"Habis ini kelas apa, woy?!" Zeana menatap gadis berkacamata hitam disampingnya meminta jawaban.
"Apa?" Gadis yang ditanya menurunkan kacamatanya dan menatap Zeana lebih jelas.
"Mata lo tuli ya?" sahut gadis berambut blonde yang duduk di jendela.
Gadis berhodie navy memutar bola matanya, "Ya kali mata bisa tuli!"
"Gue fokus sama novel gue elah! Mana ngeh lo ngomong sama gue," decak gadis pertama, pecinta kacamata hitam dan novel.
"Cewek-cewek pada lemot ya otaknya, tinggal jawab aja, muternya ratusan menit," sahut Sean terbahak di pojok kelas, masih dengan kaki yang bertengger di atas meja dan earphone yang menempel di telinganya.
Zeana tersenyum sinis, "Suka bener ya elo kalo ngomong!"
"Muternya obrolan kita, itu sepuluh kali lebih lambat dengan jalannya otak lo yang berusaha ngapalin rumus Fisika tempo hari!" Kaesha menyematkan kacamatanya kepuncak kepalanya, dan tertawa meremehkan.
"Gini amat ya, cowok selalu disalahin," keluh Sean mendengus dan berjalan cepat keluar kelas karena salah seorang teman memanggilnya.
"Dasar labil," ejek seorang gadis yang baru saja masuk kelas, ia melirik Sean jijik sembari melepaskan jasnya ke atas mejanya.
"Kek ga tahu dia gimana aja," jawab gadis berhodie navy dengan kikikan diujung kalimatnya.
Seorang cowok yang kerap dipanggil Andra atau Akandra dan melintasi lorong dengan gaya ogah-ogahan. Dan itu berhasil mencuri perhatian Kaesha yang sedang fokus pada novelnya.
Zeana berdeham, niatnya hanya ingin membuat Kaesha tersadar dari lamunannya, tapi takdir berkata lain.
Andra melirik Zeana dan menghentikan langkahnya. Sebelum kemudian, ia melanjutkan langkahnya kearah pintu kelas 9 A yang merupakan kelas Zeana.
"Ngode lo Ze?!" tanya Andra dengan suara keras.
Kaesha menurunkan kacamata hitamnya dan kembali menunduk untuk membaca novel yang sebenarnya adalah kamuflase. Ia hanya tak ingin tampak gugup di mata Andra.
"Dih pede amat," sahut Zeana sembari tak lupa memasang raut wajah bodoh amat.
"Terus lo dehem-dehem segala tadi maksudnya apa hah?" lanjut Andra dengan raut wajah menantang.
"Oh, lo ngerasa?" ketus Zeana dengan raut wajah terkesiap. Ia tertawa dalam hatinya, aktingnya hari ini patut diacungi jempol.
"Naksir orang tuh bilang, ga ngode-ngode mulu," sindir Andra.
Zeana melirik ketiga temannya yang masih saling menatap, tapi secepat mungkin juga Kaesha menundukkan kepalanya kembali.
"Dra, keknya elo salah faham deh," sela gadis berambut coklat yang mengipasi dirinya dengan LKS, "Tadi Zeana dehem itu buat Kaesha yang kepergok mantengin-"
Kaesha secepat kilat membungkam mulut Olyn, dan nyengir kuda kearah Andra.
"Dra, lo ga ke kelas musik? Materinya mungkin udah dimulai." Kaesha menatap Andra tajam disertai seulas senyum paksa.
Andra menaikkan alisnya, "Lo kan juga ke kelas musik habis ini, kenapa lo masih disini? Lo lupa kita sekelas ya?" tanya Andra membalik.
"Dra, udah deh ya. Suka banget sih ngurusi hidup orang. Lo pergi aja dulu, kita masih ada urusan." Zeana melirik nyalang Andra yang malah tertawa hambar.
"Duh, gini amat ya sakitnya diusir sama doi," canda Andra sembari bmemukul dadanya berulang kali.
"Segala drama, pergi sono! Bikin tambah gerah aja lo!" Olyn membanting LKS nya.
