Pagi ini, kediaman keluarga Fidell tampak lebih ramai dengan kehadiran anggota baru yang tak lain adalah Ellena, istri Lucas.
Meskipun hanya bertambah satu anggota keluarga, tetapi kehadiran Ellena di sana cukup menjadi sorotan keluarga Fidell. Pasalnya Ellena tanpa canggung sedikit pun menyapa para pelayan di sana.
Mulai dari bangun tidur, Ellena menyibukkan diri dengan mengerjakan beberapa pekerjaan, termasuk pekerjaan dapur. Meskipun beberapa pelayan yang ada di rumah itu sudah melarang, Ellena tidak peduli dan tetap melakukan apa yang ingin dia lakukan. Bahkan, dia mengambil alih tugas Molly sebagai koki di rumah itu.
"Nona, sebaiknya Anda istirahat saja. Kami bisa dipecat, jika Tuan Lucas tahu Nona melakukan pekerjaan ini." Molly tampak mengikuti ke mana pun Ellena melangkah. Dia berusaha membujuk Ellena agar tidak melakukan pekerjaan yang menurutnya sangat hina untuk seorang nona besar di rumah itu.
Ellena yang kala itu tengah sibuk mencuci sayuran, tampaknya tidak ingin peduli dengan Molly, koki andalan keluarga Fidell yang sudah lima tahun bekerja di sana.
"Jika tuan Lucas berani memecat kalian, aku yang akan memahari dia langsung. Jika perlu, akan kuberikan dia hukuman!" tegas Ellena seraya menatap Molly dengan serius.
Tampaknya dia kesal karena sedari tadi Molly terus-terusan menghalanginya untuk beraktivitas. Sementara itu, dia tidak terbiasa jika hari-harinya hanya sibuk dengan berdiam diri di rumah.
"Hukuman apa yang ingin kau berikan untukku?"
Suara tidak asing seketika membuat Ellena menoleh. Matanya terbelalak saat menyadari Lucas yang sedang berdiri tak jauh darinya dengan masih memakai baju piyama. Entah sejak kapan pria itu berada di sana.
Sementara itu, Molly tampak menundukkan kepala. Bersikap ramah di depan sang majikan.
"Kau tidak menjawab pertanyaanku?" Lucas tampak mengangkat sebelah alisnya.
"Ma-maaf, bukan seperti itu maksudku. Aku hanya ingin membuatkan sarapan untuk suamiku. Apa aku salah?" Ellena memberengutkan wajah sambil melempar tatapan memelas.
Lucas mengerutkan dahi, merasa ada yang aneh dengan sikap Ellena yang terkesan lebih santai dari sebelumnya. Namun, seketika dia ingat akan obrolan dengan Ellena tadi malam. Dia pun berusaha mengimbangi sikap Ellena, membuat sandiwara itu makin terlihat sempurna.
Lucas tersenyum elegan sambil masih menatap wajah Ellena. Namun, tatapannya kali ini terlihat begitu sayu dan memikat, seolah tidak ada kebencian atau kesan sinis yang ditunjukkan olehnya.
"Lakukan apa pun yang ingin kau lakukan," ucap Lucas, lalu beralih menatap Molly. "Jangan melarang dia!" pintanya kepada Molly.
Molly sedikit terlonjak, ketika melihat sikap Lucas yang sama sekali tidak melarang istrinya untuk melakukan pekerjaan yang cukup berat. 'Bukankah nona besar seperti Ellena harusnya dimanjakan dan diperlakukan seperti ratu?' pikirnya.
"Baik, Tuan." Molly pun tidak bisa membantah, jika Lucas yang sudah memintanya seperti itu.
"Aku akan mandi, kau segera selesaikan pekerjaanmu!" ucap Lucas kepada Ellena, kemudian bergegas meninggalkan ruangan itu.
"Ya," lirih Ellena sedikit tertegun.
Perlakuan Lucas kali ini terlihat begitu lembut. Tidak ada tatapan tajam ataupun nada tinggi yang dilontarkan, sehingga membuat Ellena seolah-olah terkesima beberapa saat. Andai saja Lucas selalu bersikap seperti itu, dia pasti akan senang sekali bekerjasama dalam sandiwara ini.
Seulas senyuman tampak terbit di wajah Ellena. Dia pun kembali melakukan kegiatan memasak dengan dibantu oleh Molly.
Cukup lama Ellena menghabiskan waktu di dapur. Hingga beberapa menit kemudian, kegiatannya pun selesai. Ellena tampak menyajikan beberapa menu sarapan di atas meja, lalu segera pergi ke kamar untuk memanggil Lucas.
