Tidak ada yang pernah bisa mengubah sesuatu, kecuali dialah yang mengubah dirinya sendiri. Agaknya kalimat itu sesuai dengan apa yang tengah terjadi pada Azura Foster.
Azura menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri kalau Pangeran Ansell sangatlah mudah untuk terluka. Tetapi, lelaki tersebut sangat sulit untuk meminta tolong kepada Azura. Dan tampaknya, tidak ada cara yang dilakukan oleh Pangeran Ansell untuk mengusir wabah Horrendum yang menyakitinya.
Oleh sebab itu, tak mengherankan apabila wabah Horrendum masih ada dalam diri Pangeran Ansell.
Pada hari itu, Azura tengah berada di ruang tamu. Dia membersihkan rak-rak buku yang terdapat pada ruang tamu.
Azura bahkan bersenandung bahagia ketika dia menyulaki segala jenis barang di sana. Tentunya, dia menyanyikan lagu-lagu dari bumi. Dia bahkan tak pernah mendengar nyanyian di sini.
Bersenandung bahagia, Azura kembali mendengar erangan. "Ck. Itu pasti Pangeran Ansell."
"Biar sajalah, ada Grritos ini."
Azura membiarkan Pangeran Ansell, dia masih sibuk dengan urusannya sendiri. Ya, mau bagaimana? Kemarin juga, Pangeran Ansell mengusir-ngusirnya kan. Daripada Azura sakit hati lagi karena diusir oleh Pangeran Ansell. Jelas Azura lebih baik menghindari biang masalah.
Untuk kehidupan yang nyaman, aman, tentram, dan terkendali.
Saat itu, Azura segera masuk ke dalam kamar Pangeran Ansell. Dia juga harus membereskan kamar lelaki tersebut. Dan ternyata … Azura sangat terkejut dengan apa yang terjadi di sana!!
Pangeran Ansell tengah mengikat bibirnya sendiri dan juga menahan tubuhnya.
"PANGERAN!!"
Azura kaget. Gadis itu langsung berlari tunggang langgang menuju Pangeran Ansell. Melepaskan ikatannya sendiri. Lalu, kembali merengkuh lelaki tersebut.
Entah bagaimana caranya, Pangeran Ansell harus tenang lebih dulu. Sungguh, Azura tidak pernah tahu dengan wabah misterius ini. Efek wabah Horrendum sangat berbeda-beda tiap orangnya! Bergantung dengan pengananan emosi mereka!
"Tenanglah, Pangeran Ansell … Semuanya akan baik-baik saja … Semua keluarga, teman, kerabat yang kita tinggalkan juga akan baik-baik saja. Mereka ingin kita juga bahagia …"
Azura terus mengatakan hal tersebut. Menjadi sebuah landasan bagi Pangeran Ansell untuk bersikap lebih tenang. Untuk tidak menyesali kehidupan di masa lalunya. Untuk menatap lurus ke depan.
Ketika napas Pangeran Ansell sudah teratur, Azura melepaskan rengkuhannya. Gadis tersebut melepaskan ikatan tangannya. "Kamu sudah berusaha semaksimal mungkin, Pangeran. Kamu berhasil melewati semuanya."
Pasca serangan itu, Pangeran Ansell masih gemetar. "Ba … bagaimana kamu mengetahuinya?"
"Apa?"
"Apa yang aku rasakan."
"Karena aku juga merasakannya."
Pangeran Ansell terkejut. Pupil matanya membesar.
Azura hendak meninggalkan Pangeran Ansell yang sudah mulai sadar, kala itu Pangeran Ansell memegang tangan Azura. "Jangan pergi."
"Aku … membutuhkanmu."
* * *
Pangeran Ansell tidak menyangka sama sekali kalau Azura ternyata pernah mengalami wabah Horrendum. Gadis itu malah pernah mengalaminya dan sembuh begitu cepat.
Pangeran Ansell terkejut mendengar semua fakta yang dikemukakan oleh Azura. Dia sangat kaget. Sebab, Pangeran Ansell jarang melihat orang yang terkena wabah Horrendum.
Dan baru kali ini Pangeran Ansell menemukan orang yang senasib dengannya. Dan terbebas dari wabah Horrendum.
"Bagaimana caramu lepas dari wabah Horrendum?" tanya Pangeran Ansell.
"Caraku lepas … hanya melepaskannya. Mengikhlaskannya."
Pangeran Ansell menjengitkan sebelah alisnya. "A, apa?"
Azura tersenyum. "Aku dan kamu sama-sama bukan berasal dunia ini. Pasti berat untukmu, Pangeran Ansell."
Pangeran Ansell menganggukkan kepalanya.
