Lucas memperkuat rangkulan tangannya, lalu menatap Ellena dengan gaya sensual. Tampaknya dia sengaja memberi bahasa isyarat, agar Ellena menanggapi ucapannya.
'Apa? Berbulan madu? Kenapa dia tiba-tiba membahas hal itu?' gumam Ellena.
Ellena hanya menelan saliva berat sambil membelalakkan mata. Lagi-lagi jantungnya berdebar karena ulah Lucas kali ini. Pria itu sungguh telah membuat dia salah tingkah di depan kedua mertuanya.
Sebisa mungkin Ellena menetralkan perasaan, meski terlalu sulit untuk dia lakukan. Bagaimana bisa, jika Lucas justru makin mempererat rangkulan di bahunya. Bahkan, pria itu sudah berani mencengkeram pangkal lengannya, meskipun tidak terlalu kuat.
Lagi-lagi Ellena menalan saliva berat. Posisi itu membuat dia tidak bisa berpikir jernih. Bagaimana bisa dia berkonsentrasi, sementara jantungnya makin meloncat-loncat seolah ingin keluar dari dalam sana.
'Ah, apa yang sebenarnya Lucas lakukan? Kenapa tiba-tiba dia bisa merasa bebas sekali menyentuhku?' pikir Ellena.
Bukankah dalam surat perjanjian itu, Lucas sendiri yang menuliskan agar mereka tidak saling bersentuhan, tetapi kenapa sekarang justru dia yang memulai? Ah, atau jangan-jangan Ellena salah paham akan kata 'Sentuhan' itu?
Lucas tampak memperkuat cengkeraman tangannya, sehingga membuat Ellena sedikit mengaduh karena merasakan nyeri di bagian pangkal lengannya. Namun beruntung kedua mertuanya tidak menyadari hal itu.
Ellena menoleh ke arah Lucas. Mendapat tatapan sinis dari Lucas, membuat dia langsung memahami makna dari tatapan itu. Tatapan yang seolah-olah menuntutnya agar membuka suara untuk mengklarifikasi ucapan suaminya.
"Jadi, rencananya kalian akan berbulan madu ke mana?" Baru saja Ellena akan membuka mulut untuk menanggapi, Albert telah lebih dahulu melayangkan pertanyaan.
Berbeda dengan Ellena yang tampak bingung, Lucas justru sangat santai menghadapi papinya. Dia seolah sudah memiliki jawaban akan pertanyaan itu.
"Hm ... hari ini aku akan mengajak Ellena untuk pindah ke rumah baru, tetapi karena aku ada meeting dengan klien, mungkin nanti sore kami baru akan pergi," jawab Lucas.
"Maksudmu? Kalian akan meninggalkan kami berdua di rumah ini?" tanya Veronica sedikit terkejut. "Tidak! Mami tidak akan membiarkan kalian pergi dari rumah ini!" tegasnya kemudian.
"Ayolah, Mami ... aku tidak bermaksud untuk meninggalkan kalian berdua. Aku hanya ingin hidup mandiri bersama istriku ini," balas Lucas diakhiri dengan senyuman.
"Jadi, kalian tidak berencana pergi ke luar negeri untuk berbulan madu?" timpal Albert yang tampak masih penasaran.
"Kenapa harus pergi ke tempat lain, jika di rumah sendiri lebih menyenangkan?" Lucas menurunkan tangannya yang masih merangkul Ellena, kemudian dia duduk di kursi makan yang tidak jauh darinya.
"Tapi, bukankah pengantin baru itu selalu mencari tempat yang paling indah untuk menghabiskan waktu berbulan madu? Kenapa kalian tidak seperti pengantin baru pada umumnya?" tanya Albert masih belum mengerti dengan jalan pikiran Lucas. "Dengan kau langsung sibuk bekerja, kemudian tidak sibuk memikirkan rencana berbulan madu, apakah itu masih bisa dikatakan normal?" protesnya kemudian.
"Percayalah, aku tahu apa yang terbaik untuk kami," jawab Lucas mengelak.
Melihat Lucas yang sudah duduk, salah satu pelayan yang berdiri di sana pun dengan sigap menarik tiga kursi lagi, lalu mempersilakan Albert dan Veronica, juga Ellena untuk segera duduk. Hal yang sudah biasa terjadi di rumah itu.
"Papi tidak suka dengan caramu, Lucas. Bagaimana pun kau harus menghormati istrimu." Albert mendaratkan tubuhnya di kursi paling ujung sebelah kanan. "Bahkan, kau tidak memperlakukan istrimu seperti ratu," imbuhnya kemudian.
