Seusai pulang dari kantor, Alma mengunjungi salah satu pengacara di kotanya. Ia beruntung Faradina memiliki jejaring relasi yang cukup luas, sehingga gadis itu menawarkan salah satu rekan pengacara yang dikenalnya.
Gadis itu datang ke kantor pengacara Pak Edgar. Ia adalah pengacara ternama di kota ini. Angka keberhasilan menangani kasusnya begitu tinggi. Sehingga urusan perceraian, kasus yang mudah baginya.
"Kamu teman dari Faradina? Tadi dia mengirimkan pesan padaku, katanya sahabat terbaiknya akan datang ke kantor."
"Iya. Aku temannya."
Pak Edgar pun meminta serta memeriksa berkas-berkas yang ada di depannya. Ia pun menarik kesimpulan dengan cepat. "Kalian menikah karena perjodohan, lalu suamimu selingkuh?"
"Betul, Pak."
"Baiklah, aku sudah mengetahui garis besarnya. Akan aku ajukan ke pengadilan. Terima kasih, Alma."
Alma lantas bangkit dan hendak pergi dari sana, tetapi Pak Edgar mendadak mengatakan lagi. "Dia sangat bodoh karena sudah terbutakan oleh cinta yang lain. Padahal di depannya ada mutiara yang begitu indah."
Alma menengok ke belakang. "Ma-maksud, Bapak?"
Lelaki itu menggelengkan kepalanya. "Tidak. Hanya sangat menyayangkan wanita sepertimu sudah melewati kisah menyedihkan ini. Aku akan mendukung perceraianmu. Supaya kamu bisa bahagia."
Gadis itu mengangguk sopan sembari berterima kasih. Ia lantas pergi dari sana. Lalu masuk ke dalam taksi, kembali ke apartemen Faradina.
"Rasanya... Aku begitu lelah. Padahal cuma kerja saja. Memang betul ya, lelah mental membuat seseorang jauh lebih melelahkan daripada lelah fisik."
Kalau lelah fisik, Alma tinggal tidur. Tapi kalau lelah mental? Bisa rumit urusannya. Karena luka yang ada di dalam dada, tidak akan sembuh hanya dengan hansaplast.
Gadis itu langsung ambruk di tempat tidur manakala sampai di apartemen Faradina. Bahkan melewatkan makan malam, saking capeknya pada urusan percintaan dunia yang tiada habisnya.
* * *
"Sejak awal memang hubunganmu dengan Mas Lazuardi ini tidak beres, Alma." komentar Faradina sembari membawakan sandwich isi telur mata sapi yang baru saja dibuatnya untuk sarapan pagi.
Alma meraih sandwich itu, lalu melahapnya. Dengan mulut yang penuh sandwich, ia menanggapi. "Maksudmu?"
"Maksudku adalah... Mas Lazuardi tipikal orang yang menyembunyikan segala sesuatu. Tidak ada keterbukaan pada dirinya. Coba, berapa lama kamu penasaran sama pekerjaan dia? Juga pada isi laptopnya itu? Lama sekali kan?"
Alma pun mengangguk, kesalnya dia jadi ingat. "Benar, aku malah sampai sekarang belum tahu apa isi laptopnya itu. Video porno kali."
"Nah. Itu karena dia nggak pernah terbuka sama kamu. Bahkan katanya, dia melampiaskan pernikahanmu dan dia, karena ingin berubah kan?"
"Benar katamu. Dia nggak pernah terbuka. Malah aku yang jadi korbannya. Mungkin dia berpikir kalau menikah denganku bisa berubah. Dia bisa kembali ke Islam yang benar, karena memang latarbelakang agama dari keluargaku yang begitu kuat."
"Well, dia memang agamanya bagus. Kecuali urusan zina-nya itu." tutur Alma. Ia melihat Mas Lazuardi itu pandai mengaji, sering menjadi imam, dan tahu betul hukum agama.
"Tapi aku nggak berhak untuk menghakimi agamanya. Karena kita juga tidak tahu niatnya dia sholat dan sembahyang. Maksudku, bisa saja dia riya. Hanya ingin memperlihatkannya padaku, who knows?"
"Tapi aku nggak boleh menilai agama orang lain. Agamaku saja masih berantakan," pungkas Alma.
Faradina mengucapkan, "Kamu benar soal itu. Yah tapi, sebuah hubungan yang toxic memang harus di akhiri, Alma. Daripada kalian sama-sama menderita."
"Aku juga akan bercerai dengannya. Mungkin bulan depan, aku dan Mas Lazuardi sudah bercerai."
* * *