Chereads / Jangan Kembali / Chapter 22 - Informasi Penting

Chapter 22 - Informasi Penting

Pikiran Ruri benar-benar kacau hari ini. Terlalu banyak informasi yang ia terima, hingga membuat kepalanya penat seketika. Denyut dan nyaris membuatnya mendadak pusing. Namun, ia tetap melanjutkan langkahnya. Ia tak bisa menyimpan semua rasa penasarannnya sendiri. Ia butuh Sesilia saat ini.

Terus melangkah, tanpa melihat sekitaran. Ruri nyaris ditabrak beberapa kali. Pengguna motor dan mobil kerap memberikan sumpah serapah kepadanya karena berjalan sambil melamun.

"Mau mati ya?"

"Woy! Lihat-lihat jalan? Sialan bener!"

Tetapi semua ucapan itu tak lantas membuatnya marah. Dengan santun ia menganggukkan kepala seakan mengakui kesalahannya. Sesaat ia mencoba untuk menenangkan diri dengan berjongkok di pinggir jalan. Kepalanya cukup pusing dan ia mulai merasa tak nyaman. Keadaan seperti ini membuatnya tak menyadari ada seseorang yang terus mengikutinya. Seorang pria muda bertubuh tinggi dengan wajah yang tak asing. Ruri terus diikuti sejak ia pergi meninggalkan rumah sakit.

Membeli air mineral dan meneguk habis dalam sekali tegukan, Ruri merasa lebih baik dan ia pun melanjutkan jalannya. Ia memilih melewati jalan memutar, melewati banyak orang agar ia tak kembali diikuti. Ternyata saat ia beristirahat sejenak, ia melihat seseorang dari kejauhan. Orang itu terus menatap ke arahnya, seakan mengikutinya.

"Dia enggak boleh tau kemana tujuanku. Aku enggak mau Sesilia sampai kenapa-kenapa. Yah, aku harus memilih jalan lain, meskipun memutar jauh. Seenggaknya aku bisa membuatnya kehilangan jejak."

Siasat Ruri berhasil dan pria itu tak lagi mengikutinya setelah ia melewati pasar. Pasar yang hanya ada di sore hari itu cukup ramai dipenuhi banyak pengunjung. Tak heran jika pria penguntit itu kehilangan jejak Ruri.

Tak ingin membuang waktu ditambah rasa lelahnya, Ruri segera mengunjungi kediaman Sesilia. Rumah itu tampak sepi, tak ada jawaban meski Ruri berulang kali melakukan panggilan sambil mengetuk pintu.

Teringat akan tempat mereka menyimpan kunci rumah, Ruri pun segera meraih lubang yang ada di dinding.

"Dapat!" seru Ruri dengan senyum menyeringai. Kini ia bisa menunggu kepulangan Sesilia dan yang lainnya di dalam rumah.

Kembali menutup rapat pintu rumah, Ruri mengamati sekitaran. Ternyata benar, mereka semua sedang tidak berada di rumah.

"Enggak enak banget nunggu di dalam, sedangkan yang punya rumah enggak ada. Apa cari Sesil aja ya? Enggak tau juga, dia kemana. Atau cari Dino aja, kan biasanya ia main enggak jauh dari sini. Tapi enggak ah, aku takut penguntit itu melewati jalan sini."

Memutuskan untuk duduk dan menyandarkan kepala pada sandaran sofa, mata Ruri menatap ke arah kamar Sesilia. Tak seperti biasanya pintu kamar itu tak tertutup rapat. Tanpa berpikir sebelumnya, kaki Ruri bergerak membawa tubuhnya mendekati kamar Sesilia.

Mengamati ruang kecil itu, Ruri mendapati setumpuk berkas berada di atas meja yang ia yakini bukan milik Sesilia.

"Apa ini? Apa ini yang dimaksud si Bapak tua?" gumam Ruri. Tangannya bergerak cepat meraih tumpukan kertas dan mulai membaca isinya.

"Ini berisi potongan berita koran kan? Tanggal dua desember 2012 Kumpulan pengemis yang kerap menempati bawah tol mendadak lenyap. Kemana perginya mereka?"

"Tingginya angka orang hilang semakin bertambah, terutama untuk mereka yang berusia remaja hingga dua puluh tahun."

"Perusahaan penguasa telah kembali, mereka berhasil membuat beragam macam obat. Kini kita tak lagi perlu takut kekurangan obat-obatan."

"Mendapatkan uang kini lebih mudah, cukup menjadi relawan dan kau bisa mendapatkan gaji yang tak sedikit."

"Obat terbaru dari perusahaan Farma sudah beredar. Cukup satu tablet dan kalian bisa melenyapkan rasa sakit."

"Hati-hati! Tawaran ini begitu menggoda karena membantumu menghasilkan uang banyak."

"Klik link, ikuti persyaratan, main sesuai aturan dan kalian mendapatkan banyak uang. Segera ikutan, karena permainan ini berbatas."

"Apa maksud semua artikel ini. Aku sama sekali enggak mengerti!" seru Ruri dengan tatapan kesal. Kini tangannya begrerak cepat memindahkan lembaran berisi artikel menuju lembaran bagian bawah.

"Tunggu dulu, apa ini?" gumam Ruri dengan pupil yang membulat.

