"P-Pak ...." Ellena menggantungkan ucapannya, ketika Lucas sudah berada tepat di depannya dengan jarak hanya tersisa beberapa jengkal.
"Kau kenapa, Elle?"
Lucas mencondongkan wajahnya ke depan, sehingga wajah mereka menjadi sangat dekat. Bahkan, Ellena dapat merasakan embusan napas pria itu yang tercium begitu segar, memberikan efek rileks di tubuhnya. Namun, tetap saja dia masih sadar dengan hal itu, sehingga tidak membuatnya goyah untuk tetap menghindari Lucas.
Ellena baru saja akan menggeser badannya ke samping. Namun, tiba-tiba Lucas meletakkan sebelah tangannya di atas pintu lemari itu, membuat Ellena mengurungkan niatnya.
Lucas sengaja mengunci langkah Ellena, seolah ingin melakukan sesuatu kepada wanita di depannya. Hal itu tentu membuat Ellena semakin panik.
"Kau mau kemana, Elle?" tanya Lucas dengan nada serak, lalu semakin mencondongkan kepalanya ke depan, seolah akan memberikan ciuman di wajah Ellena.
"Pak, tolong jangan lakukan itu pada saya!" Ellena sedikit berteriak dengan mata yang terpejam. Namun, seketika dia membuka kembali matanya, saat menyadari pintu lemari di sebelahnya terbuka.
Ellena membulatkan mata sempurna, ketika melihat Lucas yang membuka pintu lemari itu. Dia tidak tahu jika ternyata itulah yang akan dilakukan oleh Lucas. Apa yang sudah dia pikirkan? Kenapa dirinya begitu mengkhawatirkan Lucas akan melakukan sesuatu terbadapnya? Pikirnya.
Ellena masih di posisi yang sama, dengan keadaan yang masih tegang. Bagaimana tidak? Lucas masih berada di dekatnya, sehingga dia tidak bisa bergerak. Posisi itu sungguh membuat jantung Ellena berpacu lebih cepat.
Lucas tampak mengambil map berwarna kuning dari lemari itu. Entah itu map apa. Lucas kembali menatap Ellena dengan tatapan sensualnya. Secepat mungkin Ellena memejamkan mata, menghindari itu.
"Aku hanya ingin mengambil ini, apa kau menuntut lebih dariku, sehingga memejamkan matamu seperti itu?" tanya Lucas dengan nada menyindir, sontak membuat Ellena sedikit geram.
"Dia tidak tahu apa yang sudah dia lakukan padaku," gumam Ellena dalam hati.
Lucas langsung bergegas keluar membawa map itu. Tak ada satu kata pun tanggapan yang lolos dari mulut Ellena. Namun, setidaknya dia bisa bernapas lega, setelah Lucas menjauh darinya.
"Dia selalu saja membuat jantungku mau copot. Menyebalkan sekali!" gerutu Ellena seraya mengelus dadanya secara perlahan.
Bagi Lucas, Ellena adalah wanita polos yang selalu terlihat takut jika berhadapan dengannya di ruangan tertutup. Itulah sebabnya, dia senang sekali menggoda Ellena seperti itu.
Ya, tentu. Lucas senang sekali melihat ekspresi Ellena yang terlihat ketakutan saat berada di dekatnya, seolah dirinya akan menerkam habis wanita itu. Padahal, tidak pernah terpikirkan di benaknya untuk menyentuh wanita itu sedikit pun.
Tidak bisa dipungkiri. Ellena memang cantik, bahkan kecantikannya mengalahkan kecantikan Selena. Namun, sampai detik ini, Lucas masih belum tertarik padanya. Jadi, mana mungkin dia bersedia menyentuh wanita yang tidak menarik perhatiannya sama sekali.
***
Malam harinya, tepat seusai kegiatan makan malam bersama, Ellena yang sudah berada di dalam kamar tampak mondar mandir tidak jelas. Sikapnya tentu bukan tanpa alasan. Ada hal yang membuatnya tidak tenang.
Tidak ada yang dia pikirkan selain mengkhawatirkan nasibnya malam ini, setelah sang mertua mengantarnya langsung ke kamar itu bersama dengan Lucas.
Selama makan malam tadi, Veronica, mertuanya terlalu banyak membahas perihal cucu yang sudah lama dia inginkan. Mengingat Ellena adalah menantu pertama dan satu-satunya, membuat dia sangat berharap lebih kepada Ellena. Dia harap, setelah pernikahan putranya, dia akan segera memiliki cucu, buah cinta Ellena dan Lucas.
