Chereads / Wedding Agreement With CEO (Indonesia) / Chapter 8 - Fitting Baju Pengantin

Chapter 8 - Fitting Baju Pengantin

"Elle, bisa kau buka pintunya senbentar?" pinta Filia yang kini sudah berdiri kembali di depan pintu kamar Ellena.

"Sebentar, Filia, aku baru saja akan berganti baju," sahut Ellena dari dalam kamarnya.

Filia menghela napas kasar, lalu bersandar di dinding samping pintu kamar Ellena. "Bisa-bisanya dia membohongiku," lirihnya.

Suara knop pintu membuat Filia tersentak, lalu kembali berdiri tegak menghadap pintu itu. Tampak Ellena yang kini sudah berdiri di depannya. Dia menatap Ellena penuh selidik, sehingga membuat sahabatnya itu merasa heran.

"Kau kenapa, Filia?" Ellena menautkan kedua alisnya.

"Kau masih bertanya kenapa?" Filia menatap kesal wajah Ellena.

"Apa maksudmu? Adakah yang salah dariku?" Ellena makin heran melihat sikap Filia saat itu.

"Tentu saja!" tegas Filia.

"Apa yang salah denganku, Filia?"

Ellena maju dua langkah, keluar dari kamarnya sambil menarik knop pintu itu. Ellena segera menutup pintu kamarnya. Namun, tatapannya masih terfokus kepada Filia.

"Kau bilang padaku, kalau kau tidak mengenal orang yang membuatmu celaka dua hari yang lalu, tetapi ternyata kau bohong!" ketus Filia.

"Apa yang kau maksud? Aku sama sekali tidak paham dengan yang kau bicarakan, Filia," jawab Ellena seraya berlalu pergi menghindari sahabatnya.

Namun, sepertinya Filia tidak ingin menyerah begitu saja. Dia terus mengikuti langkah Ellena seolah menuntut jawaban, hingga langkah mereka terhenti di ruang makan.

"Asisten pribadi Pak Lucas sedang menunggumu di depan," ucap Filia memberi tahu, ketika Ellena baru saja mendaratkan tubuhnya di kursi makan dan hendak meraih roti tawar di atas meja.

Ellena secepat kilat menghentikan kegiatannya, lalu mendongak menatap Filia yang masih berdiri.

"Maksudmu?" tanya Ellena tidak percaya. Dia lupa, jika hari ini asisten pribadi Lucas akan menjemputnya.

'Ah, pantas saja Filia marah seperti itu,' pikirnya.

"Kau masih utang penjelasan padaku! Aku pergi!" ucap Filia penuh penekanan.

Filia langsung bergegas pergi. Tampaknya dia benar-benar merasa kecewa kepada Ellena yang sudah membohonginya.

"Filia!" panggil Ellena yang baru menyadari bahwa ada sesuatu yang baru saja Filia ketahui tentangnya, dia yakin itu.

Filia tidak menghiraukan panggilan Ellena. Dia terus berjalan keluar rumah itu. Bahkan, tidak ada sedikit pun senyuman yang dia lontarkan kepada Alex, asisten Lucas yang masih menunggu Ellena di depan rumah.

Sementara itu, Ellena masih tertegun di tempat sebelumnya. Dia masih belum percaya, jika Filia bisa mengetahui rahasianya secepat itu.

"Dengan Nona Ellena?" Alex menegakkan badannya, setelah Ellena berdiri di ambang pintu.

"Ya," lirih Ellena.

"Saya ditugaskan oleh Pak Lucas untuk menjemput Anda."

"Baiklah." Ellena tidak ingin berkomentar terlalu banyak, karena akan percuma saja. Berbicara dengan asisten pribadi Lucas tidak akan menyelesaikan masalahnya dengan pria itu. Jadi, dia hanya bisa pasrah dengan keadaan.

"Terima kasih, Pak."

Ellena segera memasuki mobil berwarna hitam, setelah Alex membukakan pintu mobil untuknya. Namun, dia cukup terkejut saat melihat Lucas sudah duduk di dalam mobil itu.

"Pak Lucas?"

"Kenapa kau lama sekali? Apa kau sengaja ingin membuatku menunggu lama, ha?" Sorot mata tajam Lucas seketika membuat Ellena menciut.

"Ti-tidak, Pak." Ellena menurunkan tatapannya. Dia sungguh tak kuasa menatap sorot mata tajam di depannya.

"Bukankah sudah kukatakan, kau akan dijemput jam tujuh pagi, tetapi kenapa kau masih saja terlambat?" geram Lucas.

"Maaf, Pak," balas Ellena masih belum berani menatap Lucas.

