji yang khawatir segera membawanya ke rumah sakit karena istrinya mengalami mual dan muntah yang tidak wajar.

"Kamu tadi makan apa aja, Nduk? Apa karena telat makan?" Santi bertanya kepada anaknya yang sudah lemas dan juga demam.

"Kayaknya kecapekan juga Jeng, sudah bawa ke rumah sakit." Devina meminta sopir menyiapkan mobil dan Panju pun memapah istrinya yang sudah memucat.

"Jadi kayak gini, tadi kamu gakpapa," ucap Panji yang juga sama paniknya dengan yang lain.

"Rumah sakit terdekat saja, Pak." Panji yang sudah di dalam mobil bersama Devina dan Santi meminta sopir untuk segera berangkat.

"Baik, Pak," jawab sopir tersebut.

Setelah sampai di rumah sakit, Melody langsung ditangani di ruang UGD, Panji dan para ibu menunggu di luar ruangan dengan perasaan cemas.

"Telat makan aja gak mungkin sampai kayak gitu, Bu. Tadi ngapain aja?" Panji bertanya dengan nada khawatir.

"Gak ada, hanya di make-up. Cuma tadi sempat makan kue dan minum kopi aja," kata Santi.

"Yang disediakan panitia kan?" tanya Panji merasa janggal.

"Iya, dibawakan ke dalam ruangan. Saya sama istrinya Yudi tadi juga makan." Santi memberikan penjelasan kepada menantunya.

"Ada yang gak beres," gumam Panji. Ia mengetik pesan singkat di ponselnya kepada seseorang.

Tak lama kemudian, dokter yang memeriksa Melody keluar. Ia langsung diberondong banyak pertanyaan oleh Panji dan Devina yang menanyakan kondisi Melody.

"Sepertinya pasien keracunan, tolong diperhatikan makanan yang dikonsumsi. Beruntung sudah banyak yang dimuntahkan, jadi tinggal lemas dan pusing nya saja. Saya pindahkan di ruang rawat inap dulu agar lebih nyaman," kata dokter tersebut menjelaskan.

"Boleh kami masuk, Dok?" Panji dan kedua ibu tersebut bergegas masuk setelah mendapatkan izin dari dokter yang menangani Melody. Wanita itu sekarang lemah tak berdaya di ranjang rumah sakit.

"Mel, gimana sayang?" Panji yang langsung berlari ke ranjang istrinya tak kuasa menahan rasa khawatirnya.

"Mual dan pusing, Mas. Tapi sudah lebih baik," jawab Melody yang masih lemas.

"Ya udah istirahat dulu. Kamu sama Mama dan Ibu, aku keluar sebentar," kata Panji setelah mengecup kening istrinya. Melody hanya mengangguk mengerti. Panji mengajak Devina dan Santi keluar ruangan, ia mencurigai ada yang tidak beres pada makanan yang Melody konsumsi.

"Kenapa Nak? Apa kamu mencurigai sesuatu?" tanya Devina yang hafal betul ekspresi anaknya.

"Belum tahu, Ma. Tapi saya harus hubungi Mayang sebagai pemilik owner, dia yang harus tanggung jawab," ucap Panji.

"Jeng Santi tenang, biar semua diurus Panji. Kita jaga Mel sambil bantu doa saja," kata Devina mengajak Santi kembali ke ruangan.

"Pastikan ruangan rawat inapnya nyaman, Ma. Tolong, titip Ml dulu, saya ke cafetaria dulu," pamit Panji kepada para ibu.

"Iya, Nak. Hati-hati," kata Devina dan Santi berbarengan.

Panji menemui penjaga villa dan Joni yang sengaja ia panggil untuk menemuinya, Panji meminta Joni untuk membawakan cctv yang berada di villa untuk dia cek. Tuduhannya harus sesuai bukti, Panji tidak ingin gegabah.

"Maaf Pak Udin malam-malam ganggu istirahatnya, silahkan minum dulu," kata Panji memulai pembicaraan.

"Saya gak nerima tamu selain yang sudah ada di list Bu Devina, kecuali tim wedding organizer Pak." Udin sebagai penjaga gerbang villa memberi keterangannya.

"Jon, gimana?" tanya Panji kepada Joni yang sedang fokus pada tabletnya.

