Di ruang penyidik Pak Saleh sebagai ketua tim, memasuki ruangan kaca dan melihat Siti yang duduk dengan santai seperti orang yang tidak merasa bersalah. Seluruh anak buahnya menyaksikan dari luar ruangan kaca, untuk merekam hasil dari penyidikan.
"BRAKKK!" Pak Saleh melempar dokumen ke atas meja, lalu duduk di depan Siti.
Siti hanya tersenyum melihat wajah Pak Saleh yang serius menatapnya, membuat Pak Saleh geram dengan tingkah Siti yang tidak merasa bersalah.
"Kenapa kamu membunuh Rohani?" tanya Pak Saleh menatap tajam Siti.
"Saya tidak membunuhnya, untuk apa saya menggunakan tangan cantik saya untuk membunuh dia," jawab Siti sambil tersenyum dan memamerkan cat kukunya yang berwarna merah.
"Terus kenapa kamu berlari, ketika petugas kami sedang bertanya kepadamu sebagai saksi?" tanya lagi Pak Saleh menahan rasa kesalnya melihat Siti.
Siti melihat Adamma yang sedang menatapnya, lalu dia berbisik di telinga Pak Saleh. "Dia monster," Siti tertawa melirik ke arah Adamma.
Merasa di ledek oleh Siti yang tidak menghargai dirinya, Pak Saleh memukul mejanya, untuk menakuti Siti.
"BRAK…BRAK…BRAK…" Pak Saleh memukul meja membuat Siti takut.
"Jawab pertanyaan saya dengan benar! Apa yang membuatmu berlari ketika petugas mengintrogasi kamu sebagai saksi!" tegas Pak Saleh kepada Siti yang sekarang diam saja, tangannya gemetar hingga kakinya yang naik keatas kursi, seolah sedang mengalami trauma.
Seketika Arya masuk ke dalam ruangan kaca, untuk menggantikan Pak Saleh yang sudah emosi.
"Biar saya Ndan yang melanjutkannya," pinta Arya berdiri di samping Pak Saleh.
Pak Saleh keluar dari ruangan, dan Arya duduk di depan Siti yang sedang ketakutan.
"Mari kita mulai Siti, jangan banyak drama. Ini kantor polisi. Hukuman kamu akan di tambah, jika kamu tidak mau bekerja sama dengan kami," ucap Arya melihat tangan Siti gemetar.
Siti hanya melirik ke arah Arya, dia tetap ketakutan dan tidak mengatakan sepatah katapun.
"Siti ayolah! Sampai kapan kamu akan diam saja seperti ini. Beri tahu kami apa yang kamu ketahui," perintah Arya menahan emosinya menghadapi Siti.
Arya melihat Adamma dari kaca, dan menatap mata Adamma lalu berkata dalam batinya. "Kemarilah, urus wanita ini." batin Arya sambil melihat Adamma.
Adamma mendengar suara hati Arya, lalu dia meminta ijin kepada Pak Saleh untuk masuk menggantikan Arya.
"Pak ijinkan saya masuk menggantikan Arya," pinta Adamma kepada Pak Saleh.
"Silahkan," jawab Pak Saleh dengan mengingat perkataan Siti yang mengatakan hal buruk tentang Adamma.
Adamma pun masuk ke dalam ruangan, untuk menggantikan Arya. Di dalam Adamma berbisik pada Arya untuk mematikan rekamannya. Dia butuh privasi untuk berbicara pada Siti.
"Tolong matikan rekaman itu, aku butuh kemampuanku untuk mengungkap ini semua," bisik Adamma di telinga Arya.
"Baiklah, lakukan tugasmu dengan baik," perintah Arya lalu pergi untuk keluar dari ruangan kaca.
Di luar Arya mematikan rekamannya, membuat yang lain melihat Arya, dan protes rekamannya di matikan oleh Arya.
"Kenapa kamu matikan?" tanya Angga kepada Arya.
"Percayakan saja dengan Adamma, dia itu kan wanita sama seperti Siti. Kali saja ada yang ingin Siti ungkapkan kepada Adamma," jawab Arya berbohong kepada Angga.
Perkataan Arya membuat Pak Saleh semakin bingung, lalu dia mengajak Arya untuk keluar pintu penyidik.
"Aku ingin bicara padamu," ajak Pak Saleh berbisik di telinga Arya.
"Baik Ndan," jawab Arya menganggukan kepala dan mengikuti Pak Saleh dari belakang.
Di ruangan kaca Adamma mulai memperhatikan gerak-gerik Siti yang masih gemetar, lalu dia menenangkan Siti terlebih dulu.
