Chereads / HELLO GHOST / Chapter 2 - 2

Chapter 2 - 2

"Saya ini istri mas Roy, bu. Bagaiman mungkin tidak ikut campur dengan kehidupan Mas Roy," lirih Agnes yang sudah habis kesabaran.

"Kau tidak sederajat dengannya, lebih baik kau masak makan siang untuk mereka. Daripada buat ribut di sini, kau seharusnya berterima kasih. Kami mau menerima kehadiranmu di rumah ini," cibir Martin.

Dengan langkah lesu, Agnes berjalan ke arah dapur.

Roy yang mendengar suara ribut, hendak melihat apa yang terjadi di depan pintu ruang keluarga. Tapi langsung di tahan oleh Gisela.

"Mas lihat hasil karya Rose," ucap Gisela yang menahan kepergian Roy dengan menyodorkan satu gambar keluarga bahagia untuk Roy.

Roy melihat hasil gambar yang di serahkan oleh Gisela padanya.

"Hebat, anak papi memang berbakat dalam hal mengambar. Bisa menjadi pelukis ternama di masa depan," puji Roy kepada putrinya.

Rose tersenyum kepada Roy dan kemudian ke arah Gisela.

"Daddy memuji keahlian aku," ucap Rose dengan nada senangnya kepada sang ibu kandung.

"Anak Mommy kan hebat," puji Gisela kepada anaknya yang sudah membantunya untuk menahan kepergian Roy.

Rose semakin bahagia, ia kembali memperlihatkan berapa hasil karya melukisnya kepada ayahnya.

Sudut bibir Gisela tertarik ke atas, ia melihat putrinya yang berbangga hati karena mendapatkan pujian Roy. dengan berarti Roy tidak bisa membela wanita bau lumpur tersebut.

"Aku harap kau cepat enyah dari rumah ini," batin Gisela yang tersenyum jahat.

Roy masih ingin berdiri dari tempat duduknya, dengan cepat Gisela menarik Roy dengan menggunakan alasan selfie bersama Rose yang memegang hasil karya keluarga bahagia yang merupakan tugas rumah yang di berikan guru di TK.

Roy kembali menuruti apa yang di katakan Gisela, hingga ia melupakan tujuannya barusan untuk melihat ke arah depan pintu. Di mana Agnes dan kedua orang tuanya sedang cekcok mulut.

Dengan wajah cemberut, Agnes menuju ke arah dapur untuk memasak masakan siang dengan hati memanas bagaikan lautan api yang siap membumi hanguskan segalanya yang di sebut dengan api kecemburuan. Agnes merasa harus meminta penjelasan pada suaminya yang terkesan seperti orang asing untuknya kali ini. bukan kali ini saja, tapi sudah berapa bulan belakangan ini. Agnes mendapati suaminya sedang bermain dengan mantan istri di depan pintu, garasi mobil atau di ruang tamu.

melihat ada berapa bumbu dapur dan berapa bahan lauk juga tidak ada. Agnes memasak kadar apa adanya. yang penting bisa di makan. karena ia sudah tidak ada uang satu sen pun untuk membeli kebutuhan dapur lagi. uang yang di kasih oleh Roy hanya satu juta satu sebulan dan ia harus memutar otaknya dengan cepat untuk menutupi berapa pengeluaran yang tidak terduga. seperti sekarang, berapa aneka bumbu masak habis dan minyak goreng untuk di pakai pada besok pagi sudah tidak ada lagi.

"Benar-benar suami yang pelit," batin Agnes yang mencibir. ketika meneteskan tetesan terakhir minyak ke dalam wajan panas.

Satu persatu bahan masakkan di olah menjadi hindangan sederhana, seperti makanan di kampungnya yang sering di konsumi para petani. sisa sambal yang merupakan pelengkap terakhir masakkan.

Agnes membuat sambal yang mirip dengan sambal ayam panggang atau ayam grepek sebagai hindangan perlengkap.