Keheningan menjajaki seisi ruangan tersebut. Azura terdiam, dia menyimak dengan seksama. Di kala itu, Pangeran Ansell mulai membuka tabir rahasia.
Lelaki itu mulai menceritakan sekelumit kisah yang ada di masa lalunya.
* * *
Ketika berada di bumi, Pangeran Ansell merupakan harapan bagi keluarganya. Lelaki tersebut merupakan tumpuan keluarganya. Dia memiliki tiga orang adik perempuan yang masih kecil, dan membutuhkan dirinya.
Mereka berasal dari keluarga yang sederhana dan berkecukupan.
Pangeran Ansell baru saja lulus dari gelar sarjana. Bahkan, tinta ijazahnya belum mengering. Masih basah. Pangeran Ansell hendak mencari pekerjaan untuk penghidupan yang lebih layak untuk adik-adiknya.
Akan tetapi … ketika Pangeran Ansell pulang dari kelulusannya, masih mengenakan toga wisuda, lelaki tersebut menyeberang jalanan.
Dan seketika itu juga … BRAK!!!
Semuanya berakhir. Langit berubah gelap dan abu-abu. Aroma anyir darah tercium. Pangeran Ansell tidak mampu mendengar dan merasakan apa-apa lagi.
Lalu … dia berakhir di tempat ini.
"Aku terus memikirkan … bagaimana nasib ketiga adikku. Mereka membutuhkanku. Ayahku sudah tua. Dan ibuku tidak akan mampu menghidupi mereka."
"Bagaimana jika Ayahku sudah tiada nantinya? Siapa yang akan mengurus adik-adikku?"
Azura amat kaget dengan cerita yang tergulir dari bibir Pangeran Ansell. Azura berpikir kalau Pangeran Ansell adalah anak konglomerat. Dia hidup nyaman dalam gelimpangan harta.
Ternyata … Pangeran Ansell adalah sosok yang mulia. Dia memikirkan kehidupan adik-adiknya yang dia tinggalkan.
"Setiap malamku, aku terus memikirkan mereka semua. Memikirkan adikku. Memikirkan ayah dan ibuku. Semuanya…"
"Aku merasa bersalah karena meninggalkan mereka semua."
Azura menggelengkan kepalanya. Wajahnya berisikan kelembutan yang hakiki. "Pangeran Ansell, apakah Pangeran Ansell tidak pernah berpikir kalau mereka juga mengkhawatirkan Pangeran Ansell? Mereka memikirkan … apa yang tengah Pangeran Ansell lakukan, apakah Pangeran Ansell hidup bahagia."
"Tetapi, mereka juga tidak mendapatkan jawabannya. Mereka tidak tahu apa jawabannya."
Pangeran Ansell merunduk. Dia sangat mencintai Ayah dan Ibunya. Dia juga menyayangi adik-adiknya.
Untuk itu, Pangeran Ansell sering bersedih karena dia tidak pernah berhasil kembali ke masa lalu. Dia … sudah hidup di masa ini.
Di saat itu, Azura menguatkan Pangeran Ansell. "Pangeran Ansell. Tenanglah. Pangeran Ansell tidak perlu khawatir. Mereka pasti bisa menemukan cara mereka sendiri. Manusia adalah makhluk paling ajaib dalam bertahan hidup."
"Apakah mereka tidak akan bunuh diri?"
Azura meyakinkan. "Mereka pasti bertahan. Aku yakin. Keluargamu adalah keluarga bahagia yang saling mengisi. Bukankah begitu?"
Pangeran Ansell pun berkaca-kaca. Ia rindu …
Di saat itu, sosok Grritos pun berada di ambang pintu. Lelaki tersebut baru saja kembali selepas mengantarkan Bibi Luo ke pasar membelikan bahan pokok.
Dan dia menyadari kalau Grritos meninggalkan Pangeran Ansell seorang diri. Dan ketika pulang bersama Bibi Luo, dia mengetahui Azura sudah di sisi Pangeran Ansell.
Seketika itu, Grritos merasa bersyukur.
"Syukurlah … Azura ada di sisinya. Dan mereka sudah saling mengerti."
Grritos tersenyum ringan, lelaki itu memutuskan untuk memberikan ruang antara Pangeran Ansell dan juga Azura.
Di antara itu, Pangeran Ansell pun bertanya kepada Azura. "Bagaimana dengan kehidupanmu? Rasanya tidak adil jika kamu hanya mendengar tentangku."
"Eh?" Azura terkejut. Dia tak menyangka kalau Pangeran Ansell yang sendu ini bisa lembut.
"Mmm? Bagaimana?" tanya Pangeran Ansell.
Azura tergeragap, "A … Aku …"
* * *