Chereads / ADAMMA BRUNELLA / Chapter 21 - Mantan ingin kembali

Chapter 21 - Mantan ingin kembali

Pagi hari Dokter Ana datang ke kantor polisi, dengan membawa kue bolu untuk tim kekerasan dan pembunuhan. Sebenarnya itu hanya alasannya saja, karna dia ingin bertemu Arya.

"Selamat pagi," sapa Ana kepada seluruh tim Pak Saleh.

"Hai pagi Dokter," sapa seluruh tim, tapi tidak dengan Arya yang tidak suka dengan kehadirannya.

"Ada perlu apa kesini?" tanya Pak Saleh menghampiri Ana.

"Aku hanya mampir dan membawakan ini untuk kalian sarapan," dalih Ana dengan memberikan kotak kue bolu kepada Pak Saleh.

"Wah asyik, tahu saja dia kita belum sarapan," sahut Rio yang sedang mengerjakan laporan.

Dokter Ana melihat Arya yang hanya diam saja, sedangkan Adamma yang duduk di samping Arya belum mengenal Ana. Lalu Pak Saleh memperkenalkan Ana dengan Adamma.

"Ana perkenalkan ini tim baru kita Adamma," ucap Pak Saleh melihat Adamma.

Adamma berdiri lalu berjabat tangan dengan Ana. "Adamma," ucap Adamma memperkenalkan dirinya.

"Ana, dari badan forensik," jawab Ana tersenyum melihat Adamma.

Rangga melihat Arya yang diam saja, lalu dia meledek dengan candaan yang membuat Arya meninggalkan tempat duduknya.

"Arya kenapa kau diam saja, tak melihat Ana mencarimu," ledek Rangga tertawa bersama Rio dan Angga.

"Iya, akan ada CLBK nih. Cinta lama bersemi kembali," ledek Angga melirik Rio.

"Asyek,,," jawab Angga melihat Arya yang hanya diam saja.

"Berisik!" Arya beranjak lalu pergi meninggalkan tempat duduknya untuk pergi keluar.

Ana melihat Arya pergi, dengan segera dia menyusul Arya. "Saya permisi dulu ya," pamit Ana tersenyum lalu pergi menyusul Arya.

Setelah mereka pergi, Adamma masih bingung dan tidak tahu kalau Arya pernah menjalin hubungan bersama dokter Ana. Rio memotong kue, lalu berdiri untuk memberikannya kepada Adamma.

"Jangan diam saja, keburu habis nanti kuenya di makan mereka," ucap Rio tersenyum dengan memberikan kuenya.

"Iya, makasih ya," jawab Adamma menerima kue pemberian Rio.

"Ah alasan, bilang saja kau sengaja ingin mencari perhatian sama Adamma," sahut Angga meledek Rio.

Rio menghampiri Angga untuk memukulnya, tapi Angga berlari sehingga menjadi gurauan. "Sini kau,,, sini,," panggil Rio berputar mengejar Angga.

"Sudah…Sudah kalian inia! Masih pagi sudah ribut saja. Kerjakan tugas kalian," perintah Pak Saleh sambil menggelengkan kepalanya. "Dasar, seperti bocah saja," gumam Pak Saleh tersenyum sendiri.

Adamma lalu menatap keluar, sambil berpikir tentang Arya dan dokter Ana. Setelah itu dia lanjut untuk mengerjakan laporannya.

Di kafe samping kantor polisi, Arya duduk berhadapan dengan Dokter Ana. Masih kecewa dengan Ana yang dulu meninggalkannya pergi ke luar negri, untuk melanjutan sekolahnya disana. Begitu pun Ana merasa masih menyukai Arya, dan tidak bisa menggantikan posisi Arya di hatinya.

"Ada apa kamu datang?" tanya Arya dengan meminum secangkir kopi susunya.

"Apa kabarmu?" tanya Ana yang tidak menjawab pertanyaan Arya.

"Aku baik, kamu sendiri?" tanya balik Arya melihat Ana.

"Aku juga baik," jawab Ana merasa canggung dengan ekspresi wajah Arya yang cuek padanya. "Bagaimana kabar orang tuamu?" tanya Ana ingin tahu.

"Mereka baik, dan untung saja mereka tidak lagi menanyakan tentangmu," jawab Arya yang tidak ingin melihat Ana.

"Maafkan aku ya, terlalu cepat mengambil keputusan waktu itu. Aku menyesal tidak menanyakannya kepadamu saati itu," ungkap Ana melihat Arya yang tidak nyaman di dekatnya.