Dengan perasaan ragu, Ellena mendaratkan tubuhnya di kursi mobil, tepat di samping Lucas. Dia melirik ke samping, berharap Lucas sudah berhenti menatapnya. Namun, ternyata sebaliknya.

"Kenapa kau menatapku seperti itu?" Lucas makin mempertajam tatapannya.

"Ma-maaf, Pak. Saya hanya—"

"Cukup! Aku tahu apa yang kau pikirkan," sergah Lucas yang sontak membuat Ellena terdiam.

Percakapan merekan terhenti, sebelum akhirnya Alex mengendarai mobil itu. Sepanjang perjalanan, Ellena hanya terdiam. Jangankan untuk berbicara, untuk bergerak sedikit saja, rasanya dia tidak berani.

Dalam hati, dia tidak henti-hentinya merutuki diri sendiri. Tentu dia merasa kesal, karena selalu terlihat lemah di hadapan Lucas. Padahal, dia tahu bahwa dirinya adalah orang yang kuat. Entah kenapa Lucas begitu pandai menguasai dirinya.

"Ya, Tuhan ... kenapa aku tidak memiliki kekuatan saat bersamanya? Apa aku memang selemah ini? Lalu, ke mana aku yang sebelumnya? Bahkan, untuk memulai pertanyaan saja, rasanya aku tidak berani," gumam Ellena dalam hati.

Ellena masih dalam posisi yang sama. Menundukkan kepala dengan jemari tangan yang saling berpautan di atas pangkuannya. Dia menatap jemari telunjuknya yang sedari tadi tidak berhenti bergerak, menandakan kecanggungan.

Sementara itu, Lucas tampak sibuk dengan ponsel di tangannya. Dia tidak ingin mengajak Ellena untuk berbicara. Namun, sesekali dia melirik ke arah Ellena yang terlihat sangat gugup berada di sampingnya, hingga mobil itu pun terhenti di depan sebuah butik yang dua hari lalu mereka kunjungi.

Ellena dan Lucas segera turun, setelah Alex membukakan pintu mobil untuk mereka.

Sama seperti sebelumnya. Beberapa karyawan butik tampak menyambut kedatangan mereka dengan ramah dan senyuman merekah. Bahkan, kali ini Merry juga ikut menyambut kedatangan mereka.

"Selamat datang, Pak Lucas," ucap Merry.

"Bagaimana dengan gaun pengantin pesananku?" tanya Lucas seraya menatap Merry yang berdiri di depannya.

"Sudah kami siapkan, Pak. Mohon tunggu sebentar."

Merry segera meminta salah satu karyawan untuk mengambilkan gaun pernikahan yang dimaksud.

"Gaun ini sengaja dirancang oleh desainer ternama tingkat internasional. Kami pastikan tidak akan ada yang menyamai gaun ini, karena ini sengaja di desain khusus untuk pesanan Anda," jelas Merry, setelah salah satu karyawannya memberikan gaun itu padanya.

Lucas tampak mengamati gaun itu dari atas sampai bawah. Berbeda dengan model gaun sebelumnya. Gaun ini memiliki model off-shoulder. Terlihat lebih mewah dari gaun sebelumnya, tetapi masih terkesan elegan. Dari pertama melihatnya, Lucas langsung menyukai gaun itu.

Tanpa menunggu lama mereka langsung melakukan fitting baju pengantin. Tidak hanya Ellena, melainkan Lucas juga.

"Berapa harga semuanya?" tanya Lucas, setelah selesai dengan kegiatan fitting baju pengantin.

"200 Miliar rupiah, Tuan."

Jawaban Merry berhasil membuat Ellena terbelalak. Dia tidak percaya jika dia akan mengenakan gaun dengan harga yang sangat fantastis. Harga gaun itu seolah-olah membuatnya merasakan panas-dingin di sekujur tubuhnya.

Ellena berpikir, dengan uang sebanyak itu dia bisa membayar lunas utang-utang ayahnya. Bahkan, sisanya bisa dia pakai untuk membeli rumah. Namun, Lucas dengan mudah mengeluarkan uang sebanyak itu, hanya untuk sepasang baju pengantin. Sungguh sangat menakjubkan. Apa semua orang kaya selalu berfoya-foya seperti itu? Batinnya saat itu.

"Ayo, kita pergi! Ada yang ingin kubicarakan denganmu," ajak Lucas kepada Ellena, setelah dia selesai membayar baju pengantin itu langsung kepada Merry, manajer butiknya.

Suatu kehormatan bagi mereka bisa dikunjungi oleh orang ternama seperti Lucas, sehingga Merry sendiri yang turun tangan untuk melayani.

"Terima kasih atas kunjungannya, Pak Lucas," ucap Merry, ketika Lucas dan Ellena hendak pergi dari tempat itu.