"Mau sampai kapan kau berdiri di situ?" Lucas yang sudah duduk di atas tempat tidur tampak membuka kancing lengan bajunya, tanpa menoleh ke arah Ellena yang masih berdiri di dekat pintu kamar hotel.
"Sa-saya—"
"Jangan kau pikir aku senang bisa tinggal satu kamar denganmu!" potong Lucas seraya bangkit dari duduknya, lalu menatap sinis wajah Ellena.
"Itu tidak mungkin, karena kau bukanlah wanita yang kuharapkan. Lihat! Penampilanmu saja sangat tidak selevel denganku!" Lucas melempar tatapan mengucilkan, lalu bergegas menuju kamar mandi.
Perkataan Lucas kali ini sungguh menyakitkan bagi Ellena. Rasanya seperti terhantam godam. Bagaimana mungkin Lucas bisa berkata seperti itu kepada Ellena, sementara dia sendiri yang memaksa wanita itu untuk menikah dengannya.
"Dia pikir, aku juga senang bisa berada di dalam satu kamar dengannya? Kalau bukan karena terpaksa, aku juga tidak ingin berada di posisi yang seperti ini. Menyebalkan sekali!" gerutu Ellena, ketika baru saja Lucas menutup pintu kamar mandi itu.
"Aku mendengar apa yang kau katakan!" teriakan Lucas dari dalam kamar mandi membuat Ellena sedikit tersentak, lalu mengatupkan bibirnya.
"Ya Tuhan, dia mendengarnya," gumam Ellena.
Ellena duduk di meja rias, menatap pantulan dirinya dari cermin yang berukuran cukup besar. Dia terdiam beberapa saat, mengamati wajah sambil merenungi nasibnya. Banyak sekali yang mengganggu pikirannya kali ini. Bahkan, dia juga memikirkan akan tidur di mana malam ini.
Dia rasa, malam ini tidak akan bisa tidur nyenyak. Bagaimana bisa ketika yang menjadi teman satu kamarnya adalah Lucas? Meskipun Lucas sudah berjanji tidak akan menyentuhnya, tetap saja dia merasa khawatir. Khawatir jika Lucas lupa ataupun tidak sadar.
Cukup lama Ellena berdiam diri di depan cermin. Dia mulai melepaskan riasan di kepalanya satu-persatu, tanpa mengalihkan pandangan dari cermin itu. Namun, seketika suara pintu kamar mandi yang terbuka membuatnya tersentak, lalu menoleh.
"Aaarrrgh!" teriak Ellena degan sigap menutup wajah dengan kedua tangannya.
Tentu dia sangat terkejut, ketika melihat pemandangan yang mungkin bagi sebagian wanita itu adalah pemandangan yang mengagumkan, tetapi tidak menurutnya.
Bagaimana bisa Lucas bertelanjang dada, memperlihatkan tubuhnya yang six pack. Sementara, Ellena sedang berada di dalam kamar itu?
Walau bagaimanapun Ellena hanyalah istri kontrak bagi Lucas dan dia tidak berhak menikmati keindahan setiap inci tubuh yang dimiliki pria itu, meskipun hanya melalui pandangan. Lagi pula, melihat penampilan Lucas yang sekarang ini, justru membuat Ellena merasa jijik dan geli.
"Apa yang kau lihat? Kenapa kau begitu terkejut?" Lucas terbelalak menatap Ellena.
Dia masih berdiri di depan pintu kamar mandi. Mendengar Ellena yang tiba-tiba menjerit saat melihatnya, tentu membuat dia sedikit terlonjak. 'Memangnya apa yang wanita itu lihat, sehingga bertingkah seperti itu?' Pikirnya.
Ellena masih belum berani membuka mata. Seujurnya, ini adalah pengalaman pertamanya melihat pria bertelanjang dada di dalam kamar. Itulah mengapa dia sangat terkejut, ketika melihat Lucas hanya memakai handuk yang menutup bagian pinggang sampai lututnya.
"Apa kau baru pertama kali melihat pemandangan seperti ini, ha?" Lucas kembali melemparkan pertanyaan sembari menatap sinis ke arah Ellena. Namun, Ellena tidak menanggapi.
"Apa dia memang sepolos itu?" gumam Lucas seraya berjalan menuju lemari pakaian.
Lucas tampak memakai kaus polos berwarna putih yang dipadupadankan dengan celana pendek berwarna hitam. Setelah selesai, dia kembali membalikkan badan, menghadap Ellena.
