Chereads / Wedding Agreement With CEO (Indonesia) / Chapter 21 - Melanggar Perjanjian

Chapter 21 - Melanggar Perjanjian

"Lepaskan! Kau sudah melanggar perjanjian itu!" Ellena makin meronta meminta Lucas melepaskan tangannya.

Sekuat Ellena meronta, sekuat itu pula Lucas menahan genggaman tangannya.

Seketika Lucas menurunkan tatapannya, lalu mengangkat tangan Ellena yang tengah dia pegang. Bersamaan dengan itu, Lucas kembali mendongak menatap wanita di depannya.

"Apa seperti ini caramu memakaikan dasi?" Sorot mata Lucas tampak menajam.

Ellena terkejut. Secepat kilat dia menunduk, menurunkan tatapannya ke arah dasi yang masih dia pegang, sebelum akhirnya dia menanggapi pertanyaan Lucas.

"Me-memangnya harus bagaimana?" tanya Ellena sedikit gugup.

"Kau benar-benar tidak tahu bagaimana caranya memakaikan dasi?" Lucas menatap Ellena penuh tanya. Ingin rasanya dia tidak mempercayai hal itu. Namun, sesaat gelengan kepala Ellena membuatnya mendesah frustrasi.

"Kenapa kau tidak memberitahuku, kalau kau tidak bisa melakukannya? Buang-buang waktu saja!" geram Lucas.

"Tadi ... tadi aku sudah berusaha ingin menjelaskan, tetapi—"

"Aarrggh, sudahlah!" potong Lucas lagi-lagi mendesah kesal.

"Ya sudah, lepaskan tanganku! Kenapa kau masih memegangnya seperti itu? Bukankah tanganku sudah tidak berguna lagi bagimu?" ketus Ellena seraya menatap tangannya yang masih dipegang oleh Lucas.

Lucas sendiri tidak menyadari hal itu. Dia sedikit terkejut saat melihat pergelangan tangan Ellena yang masih berada dalam cengkeraman tangannya.

"Enak saja!" Lucas tidak ingin mengabulkan permintaan Ellena. Dia justru berniat untuk tidak secepatnya melepaskan tangan itu. "Tidak! Kau harus melakukannya sampai selesai!" tegas Lucas.

"Tapi ...." Ellena tidak melanjutkan perkataannya saat Lucas telah lebih dulu menarik tangannya.

Ellena bergeming dan hanya bisa menatap pergerakan tangan Lucas yang menuntun tangannya untuk menyimpulkan dasi itu dengan benar. Tampaknya Lucas sengaja melakukan hal itu, agar Ellena memperhatikan tata cara memakaikan dasi yang dia tunjukkan.

Bukan fokus memperhatikan, Ellena justru fokus merasakan jantungnya yang berpacu dengan begitu cepat. Tangan Lucas yang terus bergerak lembut sambil memegang tangannya, berhasil membuat dia mematung beberapa saat. 'Bagaimana bisa posisi seperti ini membuat jantungku terasa makin bergejolak?' pikirnya.

Seketika pandangan itu beralih ke wajah Lucas yang ternyata tengah memperhatikannya. Tatapan mereka terkunci beberapa saat. Tak ada suara. Hanya degup jantung yang seolah-olah tengah memompa di dalam sana.

Lucas telah selesai dan menghentikan kegiatan itu. Namun, dia belum melepaskan tangan wanita di depannya. Dia masih mengamati wajah Ellena yang begitu cantik sempurna, tanpa ada cacat sedikit pun. Bahkan, tidak ada satu pun noda jerawat yang membekas di sana.

Sebagaimana Lucas, Ellena pun masih melakukan hal yang sama. Dia juga mengamati setiap inci wajah Lucas yang terlihat tampan dengan mata hazel serta brewok tipis yang tumbuh di pipinya. Sungguh terkesan sangat maskulin. Dia tidak habis pikir kenapa Selena rela kehilangan orang seperti Lucas?

"Kau masih betah seperti ini?" Untuk yang ke sekian kalinya, Lucas membuat Ellena mengerjap kaget. Entah kenapa Lucas senang sekali membuat wanita itu terkejut.

Ellena tersadar. Secepat kilat dia menarik paksa tangannya dari genggaman tangan Lucas. "Kau sudah melanggar perjanjian itu! Kumohon, jangan ulangi!" tegas Ellena sedikit salah tingkah dan lantas segera bergegas keluar.

Sementara itu, Lucas tampak menyeringai senang, karena lagi-lagi dia berhasil mengerjai wanita polos seperti Ellena.