"Pak Lucas, apa Anda sudah selesai?" tanya Ellena saat tiba di dalam kamar.
"Apa kau tidak lihat apa yang sedang kulakukan?" Lucas tampak mengancingkan lengan kemeja yang dia kenakan. Bahkan, dia tidak menoleh sedikit pun ke arah Ellena.
Entah kenapa Lucas begitu cepat menghabiskan masa cuti kerja, padahal dia baru saja menikah dan memiliki istri. Namun, pekerjaan seolah-olah sudah menjadi prioritasnya. Baru dua hari dia menikah dengan Ellena, tetapi sudah kembali sibuk bekerja.
Ya. Pada kenyataannya, Ellena memang bukan siapa-siapa bagi Lucas. Dia tidak pantas dijadikan prioritas, meskipun statusnya sudah menjadi istri pria itu. Sepertinya dia harus sadar diri akan hal itu. Lucas tidak mungkin membuang-buang waktu untuk wanita sepertinya.
"Baiklah. Sarapan sudah siap, saya tunggu di meja makan. Permisi." Ellena beranjak dari tempat itu, berniat untuk segera keluar dari kamar.
"Tunggu!"
Ellena mengurungkan niatnya untuk pergi dari ruangan itu, lalu menoleh ke belakang saat Lucas memanggilnya.
"Ada yang bisa saya bantu, Pak?"
Berbeda dari sebelumnya, pertanyaan Ellena kali ini berhasil membuat Lucas menoleh.
"Sudah kukatakan, jangan memanggilku seperti itu! Aku lebih suka dengan cara berbicaramu yang santai, kau paham apa yang aku katakan?" Lucas menatap tajam wajah Ellena.
"Baik. Aku minta maaf," jawab Ellena lirih.
"Bantu aku memakaikan dasi!" pinta Lucas serius.
"What?" Ellena terbelalak menatap Lucas. Bagaimana mungkin dia melakukan hal itu. Ah, itu pasti akan membuatnya sangat gugup, batinnya saat itu.
"Kenapa? Apa kau keberatan?" Lucas menatap Ellena penuh tanya.
"A-aku?" Ellena menunjuk dirinya sendiri seolah memastikan.
"Iya, kau. Memangnya ada orang lain di kamar ini, selain kau dan aku?" Lucas makin membulatkan mata, sekadar hanya ingin meyakinkan Ellena.
"Ta-tapi—"
"Aku tidak suka dibantah!" sergah Lucas.
Ellena hanya mendengus merasa kesal, lalu menghampiri Lucas.
Dengan perasaan ragu, Ellena mengalungkan dasi motif salur berwarna biru-putih yang dia terima dari tangan Lucas. Tidak ada sepatah kata pun yang lolos dari mulutnya. Dia hanya berusaha melakukan apa yang diperintahkan oleh suaminya itu, meskipun dengan sangat terpaksa.
"Apa kau keberatan melakukannya?" tanya Lucas yang sedari tadi mengamati wajah Ellena yang terlihat sedikit kecut seolah-olah merasa keberatan dengan tugasnya kali ini.
"Tidak," jawab Ellena singkat dan datar. Bahkan, dia tidak berniat menatap Lucas sedikit pun.
"Kau lupa dengan pesan ibumu?"
pertanyaan Lucas seketika membuat Ellena mendongak, lalu menghentikan kagiatannya.
"Memangnya ibuku berpesan apa, ha?" kesal Ellena. Baru kali ini dia berani menatap Lucas sinis seperti itu.
Lucas mencebikkan bibirnya. "Bukankah ibumu berpesan agar kau tetap patuh pada suamimu?"
Ellena lagi-lagi membelalakkan mata. Darimana Lucas tahu tentang hal itu? Pikirnya.
"Dari mana kau tahu hal itu?" Ellena menatap penuh selidik.
Lucas hanya menyeringai. Tampaknya dia mendengar perbincangan Ellena dengan ibunya waktu di kamar kemarin.
"Itu tidak berlaku untuk pernikahan kita, Bapak Lucas yang terhormat!" tegas Ellena seraya berpaling dari wajah Lucas, lalu kembali menyentuh dasi yang melingkar di leher Lucas.
Dengan sigap Lucas meraih penggelangan tangan Ellena, sebelum wanita itu berhasil melanjutkan kembali kegiatannya. Hal itu tentu membuat Ellena makin meradang dan meronta sekuat tenaga.
"Jangan pernah sentuh aku!" Ellena berusaha menarik tangannya. Namun, Lucas sekuat tenaga menahan sambil menatap Ellena begitu dalam.
"Lepaskan! Kau sudah melanggar perjanjian itu!" Ellena makin meronta meminta Lucas melepaskan tangannya.