Ini tidak bisa dibiarkan! Aku harus segera berbicara dengan Lucas mengenai hal tersebut secepatnya, batinnya saat itu.
Ellena menghentikan kegiatan mondar-mandirnya, lalu menoleh ke arah pintu kamar mandi.
"Arrgh, kenapa dia lama sekali di sana?" gerutu Ellena yang tampak menunggu Lucas keluar dari kamar mandi. "Tidakkah dia tahu bahwa ada sesuatu yang ingin kubicarakan?" imbuhnya kemudian.
Tak berlangsung lama Ellena menunggu, tiba-tiba pintu kamar mandi itu terbuka sehingga membuatnya memfokuskan perhatian ke arah kamar mandi. Muncullah Lucas yang sudah mengenakan pakaian yang berbeda dari sebelumnya. Kali ini Lucas tampak mengenakan piyama kotak-kotak berwarna navy.
Lucas menatap Ellena yang kini sedang menatapnya. Dia sedikit mengernyitkan dahi, merasa heran dengan tatapan Ellena kali ini. Baru saja dia akan melayangkan pertanyaan, tiba-tiba Ellena berjalan menghampirinya. Dia pun mengurungkan niatnya kembali.
"Pak, ada yang ingin saya bicarakan dengan Anda," ucap Ellena gugup.
Ya, memang selalu seperti itu. Entah kenapa Ellena selalu saja bersikap gugup di depan Lucas. Mungkin karena Lucas yang selalu bersikap tegas dan adikuasa, sehingga membuat Ellena merasa tidak bebas dengan sikapnya sendiri, seolah selalu merasa takut salah akan ucapan atau prilakunya di depan Lucas.
Lucas terdiam sejenak, sebelum menanggapi. "Duduklah! Apa yang ingin kau bicarakan?" Lucas berjalan, lalu mendaratkan tubuhnya di atas tempat tidur.
Dengan perasaan ragu, Ellena pun duduk di bibir tempat tidur dengan jarak yang cukup jauh.
"Sa-saya ... sejujurnya saya memikirkan perkataan Mami Vero. Apa Bapak akan mengabulkan permintaannya? Tidak! Ma-maksud saya ... Tuan tidak akan melakukan itu kepada saya, bukan?" Pertanyaan Ellena seketika membuat Lucas terkekeh. Namun, hanya sesaat.
"Apa maksudmu?" tanya Lucas sedikit menahan tawa.
Ellena sedikit memberengutkan wajahnya. "Saya hanya khawatir, kalau Bapak berbuat macam-macam," ucapnya tertunduk lesu.
"Bapak tidak berniat untuk melanggar perjanjian kita, bukan?" Ellena kembali mendongak, menatap serius wajah Lucas.
"Tidurlah, sudah malam!" titah Lucas tanpa menanggapi pertanyaan Ellena. "Aku akan tidur di sofa malam ini." Lucas bangkit dari duduknya, lalu hendak bergegas menuju sofa yang terletak di dekat jendela kamar itu.
"Tidak, Pak!"
Suara Ellena membuat langkah Lucas terhenti, lalu menoleh ke arah wanita itu.
"Biarkan saya yang tidur di sofa. Lagi pula, ini kamar Anda, bukan kamar saya," ucap Ellena seraya bangkit.
"Kau saja yang tidur di kasur, biarkan aku yang tidur di sofa," tolak Lucas.
"Tidak, biarkan saya yang tidur di sofa." Ellena melangkahkan kakinya menuju sofa. Namun, seketika Lucas menahannya.
"Kau mau membantahku?" Lucas meninggikan nada bicaranya. Dia membelalakkan matanya menatap Ellena. "Aku tidak suka dibantah. Lakukan apa yang kuperintahkan!" tegasnya kemudian, sontak membuat Ellena tertunduk.
"Baik," lirih Ellena hanya bisa patuh.
"Oh ya, mulai besok jangan bersikap kaku seperti itu. Bersikaplah layaknya suami istri, terlebih lagi di depan orang lain, terutama keluargaku, dan jangan panggil aku seperti itu!" tegas Lucas yang membuat Ellena tertegun beberapa saat.
"Kau paham?" tanya Lucas yang berhasil membuyarkan lamunan Ellena.
"Lantas, saya harus memanggil apa?" tanya Ellena bingung.
"Terserah kau!" jawab Lucas.
"Kakak?"
"Memangnya aku kakakmu?" Lucas memelototkan matanya. "Panggil aku nama saja!" pinta
"Baiklah."