***

Di ruang makan, Ellena mulai menata piring dan sendok di atas meja, lalu menuangkan air ke dalam beberapa gelas kosong. Dia menyimpan gelas berisi air itu di samping setiap piring yang sudah tertata rapi, yang sengaja dia siapkan untuk sarapan suami dan kedua mertuanya.

"Ellena, kau sedang apa?" Suara Veronica yang tiba-tiba memecah di ruangan itu, membuat Ellena mendongak dan menghentikan kegiatannya.

"Apa kau melakukan ini semua sendiri?" tanya Veronica seraya menatap Ellena, lalu tatapan itu beralih ke hidangan di atas meja makan.

Ellena tersenyum, sebelum akhirnya dia berkata, " Iya, Mami. Mari kita sarapan bersama."

"Siapa yang membiarkan Nona Besar melakukan pekerjaan itu?" Albert yang berdiri di samping Veronica seketika meninggikan suara, berharap semua pelayan di rumah itu mendengarnya.

Hal itu tentu saja membuat pelayan di rumah itu dengan sigap menghadap Albert, tak terkecuali Molly. Mereka menunjukkan sikap tunduk dan takut. Tampaknya mereka tahu betul bagaimana majikannya itu jika sudah marah.

"Kenapa kalian membiarkan Nona Ellena mengerjakan tugas yang seharusnya kalian kerjakan?" Albert sedikit mengeraskan rahang sambil melemparkan tatapan sinis kepada para pelayan itu.

Tak hanya para pelayan itu yang kaget, Ellena juga dibuat terlonjak atas sikap ayah mertuanya itu. Dia termangu sejenak melihat ekspresi Albert yang terlihat begitu marah. Namun, secepatnya dia berusaha melerai, sebelum akhirnya terjadi kesalahpahaman yang berkepanjangan.

"Tuan, maaf." Ellena mendekati kedua mertuanya itu, lalu berdiri di hadapan mereka.

"Sebetulnya mereka sudah melarang saya untuk tidak bekerja, tetapi saya yang memaksa. Saya harap Tuan tidak akan memarahi mereka atas kejadian ini," jelas Ellena sedikit gugup.

Seketika Albert dan Veronica membulat sempurna seolah tidak percaya atas pengakuan Ellena.

"Apa? Apa saya tidak salah dengar?" Albert memastikan.

"Betul, Tuan. Ini memang murni keinginan saya," jawab Ellena lirih.

"Tapi, kenapa kau harus melakukannya? Bukankah rumah ini sudah memiliki banyak pelayan yang siap melayanimu?" tanya Albert masih tidak percaya. Bagaimana bisa wanita secantik dan berkelas seperti Ellena bersedia melakukan pekerjaan para pelayan di rumah itu.

"Elle, kau itu nona muda di rumah ini. Tidak seharusnya kau melakukan pekerjaan itu. Biarkan mereka yang melakukannya," timpal Veronica menambahkan.

"Ma-maaf, Mami, tapi saya tidak bisa jika hanya berdiam diri di rumah tanpa mengerjakan apa pun. Lagi pula, saya juga ingin menyiapkan sarapan untuk suami saya, sebelum beliau pergi bekerja," jawab Ellena memasang ekspresi memelas, berharap kedua mertuanya akan memahami hal itu.

"Bekerja?" Albert tertegun sejenak. "Hari ini Lucas akan bekerja? Kenapa dia tidak mengambil cuti lebih lama? Bukankah kalian baru saja menikah?" Sederet pertanyaan lolos dari mulut Albert. Dia tampak bingung dengan Lucas yang terburu-buru menghabiskan masa cutinya.

"Ada apa ini? Kenapa pagi-pagi sudah ribut?" Kehadiran Lucas sesaat mengalihkan perhatian mereka, sebelum Ellena sempat menjawab pertanyaan Albert.

Lucas berdiri di samping Ellena, menghadap kedua orang tuanya.

"Lucas? Kau sungguh akan pergi bekerja hari ini?" Albert menatap penuh tanya kepada sang putra yang baru saja muncul dengan penampilan eksekutif muda.

"Ya. Kenapa, Papi? Apakah ada yang salah?" jawab Lucas dengan nada santai.

"Kenapa kau terburu-buru sekali. Bukankah kau baru saja menikah dengan Ellena. Ambillah cuti untuk beberapa hari ke depan!" pinta Albert.

"Aku akan mencari waktu yang tepat untuk kita berbulan madu. Bukan begitu, Sayang?" ujar Lucas seraya merangkul bahu istrinya yang sontak membuat wanita itu membelalakkan mata.