Chereads / Jangan Kembali / Chapter 20 - Kecurigaan Ruri

Chapter 20 - Kecurigaan Ruri

Ruri tak bisa banyak bertanya, hantaman kuat yang suster Lita terima membuatnya harus beristirahat panjang. Ruri memutuskan kembali ke rumah sakit setelah memastikan suster Lita telah ditangani dengan baik.

"Dari mana saja kau?" tanya seorang satpam. Ia menatap curiga ke arah Ruri.

"Aku hanya ...."

"Hei! Kau Ruri bukan? Dokter Leo mencarimu," jelas seorang perawat pria.

Ruri pergi setelah menanyakan keberadaan Dokter Leo. Terlihat ruangan Dokter Leo kini terlihat sepi. Hati Ruri terperanjat untuk mencari informasi yang mungkin ia perlukan. Informasi yang bisa mengungkap akan siapa sosok Dokter Leo sebenarnya. Apa hubungannya dengan pasien yang mengalami hilang ingata dan ditemukan begitu saja di pinggir jalan. Terlalu banyak pertanyaan yang ada di benak Ruri, namun ia tak mungkin bertanya begitu saja. Bisa-bisa nyawanya akan terancam jika ia nekad melakukan itu semua.

Memastikan tak akan ada yang masuk ke dalam ruangan, Ruri menatap daerah langit-langit. Ia tak ingin aksinya ketahuan oleh alat CCTV yang mungkin sengaja terpasang. Tanpa ragu Ruri melihat isi laci meja kerja Dokter Leo. Tak ada yang penting di sana, hanya map berisi data pasien dan diagnosanya. Lalu mata Ruri mengarah pada lemari yang ada di belakang meja, lemari itu hanya berisi buku-buku tebal tentang kedokteran. Namun, mata Ruri terperanjat kala melihat sebuah kartu nama yang ada di atas meja. Kartu itu bertuliskan Mr.K.

"Jangan bilang, Dokter Leo juga korban? Enggak, enggak mungkin. Mungkin aja kartu ini dia dapatkan dari pasien yang baru masuk. yah! Aku dengar sendiri, kalau Dokter Leo menginformasikan pada seseorang melalui telepon tentang pasien yang baru ditemukan."

Pencarian Ruri terhenti saat seorang perawat melangkah masuk ke sana.

"Apa yang kau lakukan?" tanya perawat itu sambil menatap sinis ke arah Ruri.

"Aku ingin menemui Dokter Leo. Salah satu perawat yang mengatakannya padaku," jelas Ruri dengan tenangnya.

"Dokter Leo sedang di luar. Kau bisa kembali lagi nanti," jelas perawat itu sinis. Ia secara tak langsung mengusir Ruri untuk pergi.

Ruri kembali ke ruangan kamarnya yang ada di rumah sakit. Ia melihat seorang pemuda terbaring, namun bukan pemuda yang kemarin sempat ia tolong. Melainkan orang lain lagi. Perlahan ia mendekati pemuda itu setelah memastikan tak ada perawat yang menjaganya.

"Hei!" tegur Ruri, berharap pemuda itu tersadar. Namun, cara itu tak berhasil meskipun Ruri terus memanggil pemuda itu sambil menepuk-nepuk pipinya.

"Hei! Aku hanya ingin memastikan apa kau juga hilang ingatan dan ditinggalkan di tengah jalan?" bisik Ruri dengan mata terus melirik ke arah pintu. Ia tak ingin keberadaannya diketahui perawat lain.

Seketika mata pemuda itu terbuka, ia memandang takut melihat wajah Ruri yang begitu dekat dengan wajahnya.

"Ssstt! Aku juga sama sepertimu," ucap Ruri berusaha menenangkannya.

"Aku dibuang, tapi tidak hilang ingatan," ucap pemuda itu.

Seketika terdengar suara pintu terbuka, Ruri dengan segera bersembunyi dibalik lemari. Sedangkan dua orang perawat pria melangkah masuk mendekati si pemuda.

"Aku pikir dia belum sadar," ucap Tom-perawat pria yang tadi meminta Ruri menemui Dokter Leo.

"Entahlah! Apa aku harus memukul lukanya untuk memastikan?" sambung teman Tom.

"Bukannya kita harus membawanya setelah ia sadar, untuk memastikan apakah dia hilang ingatan atau tidak?" tanya Tom. Sepertinya Tom berusaha menunda-nunda.

