Sepulang dari desa, Lucas langsung membawa Ellena pulang ke rumah orang tuanya.
Setibanya di kediaman Albert Fidell, Mereka disambut hangat oleh kedua orang tua Lucas. Bahkan, beberapa pelayan di rumah itu sudah berbaris memakai pakaian yang sama dan siap menyambut kedatangan mereka.
Halaman rumah yang luas dan terawat tampak jelas dari kondisi asri dan sejuk. Bahkan, nyaris tak ada sampah yang berserakan di sekitarnya, meskipun hanya sisa daun kering yang jatuh tanpa disengaja.
Ya, wajar saja. Begitu banyak pelayan yang bekerja di rumah ini. Bahkan, Ellena sampai tidak sempat menghitung satu per satu dari mereka yang tengah berbaris menyambut kedatangannya bersama Lucas.
Sepasang pengantin baru itu tampak berjalan melewati barisan para pelayan. Mereka sengaja menghampiri kedua pasangan suami istri paruh baya yang sudah berdiri menunggu di ujung barisan tersebut.
Tanpa menunggu perintah, Ellena langsung menyapa kedua orang tua Lucas yang sedari tadi sudah menyunggingkan senyuman lebarnya.
"Bagaimana malam pertama kalian, apakah menyenangkan?" Pertanyaan pertama yang dilontarkan Veronica, ibunya Lucas, membuat Ellena seketika termangu tidak bisa menjawab.
"Mami, jangan membuat istriku gugup seperti itu," ucap Lucas menanggapi. "Pesta pernikahan itu sangat melelahkan, mana mungkin kami bisa melakukan malam pertama dalam kondisi seperti itu," jelasnya kemudian.
"Jadi—"
"Sudahlah, Vero, jangan membuat mereka tertekan dengan pertanyaanmu itu. Bukankah masih banyak waktu untuk mereka menghabiskan bulan madu?" potong Albert mengingatkan istrinya.
"Baiklah, secepatnya aku akan membelikan mereka tiket bulan madu ke luar negeri, agar kita bisa segera memiliki cucu," ucap Veronica yang sontak membuat Ellena membulat.
"Ayo, masuk!" Veronica tampak merangkul Ellena, membawanya masuk ke dalam rumah.
"Ba-baik, Bu," jawab Ellena gugup.
"Jangan kaku seperti itu. Kau ini sekarang menantuku, jadi panggilah aku Mami, sama seperti Lucas memanggilku!" tegas Veronica sambil berjalan berdampingan dengan menantunya.
"Ba-baik, Mami," jawab Ellena.
Ellena sedikit terperangah, ketika dia baru saja menginjakkan kakinya di dalam rumah itu. Tampak ruangan yang didominasi oleh warna putih, juga beberapa furnitur mewah yang menghiasi setiap sudutnya. Dekorasi yang memberikan kesan suasana yang terang dan nyaman. Sunggu sangat menakjubkan. Rasanya dia tidak pantas menginjakkan kaki di rumah yang terlihat seperti istana itu.
"Akan Mami tunjukkan kamarmu," ucap Veronica, lalu mengajak Ellena ke lantai 2.
Veronica langsung membawa Ellena ke sebuah kamar yang berukuran sangat luas dengan segala furnitur mewah di dalamnnya. Tampak tempat tidur yang berukuran king size, juga beberapa foto Lucas yang terpajang di dinding dan di atas nakas. Sudah dapat dipastikan bahwa itu adalah kamar Lucas, dan malam ini dia akan tidur di sana bersama sang pemilik kamar tersebut.
"Ini adalah kamar yang biasa Lucas tempati dan malam ini kalian akan tidur di sini."
Belum sempat Ellena mengakhiri lamunannya, Veronica telah lebih dulu memberi tahu wanita itu bahwa dia akan tidur dengan Lucas. Ah, hal itu sungguh membuat bulu kuduk Ellena meremang seketika.
"Terima kasih, Mami," lirih Ellena memaksakan senyumnya.
Maminya Lucas begitu baik kepada Ellena. Mungkin karena dia belum tahu latar belakang Ellena yang sebenarnya. Entah jika dia sudah mengetahui semuanya, bisa saja sikapnya akan berubah membenci wanita itu, atau bahkan merasa jijik memiliki menantu miskin seperti Ellena.
"Baiklah, sebaiknya kau istirahat saja dulu," ucap Veronica sembari tersenyum menatap Ellena.
"Terima kasih, Mami," kata Ellena dengan nada yang masih terlihat canggung.
