"Kau tandatangani ini!" Lucas menyodorkan sebuah map kepada Ellena, setelah beberapa menit mereka berada di dalam mobil.
"Apa ini?" Ellena tampak tertegun menatapnya. Bahkan, dia belum berani meraih map itu.
"Kau buka saja! Didalamnya terdapat surat perjanjian kita," jawab Lucas memberi tahu.
Dengan perasaan ragu, Ellena meraih map itu. Dibukanya map berwarna putih itu, tampak beberapa lembar kertas di dalamnya. Dia melirik sejenak ke arah Lucas, sebelum membaca isi dari kertas tersebut.
Ellena terlihat serius membaca deretan kata yang tertuliskan di beberapa lembar kertas itu. Dia membacanya dengan sangat teliti, karena ini menyangkut hal yang sangat penting, di mana nasib hidupnya sangat dipertaruhkan.
Ingin rasanya dia memprotes satu-persatu isi perjanjian itu. Namun apalah daya, dia tidak memiliki kekuasaan. Hanya Lucas yang berhak merubah setiap kata di dalam perjanjian itu, sementara dirinya hanya bisa patuh dan pasrah dengan keadaan.
Ini sungguh terlalu cepat baginya. Selintas, dia terpikirkan kembali dengan ibu dan adiknya, juga dengan Keenan kekasihnya. Entah langkah yang dia ambil ini adalah yang terbaik, atau justru sebaliknya.
Mata Ellena tampak berkaca-kaca menatap perjanjian itu, bahkan dia masih belum berani menggerakkan pena di tangannya. Ini sungguh menjadi pilihan yang paling sulit baginya. Namun, apa yang bisa dia lakukan.
"Kau masih ragu?" tanya Lucas yang sedari tadi memperhatikan Ellena.
Seketika Ellena tersentak, lalu menoleh ke sampingnya. "Ti-tidak, Pak."
"Lalu, kau menunggu apa lagi?"
"Ba-baik, Tuan, akan segera saya tandatangani." Ellena tampak gugup. Namun, dia segera menandatangani surat perjanjian itu, meskipun dengan tangan yang terlihat sedikit gemetaran.
"Sudah, Pak." Ellena memberikan kembali map itu kepada Lucas.
"Bagus! Segera kirim nomor Rekeningmu, dan sebutkan berapa total yang kau inginkan untuk melunasi utang-utang keluargamu itu!" pinta Reksa seraya menyeringai. Tampaknya dia sangat senang, Ellena sudah bersedia menerima tawarannya.
Ya, tentu. Dengan begitu dia dan keluarganya tidak akan menanggung malu, karena pernikahannya yang nyaris batal.
***
"Mau apa kau kemari?"
Lucas bangkit dari tempat duduknya, ketika Selena tiba-tiba masuk ke dalam ruangannya tanpa permisi. Dia menatap wanita yang tengah menghampirinya dengan sorot mata yang tajam.
"Kita harus bicara sekarang juga," jawab Selena, setelah dia berdiri tepat di depan Lucas dengan jarak yang cukup dekat.
"Tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan!" sergah Lucas. "Pergi dari ruangakanku sekarang juga!" usirnya seraya mengangkat tangan kanannya, mengarahkan ke arah pintu.
"Kau tidak bisa membatalkan pernikahan kita secara sepihak, Lucas!" tegas Selena tampak geram.
Tentu saja Selena tidak setuju dengan keputusan Lucas. Bertahun-tahun dia berjuang agar bisa menikah dengan Lucas, dan merebut semua harta miliknya. Namun, tiba-tiba dia harus rela melepaskan pria itu disaat akan melangsungkan pernikahan. Sungguh itu membuatnya sangat frustrasi. Semua rencananya gagal dalam waktu singkat, hanya karena sebuah kesalahan.
Andai saja waktu itu, Stevan bersedia mendengarkan ucapannya, mungkin kejadiannya tidak akan seperti ini. Dalam waktu yang cukup lama, dia mampu menjaga rahasianya dengan Stevan. Namun, hanya karena kesalahan kecil itu, semuanya hancur berantakan.
"Kenapa tidak bisa? Bukankah aku berhak memilih siapa yang pantas menjadi istriku?" Lucas mencebikan bibirnya, menatap sinis wajah mantan kekasihnya itu.
"Tapi, kau dan keluargamu akan malu. Bukankah kita sudah menyebar semua undangan?" Selena semakin mendekat, lalu membelai bahu Lucas. Namun, secepat kilat Lucas menepis tangan wanita itu.