"Sepertinya orang dalam, artinya tim wedding atau salah satu dari tamu undangan, Pak." Joni memberikan rekaman cctv yang ia ambil dari villa kepada Panji.

"Hubungi Mayang dan minta pertanggungjawaban dia!" titah Panji pada asistennya.

"Baik, Pak," jawab Joni yang langsung menghubung Mayang sebagai pemilik.

"Demi ya, Jon. Gak ada benefitnya gue bunuh Melody sekalipun." Mayang terlihat marah terhadap Joni.

"Tolong kerjasamanya Bu Mayang, saya hanya bertanya bukan menuduh," kata Joni membela diri.

"Gue bakal hubungi Panji, bukan berarti gue temen Feli, Lo bisa nuduh sembarangan. Gak terima gue," kata Mayang emosi lalu mematikan sambungan telepon sepihak.

"Pak, marah Bu Mayangnya," kata Joni kepada atasannya.

"Sudah, biar saya yang hubungi." Panji meminta Joni berhenti.

"Baik Pak." Joni meletakkan ponselnya dan menikmati kopi hitam pesanannya.

Panji langsung menghubungi Mayang yang tak lain sahabat istrinya sendiri, Felishia. Ia tidak ingin timbul salah paham tidak perlu di antara dirinya dan istrinya jika kejadian ini tidak terselesaikan.

"Hello, May. Sorry, Joni memang kadang suka menekan orang. Gue cuma nanya dan minta bantuan Lo, ayolah," kata Panji mengawali sambungan teleponnya dengan Mayang.

"Emosi gue, sekarang lagi ngumpulin anak-anak. Lo tunggu kabar gue kalau Lo masih percaya sama gue," jawab Mayang menahan kekesalannya.

"Oke, thanks." Panji menutup sambungan teleponnya.

"Pak, dari marahnya Bu Mayang, kayaknya bukan. Pasti ada pihak lain, salah satu tamu undangan ada yang jadi perhatian saya," kata Joni.

"Kita bicara nanti saja sambil tunggu kabar dari Mayang. Pak Udin, maaf sudah merepotkan, silahkan kembali ke villa," titah Panji kepada pria yang sudah bekerja pada keluarganya sejak ia masih kecil.

"Baik, Pak Panji. saya permisi dulu," jawab Udin kepadanya.

Sedangkan di lain tempat, seorang wanita sedang mengamuk kepada orang suruhannya. Ia memakinya melalui sambungan telepon.

"Bego, kalau ketahuan gak cuma Lo yang masuk penjara tapi gue juga!" Ia menumpahkan kekesalannya dengan melemparkan gelas di lantai hingga menimbulkan kegaduhan di kamar hotelnya.

"Saya sudah usaha, tolong jangan seperti ini," ucap gadis itu ketakutan. Ia sungguh menyesal menerima tawaran tersebut karena tergiur uang.

"Lo gak bisa balik ke Jakarta. Lo minggat yang jauh. Kalau perlu ke luar negeri sekalian." Wanita itu akan memberikan sejumlah uang kepada gadis manis itu.

"Kemana?" Dia bertanya kepada wanita bergaun hitam itu.

"Lo bisa ke Jayapura atau ke SIngapore, gue ada kerjaan buat Lo kalau di Singapore." Wanita itu memberi pilihan gadis itu.

"Saya ke Singapore saja," jawabnya cepat.

"Kembali ke Jakarta dan langsung ke airport!" seru wanita itu lagi.

"Barang-barang saja bagaimana?" tanyanya.

"Gue amankan, Lo bisa beli disana kebutuhan pribadimu. Nanti ada orang saya yang antar berkemas seperlunya. Dan ingat, jangan kemana-mana lagi. Langsung ke airport, oke." Wanita itu mengingatkan sekali lagi gadis suruhannya. Kali ini ia gagal mencelakai Melody.

"Baik, terima kasih." Gadis itu sedikit bernafas lega karena wanita itu tidak ingkar janji.

"Satu lagi, sampai Singapore buang ponselmu dan hubungi saya lewat email biasanya," kata-kata terakhir wanita itu sebelum mematikan sambungan telepon.

"Gue gak boleh gagal lagi, Melody gak boleh hidup sama pria itu," gumam wanita itu dalam kesendiriannya.