"Mau sampai kapan kau menutup wajahmu seperti itu? Apa kau takut aku memakanmu?"
Lucas melemparkan handuk ke atas tempat tidur. Dia menatap Ellena yang masih menutup wajahnya.
"Jangan mimpi kau! Memangnya kau pikir aku tertarik untuk menyentuhmu? Tidak!" tegasnya dengan nada sinis.
Lagi-lagi Ellena merasa direndahkan oleh pria yang baru beberapa jam menjadi suaminya. Entah kenapa Lucas bersikap seperti itu kepadanya. Padahal, dia sudah bersedia menjadi istri kontrak pria itu. Meskipun Lucas tidak benar-benar menginginkannya, setidaknya pria itu mendapat keuntungan dari pernikahan tersebut.
Ya, tentu. Karena tidak mungkin Lucas bersedia menikahi wanita miskin sepertinya, jika tidak ada sesuatu yang membuat pria itu merasa diuntungkan.
Lucas segera bergegas keluar dari kamar hotel.
Mendengar suara langkah kaki yang diiringi bunyi pintu yang tertutup, membuat Ellena tersadar bahwa Lucas telah pergi dari ruangan itu. Dia pun membuka mata secara perlahan, melihat seisi ruangan dari sela-sela jari tangannya. Seketika dia menarik napas dan mengembuskannya perlahan. Dia kemudian menurukan tangan dari wajahnya.
"Beruntung dia sudah pergi. Bisa gila aku, kalau terus-terusan berada satu kamar dengannya!" gerutu Ellena, lalu bangkit dari tempat duduknya.
Tanpa menunggu lama, dia segera masuk ke dalam kamar mandi untuk melakukan ritual membersihkan badan. Setelah seharian menjadi ratu dadakan, nyatanya membuat dia merasakan lengket di sekujur tubuhnya.
Beberapa menit berlalu, Ellena telah selesai dengan kegiatannya. Dia sudah mengenakan piyama motif etnik berwarna cream yang dia bawa dari rumah indekostnya. Dia memang sengaja membawa pakaian tidur lengan panjang dan beberapa setel pakaian yang cukup tertutup, karena dia tidak ingin menyuguhkan setiap lekuk tubuhnya yang sexy kepada Lucas yang hanya berstatus sebagai suami kontraknya.
Mengingat Lucas yang belum kembali, membuat Ellena seketika menyunggingkan senyuman senang. 'Ya, semoga saja Lucas tidak kembali lagi ke kamar itu,' pikirnya.
Rasa kantuk pun mulai melanda. Ellena tampak menaiki tempat tidur, lalu membaringkan tubuhnya di sana. Namun, baru saja dia akan menarik selimut, tiba-tiba terdengar seseorang membuka pintu. Sudah dapat dipastikan itu siapa.
Ellena mengurungkan niatnya, lalu kembali mengangkat tubuhnya. Kini dia sudah terduduk di atas tempat tidur, merutuki kebodohannya sendiri.
"Ah, kenapa aku tidak mengunci saja pintunya. Biarkan saja dia tidur di luar," bisiknya.
"Apa? Kau akan membiarkanku tidur di luar?"
Suara bariton itu seketika membuat Ellena terlonjak. Dia mendongak, lalu menatap takut wajah Lucas yang kini sudah berdiri dua meter di hadapannya. Entah kenapa telinga pria itu begitu tajam, sehingga bisa mendengar apa pun yang dia katakan, meskipun dengan nada pelan.
"Memangnya kau siapa, seenaknya saja akan membiarkanku tidur di luar?" Lucas menatap sinis wajah Ellena.
"Ma-maaf, Pak, bukan begitu maksud saya." Ellena beranjak dari tempat tidur, lalu berdiri di depan Lucas.
"Lantas, apa maksudmu? Apa kau benar-benar takut aku memakanmu malam ini, ha?" Lucas menatap Ellena penuh selidik. Netranya mulai menjamah setiap inci tubuh Ellena yang kala itu sedang berdiri sedikit membungkuk di hadapanya seolah-olah tengah merasa sangat sakut.
"Maaf, Pak, ta-tapi—"
"Dengan kau bersikap seperti ini, justru membuatku sangat penasaran terhadapmu, Elle." Lucas memotong pembicaraan Ellena, lalu menyeringai sembari melemparkan tatapan sensual ke arah wanita itu.