Veronica mengulas senyuman, lalu pamit dari hadapan Ellena. Dia langsung keluar, meninggalkan Ellena sendirian di kamar itu. Sementara, Lucas masih berada di lantai 1 bersama ayahnya. Tampaknya mereka tengah membicarakan sesuatu yang entah itu apa.
"Permisi, Nona."
Baru saja Ellena akan melangkahkan kaki, memasuki ruangan itu lebih dalam, tiba-tiba suara asing membuatnya tersentak. Dia pun segera menoleh ke arah sumber suara. Tampak seorang pelayan berdiri di depan kamar itu dengan membawa dua buah tas koper.
Ellena langsung tersenyum ramah kepada pelayan itu. "Kau simpan saja koper itu di dekat lemari, biarkan nanti aku yang akan merapikannya," pinta Ellena yang sudah paham akan kedatangan pelayan itu ke kamar tersebut.
"Baik, Nona," ucap pelayan itu dengan sedikit membungkukkan badannya, bersikap sopan.
Dia segera menarik kedua koper itu, lalu menyimpannya di samping lemari pakaian sesuai perintah Ellena. Setelah selesai dengan tugasnya, dia segera pamit kepada Ellena dan meninggalkan ruangan itu.
Ellena mengelilingi seisi ruangan, mengamati setiap benda yang berada di sana. Tampak beberapa foto Lucas, juga foto anak laki-laki yang tepajang di sana. Sepertinya itu adalah foto Lucas sewaktu masih kecil. Sesekali Ellena tersenyum melihat foto-foto itu. Lucas memang sudah memiliki wajah tampan dari sejak kecil, pantas saja jika sekarang makin terlihat tampan dan gagah, pikirnya.
Ketika Ellena baru saja akan mengambil salah satu dari foto itu, tiba-tiba terdengar suara hentakan sepatu yang melangkah menuju kamar itu.
Ellena pun segera mengurungkan niatnya, lalu menghadap pintu kamar yang masih terbuka lebar. Tampaknya dia sudah mengenal betul suara hentakan itu.
Bertepatan dengan itu, Lucas telah berdiri di ambang pintu, melemparkan tatapan nanar kepadanya.
"Pak Lucas," lirih Ellena seraya menundukkan kepalanya.
Tanpa menanggapi, Lucas langsung masuk, lalu menutup pintu kamar itu, sehingga membuat Ellena sedikit terlonjak.
"Kau terkejut?" tanya Lucas saat menyadari Ellena yang sedikit terlonjak.
"Ti-tidak, Pak," jawab Ellena gugup.
Lucas tersenyum menunjukkan gaya sensualnya, lalu dengan perlahan dia berjalan mendekati Ellena yang kala itu tengah berdiri di dekat lemari pakaian yang berukuran besar.
Seketika tubuh Ellena meremang melihat ekspresi Lucas yang tidak ingin mengalihkan tatapan dari wajahnya. Hanya pikiran negatif yang saat itu memuhi isi kepalanya. Ellena bergetar ketakutan, ketika Lucas makin mendekat ke arahnya.
Ellena mundur secara perlahan, berusaha menghindari Lucas. Bahkan, dia tidak berniat untuk mengalihkan fokusnya dari tubuh Lucas yang makin mendekat ke arahnya.
"P-Pak, apa yang akan Anda lakukan?" tanya Ellena dengan bibir sedikit bergetar. Namun, Lucas tidak menanggapi pertanyaannya. Pria itu terus menghampiri tanpa rasa peduli.
Nyatanya, ekspresi Ellena saat ini membuat Lucas makin menyeringai senang dan meyakinkan langkahnya. Entah apa yang ada dalam pikirannya saat itu.
Lucas menatap dalam wajah Ellena, sehingga membuat wanita itu makin bergetar ketakutan. Entah apa yang akan pria itu lakukan terhadapnya. Meskipun sebelumnya Lucas tidak melakukan apa pun sewaktu di hotel, tetap saja membuat Ellena merasa khawatir kali ini. Dia tidak akan rela jika Lucas berani menyentuhnya, meskipun hanya sehelai rambut.
Ellena terus melangkah mundur. Namun, seketika langkahnya terhenti, saat punggungnya terbentur lemari dan tertahan di sana. Sementara Lucas sudah makin mendekat. Tampaknya Ellena sudah tidak lagi bisa menghindari pria itu. Entah apa yang harus dia lakukan sekarang.
"P-Pak ...."