Lembaran yang ia lihat kali ini, bukanlah potongan artikel. Melainkan sebuah data berupa ketikan atau fotokopian lembar buku.

"Terapi alam bawah sadar."

"Obat penenang yang membantu hipnoterapi."

"Efek obat yang membuat lupa ingatan jangka panjang."

"Neutron meledak, beberapa syaraf kepala akan pecah, korban akan mengalami lumpuh tubuh hingga kematian mendadak tanpa gejala sebelumnya."

"Apa maksud semua ini? Gambar tubuh ini, keterangan yang ada, alam bawah sadar, obat?"

"Apa yang kau lakukan di kamarku?" teriak Sesilia. Matanya kian nanar kala melihat lembaran kertas yang ada di tangan Ruri. Dengan sangat kasar Sesilia merebut semua berkas itu seraya berkata, "Jangan sembarang menyentuh barang orang!"

"Ma, maaf!" ucap Ruri. Tiada guna ia menyangkal karena kini telah tertangkap tangan. Hanya satu cara untuk menyelasaikan semua ini, yaitu bekerja sama dengan Sesilia.

"Ini punyamu kan?" tanya Ruri dengan telapak tangan berisi karet gelang.

"Dari mana kau dapat ini?" tanya Sesilia. Kaget dan tersenyum, Sesilia segera meraih karet gelang dan kembali menggunakan di tangan kirinya.

"Aku tau, ini semua bukan milikmu kan? Kau mendapatkannya dari rumah si Pria tua."

Ucapan Ruri cukup membuat Sesilia kaget, namun ia berhasil mengontrol reaksi wajahnya. Masih berdiri tenang sambil menunjukkan wajah angkuhnya, seakan tak membenarkan ucapan Ruri.

"Kau tak perlu menjawabnya, karena karet itu buktinya. Si pria tua yang memberikannya padaku. Dia juga berucap pesan untukmu agar tak sembarang mengambil barang milik orang lain saat kau berkunjung ke rumah yang sepi tanpa penghuni."

Sesilia benar-benar kalah malu, namun tetap saja bibirnya enggan mengaku. Malah ia membalas semua ucapan Ruri dengan berkata, "Itulah kau. Kau masuk ke rumah yang tak ada penghuninya. Jangan merasa pemilik rumah hanya karena Ayah pernah mengatakan kau bagian dari keluarga kami. Enggak hanya itu, kau masuk ke kamarku dan menyentuh barang milikku."

Seakan memahami sikap Sesilia, Ruri memilih diam dan tak melanjutkan perdebatan. Baginya tak ada lagi yang perlu dibahas mengenai aksi nekad Sesilia yang mengambil berkas dari rumah si pria tua.

"Oke, aku salah. Aku punya banyak berita yang ingin aku sampaikan ke kamu," jelas Ruri dengan nada tenang, sepertinya ia berharap Sesilia juga tak melanjutkan perdebatan mereka.

"Katakan!" seru Sesilia. Ia kembali duduk dan meletakkan tumpukan lembaran kertas kembali ke atas meja. Menunjukkan sikap sibuk dengan memilih-milih lembaran itu lalu menumpuknya menjadi dua bagian.

Ruri mengalah, ia sadar perlakuan cuek Sesilia saat ini hanyalah cara untuk menutupi rasa malunya. Ia tak perlu berkecil hati dan segera menceritakan banyak hal yang sudah ia lalui.

Perlahan, satu demi satu informasi Sesilia dengar dan semua itu cukup membuat Sesilia tak menyangka.

"Enggak, kita enggak boleh sembarang percaya. Bisa aja dia sengaja ngelakuin ini semua buat jebak kamu. Biar kamu kembali mengikuti semua permainan mereka dan kembali lagi."

Ucapan Sesilia benar dan Ruri setuju. Namun, jika mereka tak berani melangkah. Maka mereka tak akan pernah menemukan jalan yang tepat untuk mengakhiri semua rasa penasaran mereka.

"Kita harus ambil resiko. Bukannya itu yang kita mau. Kembali ke sana dan mencari semua yang ingin kita cari?"

Pertanyaan Ruri terkesan nyolot dan itu membuat Sesilia melirik tajam ke arahnya.

"Kalau gitu aku ikut!"

"Enggak bisa. Aku enggak mau kau terlibat!"

"Kau pikir hanya kau yang punya rasa penasaran? Aku juga! Kau enggak perlu meragukanku. Aku lebih hebat dan cerdas dari yang kau tau."

Meski ucapan Sesilia terkesan angkuh, namun Ruri tak membantahnya. Terlihat jelas dari banyaknya waktu yang sudah mereka lalui. Semua itu cukup membuat ia sadar, betapa hebatnya Sesilia meskipun ia seorang gadis belia.

"Enggak, bukan itu maksudku. Kau bisa mengikutiku setelah aku berhasil masuk ke sana!" jelas Ruri, berharap Sesilia tak salah paham dengan ucapannya.

"Apa? Aku takut kau tak bisa kembali lagi. Enggak, bahkan mungkin kau tak mampu memberikanku petunjuk apapun di dalam sana. Bukannya kau tau, kita bukan hanya sekedar menghadapi permainan. Tapi lebih dari itu. Nyawa, kita bertaruh nyawa di sini!"

Ucapan Sesilia kali ini begitu menusuk, membuat Ruri terdiam tanpa kata.