"Tidak perlu di sesali, yang lalu biarlah berlalu. Semoga kamu bisa mendapatkan apa yang kamu inginkan," jawab Arya mencoba untuk tersenyum di hadapan Ana.

"Aku tidak ingin mencari yang baru," ungkap Ana menatap Arya dengan serius.

Arya tahu maksud dari perkataan Ana, tapi dia berpura-pura memegang ponselnya untuk beralasan pergi meninggalkan Ana.

Arya melihat layar ponselnya. "Aku sepertinya harus kembali, maaf ya," pamit Arya beranjak pergi ke kasir dan membayar tagihannya.

Ana hanya bisa melihat Arya yang pergi, dia tidak bisa memaksa Arya untuk membalas perasaannya.

"Aku akan berusaha untuk mendapatkan hatimu lagi Arya, aku tidak bisa melupakan kamu sampai detik ini," batin Ana beranjak dari duduknya dan pergi meninggalkan kafe.

Di rumah sakit Risa yang baru masuk kerja, sehabis dari Amerika, harus melihat banyak laporan di meja kerjanya.

"Huftt. Banyak sekali tugasku," keluh Risa sambil duduk dan membuka laporan tentang pasien di mejanya.

Seketika seseorang mengetuk pintu ruangannya, dia pikir itu Vincent ternyata orang lain.

"Tok…Tok…Tok…," suara ketukan pintu

"Masuklah," sahut Risa meletakkan kembali laporan pasiennya dan melihat Ratu mendatanginya. "Hei, bagaimana kabarmu?" tanya Risa mendekati Ratu dengan berjabat tangan.

"Aku baik, kamu sendiri bagaimana di Amerika kemarin?" tanya balik ratu sambil duduk di sofa bersama Risa.

"Ya begitulah, aku belajar banyak di sana," jawab Risa tersenyum.

"Aku iri sekali padamu, kapan aku akan dipilih pergi kesana, aku juga ingin mendapatkan pelajaran itu," keluh Ratu cemberut lalu tersenyum.

"Tenang saja, kan ada aku. Aku akan memberitahu kamu semua yang aku tahu dari Amerika," jawab Risa menghibur Ratu yang tidak bisa pergi ke Amerika.

"Benarkah? Kalau begitu aku akan senang sekali," ucap Ratu tersenyum pada Risa.

"Tentu saja, untuk apa ilmu yang sangat berharga ini aku pendam. Tidak akan menjadi manfaat dong," jawab Risa meyakinkan Ratu.

Di ruang tim kekerasan dan pembunuhan sedang rapat mengumpulkan bukti-bukti yang mereka punya untuk melakukan penyidikan lagi terhadap Siti, termasuk yang kemarin Adamma dan Arya temukan tentang kartu nama dan handphone yang disembunyikan oleh Siti di rumah kosong.

"Sore ini kita akan kembali melakukan interogasi kepada Siti, jadi kalian harus bersiap di ruang penyidik," perintah Pak Saleh. "Untuk Adamma kalau tidak hadir juga tidak apa, takut kamu akan terbawa suasana," ucap Pak Saleh melihat Adamma.

"Tidak Pak, aku akan hadir di sana," tegas Adamma meyakinkan ketua timnya.

"Kamu yakin akan melihatnya, bagaimana kalau ternyata Siti ikut andil dengan pembunuhan Ayahmu?" tanya Angga melihat Adamma.

Semua melihat ke arah Angga yang sangat terbuka sekali berbicara pada Adamma tentang Ayahnya, termasuk Rio yang menyenggol kakinya.

"Maafkan aku Adamma, aku tidak bermaksud seperti itu. Aku hanya mencemaskanmu," ucap Angga merasa bersalah.

"Tidak apa. Aku tahu itu," jawab Adamma mencoba tersenyum tipis kepada Angga.

"Tentu aku percaya kalau Adamma akan hadir di ruang penyidik. Dia ini wanita yang kuat," ucap Arya merangkul pundak Adamma untuk menyemangatinya.

"Baiklah kalau begitu, sekarang persiapkan semua yang di butuhkan untuk melakukan penyelidikan terhadap Siti," perintah Pak Saleh dengan duduk lagi di kursinya.

Semua anak buahnya menuruti perintah Pak Saleh. Angga dan Rangga pergi keluar, sedangkan yang lainnya mengerjakan laporan.