"Kenapa aku mengatakannya kepadamu?" kata Pangeran Parker. Ada seringai tertentu yang terbit di ujung bibirnya. Berikutnya, Pangeran Parker malah menggedikkan bahunya. "Entahlah. Aku hanya ingin mengatakannya kepadamu. Mungkin, kamu ingin tahu tentang sosok Azura?"
"Jangan sekali-kali menarik perhatianku dengan salah satu hal yang menjijikkan." balas Pangeran Ansell dengan nada yang geram.
Pangeran Ansell sudah muak dengan sikap Pangeran Parker. Entah mengapa, Pangeran Parker beserta seluruh pangeran yang ada di Kerajaan Arthus tidak bisa dekat dengan dirinya.
Semuanya seakan membenci Pangeran Ansell. Padahal, kenapa mereka membenci Pangeran Ansell? Pangeran Ansell juga tidak mengetahui alasannya. Padahal, dia merasa kalau sosok ini, sosok Pangeran Ansell yang dulu patut untuk dihargai dan tidak diperlakukan secara semena-mena.
Dan ketika Pangeran Ansell hendak meninggalkan tempat itu, Pangeran Parker mendesah. "Ternyata kamu masih seperti dulu, Ansell."
"Kupikir dengan penyakit yang melekat pada dirimu, kamu akan berubah. Ternyata tidak."
Pangeran Ansell mendesis. Dia mengabaikan sosok Pangeran Parker dan pergi begitu saja.
Kini hati Pangeran Ansell sudah paham dengan pasti. Kakaknya, Pangeran Parker menang membencinya. Dan alasan itu, pasti sangat kuat dan berat.
Sementara Pangeran Ansell yang sekarang, belum tahu dan belum ingin tahu tentang apa yang terjadu di masa lalu sebelum dia merasuk ke dalam tubuh pangeran ini.
* * *
Pada malam dengan sinar rembulan yang cerah ini, lagi-lagi Pangeran Ansell mengikat tubuhnya, sebagai antisipasi kalau tubuhnya akan kembali memberontak karena kenangan demi kenangan yang memang mengapung menyakitkan.
Pada saat ini, Pangeran Ansell akan mengalami rasa sakit yang luar biasa. Perasaan pedih akibat meninggalkan keluarganya yang dulu.
Muncullah halusinasi-halusinasi suara yang hanya terdengar olehnya. Yang memang hanya dia yang mendengarnya. Ketika Pangeran Ansell menjadi sosok yang teramat kejam, meninggalkan keluarganya sendiri. Dan bahagia di hidup yang dijalaninya saat ini.
Ini semua terjadi karena kondisi psikis Pangeran Ansell yang menurun. Dia menganggap segalanya berubah menjadi emosi yang negatif. Akhirnya, ia kehilangan kendali akan tubuhnya sendiri.
Lelaki tersebut berjuang keras untuk tidak berteriak, tidak memberontak, dan juga tidak menyakiti dirinya sendiri. Karena, setiap ujung jari yang akan menyakiti dirinya sendiri akan berujung menyakitkan. Dia justru kian terluka saat melihat goresan darah yang melintang di dadanya.
Lelaki itu berusaha untuk menahan emosinya. Sayangnya, semua emosinya menjadikan dirinya bergetar. Tubuhnya gemetaran. Kepalanya mulai membayangkan hal-hal negatif.
'Kenapa aku yang dikirimkan ke dunia ini? Kenapa bukan adik-adikku saja?'
'Bagaimana keadaan mereka sekarang? Apakah mereka mampu untuk makan dan hidup tanpaku?'
Semua tanya itu melesak ke dalam otaknya.
Sampai di satu titik, Pangeran Ansell merasa lelah dengan dirinya sendiri. Dia pun jatuh tertidur.
* * *
Air. Buih air. Lautan yang gelap. Hanya ada satu cahaya rembulan yang menerangi.
Pangeran Ansell melihat ke kanan dan kiri. Dia berada di sebuah lautan! Lelaki itu bersikeras untuk merangkak naik ke permukaan.
'Kenapa aku ada di sini?' Pangeran Ansell kebingungan. Lelaki itu mencoba untuk berenang naik dengan kondisi napas yang mulai sesak akibat berada di dalam air.
Saat dia hendak naik ke permukaan, lelaki itu malah melihat bayangannya yang lain. Sesosok lelaki lainnya. Yang mirip. Bahkan sangat mirip.
Pangeran Ansell berhenti di sana. Dia mengamati lelaki tersebut.
Terdengar sebuah suara yang muncul. "Hai..."
Pangeran Ansell menengok ke kanan dan kiri. Ia tak menemukan satu orang pun yang berbicara kepadanya.
"Hai..." Suara lelaki yang sama jernihnya dengan suara dirinya terdengar oleh Pangeran Ansell.
Pangeran Ansell menengok ke kanan dan kiri. Tetapi tak ditemukan satu pun orang yang berbicara kepadanya, kecuali lelaki yang mirip dengannya ini.
Tetapi, lelaki itu berbicara melalui alam pikirannya!
"Kamu berbicara kepadaku?" Pangeran Ansell bertanya, dia membeliak terkejut karena lelaki tersebut juga bisa mentransferkan pikirannya kepada lelaki yang mirip dengannya ini!
"Kamu siapa?" tanya Pangeran Ansell pada akhirnya.
Lelaki itu pun tersenyum. Sebuah senyuman yang melegakan dan juga menyenangkan. "Aku Ansell. Putera Kerajaan yang sesungguhnya. Selamat datang...."
"Di alam bawah sadarku."
Tepat ketika itulah, Pangeran Ansell terbangun. Dia menengok ke kanan dan kiri. Dia mencari sosok Pangeran Ansell yang tadi ditemuinya.
Tidak ada.
Tidak ada siapa siapa. Dan hanya ada dirinya di dalam kamar yang sepi ini.
Lelaki tersebut melirik ke arah tangannya sendiri. Ternyata... Dia tak menyakiti dirinya sendiri untuk kali ini. Tangannya... Bersih. Tanpa sayatan. Dan tanpa bekas ikatan yang menyakitkan.
Pangeran Ansell kebingungan, "Apa yang sebenarnya terjadi?"
* * *
Azura mengakui, sejujurnya sangat aneh bagi Azura untuk tetap berada di dalam kamar. Hubungannya dengan Febricia dan juga Lunar tidak akrab. Mereka hanya disatukan secara terpaksa bukan karena kecocokan.
Untungnya, Azura sendiri tak pernah terganggu dengan penyakit wabah horrendum yang memang dibawa olehnya. Dia sudah berhasil beradaptasi dengan tubuh Azura yang sekarang.
Yah, bagaimana mungkin dia tak bisa beradaptasi dengan tubuh Azura yang saat ini?
Perempuan ini, sangat cantik. Ia juga memiliki tangan yang terampil dan halus. Tak hanya itu, dia juga berbakat dalam segala bidang. Tidak ada kurangnya sama sekali.
Azura malah merasa bersalah karena menjadi parasit dalam tubuh inang yang bagus. Tetapi, dia tak pernah meminta untuk mendapatkan tubuh ini kan?
Gadis tersebut pun turun dari tempat tidur yang berada di bagian atas, menciptakan derak yang mengganggu bagi sosok Febricia yang tidur di bawahnya.
Azura meringis, kembali berjalan mengendap-endap. Dia ingin pergi dari kamar ini. Sekejap saja.
* * *