"Jangan sentuh aku! Aku tidak sudi disentuh wanita murahan sepertimu!" sergah Lucas semakin geram.
Amarah Lucas kali ini berhasil membuat Selena terkejut dan takut.
"Kau pikir, hanya karena masalah sekecil itu, aku akan tetap menikahimu? Tidak, Selena! Masih banyak wanita baik-baik yang bisa kunikahi, selain dirimu!"
"Ayolah, Lucas ... aku minta—"
"Jangan mendekat!" Lucas menahan langkah Selena, ketika akan kembali mendekatinya.
"Aku minta maaf, Lucas. Aku tahu aku salah, tapi kau tidak bisa memperlakukanku seperti ini." Selena tampak memasang ekspresi memelas.
"Lantas, kau sendiri bebas memperlakukanku sesukamu, begitu?" Lucas membelalakkan matanya.
Dia tidak habis pikir, bagaimana bisa Selena berkata seperti itu, setelah melakukan kesalahan yang begitu besar terhadapnya.
"Bukan seperti itu. Aku minta maaf, aku khilaf," jawab Selena memohon.
"Dan menurutmu, maaf akan menghilangkan semua rasa sakit dan kecewaku?" Lucas tampak mengepalkan sebelah tangannya, berusaha menahan emosinya saat itu. "Kau pergi dari ruanganku sekarang juga, dan jangan pernah temui aku lagi! Aku muak melihat wanita sepertimu!"
"Tidak, Lucas. Aku tidak akan pergi dari sini, sebelum kau memaafkanku." Selena tampak menggelengkan kepalanya. Tanpa bisa dia cegah, air matanya luruh begitu saja membanjiri pipinya yang putih mulus, tanpa ada noda sedikit pun.
Selena tidak menyerah. Tampaknya dia benar-benar tidak ingin berpisah dengan Lucas. Namun, tetap saja Lucas tidak ingin memberi kesempatan kedua untuknya.
Perbuatan Selena terlalu menyakitkan bagi Lucas, sehingga Lucas tidak bisa memaafkan kesalahan wanita itu dengan begitu mudah.
"Selena, keluar!" teriak Lucas sudah sangat muak, karena terlalu lama melihat wajah Selena di ruangannya.
"Tidak, Lucas." Selena masih belum berhenti menangis. Dia berharap Lucas akan memaafkan kesalahannya.
"Kau tidak perlu khawatir, karena aku tidak berniat untuk membatalkan pernikahan itu."
Ucapan Lucas kali ini tentu membuat Selena membelalak tidak percaya. Secepat kilat Dia menyeka air matanya, lalu melangkah mendekati Lucas.
"Benarkah itu? Kau tidak bohong, Lucas?" tanya Selena meyakinkan.
"Untuk apa aku membatalkan pernikahan itu, sementara aku sudah menemukan wanita baik yang akan menggantikan posisimu." Lucas tersenyum getir sambil menatap wanita yang bahkan sampai saat ini masih sangat dicintainya.
Ya, benar. Lucas memang masih mencintai Selena. Namun sayang sekali, rasa cintanya terkalahkan oleh rasa sakit yang kini tengah merajai jiwa dan raganya. Dia yakin dengan keputusannya sendiri, bahwa Selena memang pantas untuk ditinggalkan.
"Apa maksudmu? Apa itu artinya kau ...." Selena menggantungkan ucapannya. Dia memasang ekspresi tidak percaya, seolah menuntut penjelasan dari Lucas saat itu juga.
"Ya, kau benar. Aku memang sudah menemukan seseorang yang jauh lebih dari segalanya dibandingkan denganmu. Menurutmu, aku akan diam saja saat kau sendiri mengkhianatiku seperti itu? Kau salah Selena. Aku bukanlah pria bodoh yang bisa kau peralat dengan mudah. Bahkan, kau lebih memilih pria tidak berguna itu, dibandingkan aku yang memiliki segalanya. Kau bodoh Selena. Aku tidak habis pikir, kenapa aku bisa mencintai wanita bodoh sepertimu. Oh, tidak! Lupakan itu! Karena itu sudah tidak berlaku lagi bagiku. Saat ini, hanya dia satu-satunya wanita yang sangat kucintai. Kau paham?"
Lucas tampak berjalan dengan perlahan mengelilingi tubuh Selena yang tengah berdiri di dekatnya. Dia sengaja ingin memanas-manasi Selena. Bahkan, dia masih belum merubah tatapan sinis itu. Tatapan yang penuh dengan kebencian.