Beberapa menit kemudian, aneka masakan untuk sarapan siang sudah selesai di masak oleh Agnes. kemudian menghindangkan semua makanan di atas meja dan ia memilih pergi. Daripada makan bersama-sama dengan keluarga Roy yang selalu membandingkan dirinya dengan Gisela yang glamor dan berpendidikan tinggi. Yang pada akhirnya akan membuat hatinya memanas kembali, karena hanya ia yang lebih banyak di sindir dari latar belakang sampai pendidikan, sekaligus pekerjaan. yang ujungnya hanya benalu untuk suami. berbeda dengan Gisela yang seorang artis besar dan menghasilkan uang sendiri.

Agnes mengakui, dirinya hanya anak dari seorang petani miskin dan pendidikan terakhirnya hanya tamatan sekolah dasar. Orang tuanya sungguh miskin, hingga tidak bisa menyekolahkan ia ke jenjang yang lebih tinggi seperti sekolah menegah ke atas.

Adik dan abangnya juga demikian, semua hanya tamatan sekolah dasar. Abang hanya kerja sebagai petani mengikuti jejak bapak dan adik membantu ibu berjualan di pasar. Walaupun pendidikan mereka dapatkan sungguh rendah. Keluarganya tidak pernah mengajarin hal yang tidak sepantasnya kepada mereka bertiga. Bersabar, nanti akan indah pada waktunya. Itulah kata yang di ucapkan oleh ayahnya selama ini. walau sering di cibir dan di rendahkan oleh para tetangga sekitar rumah.

"Mau sabar sampai kapan?" gerutu Agnes yang sudah merandang. Ia mendinginkan kepalanya di dalam kamar mandi dengan membiarkan air shower dingin jatuh ke atas kepalanya. yang sudah mendidih seperti air panas karena memedam emosi demi menjaga martabat suami di hadapan tamu yang ternyata adalah mantan istri yang sudah berpisah setahun lalu.

"Untuk apa wanita itu kembali ke dalam kehidupan mas Roy," gerutu Agnes.

Agnes menutup kedua matanya, ia membiarkan air dingin itu membasahi kepalanya.

***

Di ruang tamu, makan siang akan segera di mulai. Roy melihat tempat duduk yang biasa di duduki oleh Agnes. kini di duduki oleh Gisella dan jumlah kursi makan hanya ada lima. Roy merasa bersalah kepada istrinya, akibat kedatangan Gisela yang hampir setiap hari di rumahnya. membuat Agnes hampir tidak pernah sarapan bersama-sama di ruang tamu dan akan selalu makan di dapur seperti pembantu.

"Besok aku mau nambah satu kursi lagi," ucap Roy tetiba yang langsung mendapatkan tatapan sinis dari kedua orang tuannya. Karena bagi mereka, Agnes lebih pantas di dapur. Ketimbang di dalam ruang makan dan sarapan bersama-sama yang orang kota dan terhormat sekomplek perumahan elit.

"Tidak bisa, meja ini hanya muat lima orang. Tidak perlu menambah lagi," protes Anna selaku ibu Roy.

"Apa yang ibumu katakan ada benarnya, yang ada mejanya semakin sempit," timpal Martin yang membela istrinya.

"Kalau begitu, aku beli satu set meja makan baru saja. Jadi kita semua bisa makan sama-sama," saran Roy yang tidak ingin mengucilkan Agnes. bagaimana pun Agnes adalah istrinya, bukan seorang pembantu rumah tangga.

"Apa karena kehadiranku, kalian mulai cekcok. Aku minta maaf," lirih Gisela dengan berlinang air mata buayanya. Ia menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan.

Rose melihat ke arah ibunya dan kemudian ke arah ayahnya.

"Ayah, Mommy kan jarang di sini dan ia juga tidak tinggal di sini. Aku rasa tidak perlu merasa bersalah kepada tante Agnes," timpal Rose yang membela ibunya.

Saat Roy akan bersuara, Gisela langsung mengambil tindakan.