"Siti tenanglah! Kami tidak akan menyakitimu," ucap Adamma mencoba memegang tangan Siti yang gemetar. "Lihat aku. Aku disini untuk membantumu, mencari jalan keluarnya untuk menangkap pelaku yang masih berkeliaran di luar sana," lanjut Adamma membujuk Siti.
Siti mulai bergerak secara perlahan, menurunkan kakinya dan mulai menghadap ke arah Adamma yang duduk di depannya.
"Kamu tidak akan bisa menangkapnya, dia memiliki jaringan yang kuat. Lebih baik kalian menyerah, dari pada nyawa kalian satu persatu akan mati di tangannya," ucap Siti dengan mata yang tajam menatap Adamma.
"Jadi kamu yang merencanakan membunuh Rohani?" tanya Adamma kepada Siti.
"Tidak! Aku tidak merencanakan itu semua," jawab Siti menggelengkan kepalanya dan menjadi takut.
Adamma mengeluarkan ponsel dan kartu nama Ayahnya untuk di tunjukkan kepada Siti, lalu Siti mengambil ponselnya dan mengatakan sesuatu kepada Adamma.
***Flashback in memory Siti***
Sebulan yang lalu, Siti yang sedang berjalan di pinggir jalan di datangi oleh preman utusan rentenir yang akan menagih hutang pada Siti.
"Siti tunggu!" teriak tiga orang berbadan besar mendekati Siti.
Dia ingin berlari sejauh mungkin, tapi mereka lebih cepat larinya di banding Siti. Mereka menghadang Siti, untuk segera membayar hutang.
"Bayar hutang Lo!" teriak salah satu pria membentak Siti.
"Iya nanti gua bayar," jawab Siti ketakutan tak berani melihat wajah menyeramkan mereka.
"Kapan Lo mau bayar?" tanya yang lainnya ikut membentak Siti.
"Gua belum gajian, nanti gua pasti bayar," jawab Siti yang tidak tahu cara meyakinkan mereka.
"Berapa bulan Lo nunggak pembayaran, dan bunganya semakin berjalan. Apa Lo mau gua ambil ginjal Lo buat bayar hutang," bentak pria itu kepada Siti.
Siti ketakutan lalu berlutut di hadapan tiga pria yang mendatangi dirinya dengan tangan memohon. "Jangan…Jangan lakukan itu. Saya janji akan membayar hutang itu," Siti memegang kaki pria yang ada di depannya.
"Anjing…! Lo pikir dengan berlutut sama gua hutang Lo lunas! Kenapa Lo minjem, kalau Lo gak bisa bayarnya," bentak pria itu sambil menendang Siti hingga tersungkur di tanah.
Pria itu mendekati Siti, lalu memberikan ponsel kepada Siti dan berbisik di telinganya. "Ambil ini, jika Lo mau bayar hutang sama bos gua. Kalo gak organ Lo yang bakal gue jual," ancam pria itu berbisik di telinga Siti.
Dengan terpaksa Siti mengambil ponselnya, dan menyetujui perintah pria rentenir itu. Setelah Siti mengambil ponsel itu, ketiga pria itu meninggalkan Siti sendirian. Tidak lama ponselnya berdering, dengan cepat Siti mengangkat panggilan itu.
"Aku akan memberi kamu uang, tapi dengan syarat carikan aku seseorang yang tertutup dan tidak suka bersosialisasi," ucap seseorang dengan suara yang di palsukan kepada Siti.
"Baik…Baik…saya akan melakukan itu," jawab Siti gemetar ketakutan mendengar suara yang menakutkan.
Telfon itu seketika mati, lalu ada pengendara motor yang memakai helm hitam melemparinya sebuah tas, dan pergi begitu saja.
"BRUKKK…" suara lemparan tas mengenai tubuh Siti, hingga dia tersungkur lagi di tanah.
Setelah itu dia perlahan membuka sleting tas hitam itu, dan melihat banyak uang di dalamnya. Melihat uang sebanyak itu, Siti langsung beranjak untuk berdiri dan membawa tas itu bersamanya. Dengan uang itu Siti mendatangi kantor rentenir dan membayar semua hutang dan bunganya. Setelah selesai urusan itu, Siti yang memiliki hobi berbelanja, langsung pergi ke Mal untuk membeli semua barang yang dia suka.
***Kembali ke ruang penyidik***
Mendengar cerita Siti, membuat Adamma berpikir keras, lalu dia tidak lupa untuk menanyakan kartu nama Ayahnya.
"Kamu kenal kartu nama ini?" tanya Adamma kepada Siti.
"Tidak aku tidak mengenalnya," jawab Siti bersungguh-sungguh.
Setelah selesai mengintogasi Siti, Adamma membawa dokumennya lalu keluar dari ruangan kaca meninggalkan Siti.