Semetara itu, Veronica duduk di samping kanannya, berhadapan dengan Lucas. Di samping kiri Lucas tampak Ellena yang mendampingi.
"Maksud, Papi?" Lucas tidak memahami perkataan papinya. "Aku sangat menyayangi istriku, bagaimana mungkin aku tidak menghormatinya," jawab Lucas mengelak.
Salah satu pelayan tampak menuangkan nasi ke dalam piring mereka secara bergantian. Sementara itu, pelayan yang lain sudah menghambur, melanjutkan kembali pekerjaan masing-masing.
"Apa begitu caramu menghormati istri, dengan membiarkan dia melakukan pekerjaan rumah yang seharusnya dikerjakan para pelayan?" Lagi-lagi Albert melayangkan protesnya.
"Aarrgh ...." Lucas mendesah frustasi.
"Tuan, bukankah saya sudah memberi tahu bahwa itu keinginan saya." Ellena langsung menanggapi perkataan Albert.
"Elle, orang yang kau sebut tuan itu papi mertuamu, panggillah dia seperti suamimu memanggilnya!" pinta Veronica.
"Ma-maaf, Mami." Ellena langsung menundukkan kepala.
Baik Albert maupun Veronica, mereka tampaknya sangat bahagia dengan kahadiran Ellena di rumah itu. Hal itu terbukti dengan cara mereka memperlakukan Ellena dengan baik dan sangat terhormat. Mungkin karena mereka belum mengetahui latar belakang Ellena yang sebenarnya. Bagaimana pun mereka berasal dari keluarga yang sangat terpandang, belum tentu mereka akan menerima kondisi Ellena yang sebenarnya, jika suatu saat tahu tentang hal itu.
"Papi dengar sendiri, bukan? Bukan aku yang menyuruhnya, tetapi Ellena sendiri yang menginginkan untuk melakukan itu," jelas Lucas seraya menoleh ke arah papinya.
"Tidak seharusnya kau membiarkan hal itu terjadi." Albert menyalahkan Lucas. Dia seolah-olah tidak rela melihat anak menantunya melakukan pekerjaan itu.
"Sudahlah, biarkan saja dia melakukan apa yang dia inginkan, bukankah itu memang pekerjaan seorang istri?" balas Lucas datar.
"Kau ini!" Albert menggelengkan kepala pelan. Dia tidak tahu lagi bagaimana memberi tahu putranya.
"Tidak apa-apa, Papi, saya senang melakukan pekerjaan ini," ujar Ellena lirih.
Albert hanya menarik napas berat. Nyatanya, sikap yang dia tunjukkan untuk anak dan menantunya itu tidak membuat mereka tersadar bahwa dia sangat memedulikan mereka. Baik Lucas maupun Ellena, mereka sama-sama bersikeras dengan keinginan masing-masing. Sikap mereka sangat bertentangan dengannya.
***
Di tempat lain, tepatnya di sebuah apartemen. Perdebatan sengit terjadi antara sepasang kekasih yang tak lain adalah Selena dan Stevan.
"Kau lihat, Steve? Karena ulahmu, aku batal nikah dengan Lucas!" geram Selena kepada Stevan.
"Kau pikir, hanya kau yang dirugikan?" Stevan menatap Selena dengan kesal. "Aku juga sama, Selena. Aku kehilangan pekerjaan. Memangnya mencari pekerjaan itu mudah?" balasnya tidak ingin kalah.
"Tetap saja ini salamu, Steve!" Selena makin menyalahkan Stevan atas semua peristiwa yang sudah terjadi. "Kalau saja waktu itu kau tidak datang kemari, mungkin kejadiannya tidak akan seperti ini. Mungkin aku sudah menikah dengan Lucas dan menikmati harta-hartnya itu, tapi kau menghancurkan semua impianku, Steve!"
"Sudahlah, jangan terus-terusan menyalahkanku! Kita jalani saja kehidupan kita yang sekarang. Lagi pula, aku juga memiliki sedikit tabungan untuk membangun usaha," jawab Stevan.
"Tetapi, uangmu tidak sebanyak uang Lucas, bukan?" Selena tersenyum melecehkan. "Kau tidak tahu betapa sakitnya hatiku mendengar Lucas yang menikah dengan wanita lain."
"Kau merendahkanku?" Stevan memebelalakkan mata. "Meskipun aku tidak memiliki uang sebanyak yang dimiliki Lucas, tapi aku yakin bahwa aku bisa membahagiakanmu. Please, menikahlah denganku!" imbuhnya seraya memohon.
Alih-alih menjawab permohonan Stevan, Ellena justru hanya mencebikkan bibirnya, seolah-olah tidak percaya dengan ucapan kekasihnya itu.