"Kau ingin dipecat? Dokter Jessi meminta pasien ini dibawa ke ruangannya. Tugas kita membawanya. Sudah itu saja!" ucap teman Tom dengan nada kesal.

"Biar aku yang membawanya. Kau pergilah membeli makan siang lebih dulu. Kau enggak mau kan, kehilangan rendang kesukaanmu?" ucap Tom.

Perawat itu pun lantas setuju dan menyerahkan pemuda itu kepadanya. Segera Tom menutup rapat pintu setelah kepergian rekan kerjanya.

"Hei! Aku tau kau bersembunyi di situ. Keluarlah Ruri!" ucap Tom dengan senyuman.

"Bagaimana kau tau?" tanya Ruri. Namun, pertanyaan itu diabaikan begitu saja. Tom malah kembali membalas dengan pertanyaan lain.

"Kau penasarankan dengan pemuda ini. Pasti kau juga mencurigai beberapa pasien yang datang dengan keadaan sama sepertimu, hilang ingatan."

"Deg!"

Ruri terdiam, ia tak tahu harus berkata apa. Namun, satu hal yang pasti. Tom melihat apa yang Ruri lakukan di dalam ruangan ini.

"Aku enggak menyangka, setelah sekian lama bekerja di sini baru kali ini aku menemukan orang yang memiliki misi sama sepertiku. Aku pikir kau dan aku memiliki tujuan yang sama ada di tempat ini."

Ruri hanya bisa mengernyitkan dahi. Ia terlihat bingung akan arah tujuan pembicaraan Tom kepadanya.

"Aku Tom. Aku harap kau tidak berlagak sok dekat denganku selama di sini. Karena aku tidak ingin tujuanku diketahui. Selanjutnya kau bisa menghubungiku untuk berbagi informasi. Pasti kau butuh aku untuk mencari tahu lebih banyak informasi yang ada di rumah sakit ini. Setidaknya gerakku lebih bebas di sini, daripada kau."

Ruri masih saja diam sambil memasang wajah bodohnya.

"Hei, bangunlah!" ucap Tom kepada pemuda yang terbaring. "Kau hanya punya waktu lima menit untuk menceritakan apa yang kau alami."

Pemuda itu pun mulai membuka mulut. Menurut pengakuannya, ia tak sengaja memasuki sebuah gedung yang dipenuhi banyak anak remaja. Awalnya tindakannya tidak ketahuan dan ia pun mulai mengajak bicara mereka yang ada di sana. Namun, ia merasa bingung karena semua remaja di sana hidup seperti robot. Tidak berbicara dan juga tidak bersosialisasi. Namun, makan dan minum juga tidur seperti manusia normal lainnya.

Merasa penasaran, pemuda ini kembali ke tempat itu dan ia pun tertangkap. Entah apa yang mereka suntikkan hingga ia tak sadarkan diri. Lalu ia pun terbangun di tengah jalan saat ada banyak perawat membantunya masuk ke dalam ambulans.

Ruri semakin bingung saja. Ia tak tahu benang merah yang menjadi penghubung semua informasi yang ia temukan.

"Apa kau bisa bantu kami di mana letak gedung yang kau maksud?" tanya Tom dengan tegasnya.

"Aku enggak tau pasti. Namun, tempat itu enggak jauh dari tol. Ada tempat sampah dan juga hutan. Aku suka berjalan jauh dan tak sengaja menemukan tempat itu, jadi jangan paksa aku untuk tau nama jalan karena aku buta huruf."

"Deg! Hutan, tempat sampah, tol, semua itu sangat mirip dengan tempat kediaman Sesilia. Apa mungkin tempat itu ada di sekitar sana?"

"Bisa kau membawa kami ke sana?" tanya Tom sembari mengangguk ke arah Ruri.

Entah mengapa Ruri merasa curiga dengan keduanya. Ia tak tahu harus percaya kepada siapa. Semua keadaan ini berjalan terlalu lancar dan ia merasa dijebak.

"Apa kau bisa membantuku membawanya kabur?" tanya Tom kepada Ruri.

"Aku tidak boleh sembarang percaya, setidaknya itulah pesan Sesilia. Tapi, aku pun tak seharusnya mudah percaya kepada keluarga mereka. Pak Tua, apa aku harus meminta sarannya? Bukannya dia yang membantu menemukanku. Mungkin aku bisa mendapatkan banyak informasi darinya.