Setelah Andra pergi, Kaesha melirik Zeana. "Ze, lain kali ga usah repot-repot motong lamunan gue," ujarnya.
"Lo demen ya sama si Andra?" tebak Olyn sembari memainkan tangannya dalam saku hodie navynya.
Kaesha tersenyum pedih, "gue kira kalian udah tahu dari dulu."
"Gue bantu, mau?" tawar Zeana.
Kaesha menggeleng cepat, "Yang ada dia malah suka sama lo Ze!"
Olyn terbahak, lalu mengejek, "Segitu takutnya elo kehilangan Andra?"
Kaesha mendengus dan menatap Olyn malas, "Emang lo mau kehilangan Shamus?"
Olyn mendelik kesal, "Lah, kenapa nama pacar gue di bawa-bawa?"
"Kali aja lo mau kehilangan, biar gue yang tampung," goda Zeana yang langsung mendapat tabokan keras dari Olyn pada pahanya.
"Gue tahu banget kalo lo ga bakal ngelakuin itu, lo kan masih stuck sama masa lalu," sarkas Alula yang sudah terlalu jengkel pada Zeana.
Sahabatnya yang satu itu gemar sekali menolak cowok-cowok ganteng yang mendekatinya, dan menurut Alula itu sangat mubadzir.
"Gue jadi penasaran, gimana sih cowok yang lo demen itu? Seganteng apa?!" tanya Olyn ikutan gemas ketika ingat kelakuan Zeana.
Gadis berambut blonde yang sedari tadi diam kini melirik kearah Zeana, dan menatapnya penuh rasa keingintahuan.
Zeana menatap lampu yang bersinar di tengah ruang kelasnya, pandangannya menerawang. Dengan seulas senyum tipis ia menggeleng, "Gue ga tahu gimana kabarnya sekarang, gue cuma pernah ketemu dia sekali doang, dan gue langsung suka. Hidungnya mancung, bibirnya tipis tapi manis, matanya tegas tapi lembut, kulitnya putih banget, dan..." Zeana menimang-nimang sejenak, lalu melirik kedua temannya yang ternyata menatapnya tajam penuh minat, "Dia punya kelopak mata ganda di mata kirinya. Garis-garis wajahnya terlihat sempurna. Dan auranya itu..." Zeana menggertakkan giginya dan menatap ketiga temannya.
"Auranya gimana? Kaya Alpha di kalangan Beta dan Omega?" sahut Sheryl kepo, ia melepaskan pilinannya pada rambut blondenya.
Zeana mengangguk ragu, Doi bersinar banget, siapa yang ngeliat doi pasti langsung pengen memiliki."
"Visualnya berdamage banget," komentar Olyn setelah hening mengisi mereka beberapa saat.
"Boleh gue culik ga?" goda Alula.
Zeana terkekeh, otaknya memikirkan banyak hal, tentang bagaimana keadaan Vando detik ini, bagaimana dia yang sekarang, atau malah siapa yang menemaninya dan mengisi hatinya saat ini.
Akhirnya Zeana mengangguk pelan, "Kalo doi mau sama elo sih, ga papa."
"Ga jadi deh, ucapan lo malah bikin gue merinding akut!" Alula berdecak dan mengibaskan rambutnya.
"Oy Sha!" panggil Zeana pada Kaesha.
"Hm?"
"Gimana sih rasanya mendem rasa?" tanya Zeana penasaran, ia menganggap hal itu merepotkan. Setidaknya, daripada malu-malu dan menahan sakit sendirian, harusnya diungkapkan saja, begitu bukan?
Sheryl yang mendengar itu hanya memutar bola matanya, sebelum si gadis berambut blonde itu menyela, Alula terlebih dahulu menyahut.
"Dan lo sendiri gimana rasanya? Mertahanin cowok yang mungkin aja doi udah ga ingat sama lo lagi? Nolak puluhan cowok cuma gara-gara doi yang bahkan ga tahu elo hidup apa engga? Gimana rasanya dijuluki ratu pematah hati para lelaki paling profesional? Gimana rasanya jadi gula yang dikerubungi semut-semut, sedangkan elonya aja malah berharap nyebur dalam cangkir teh yang bikin elo nyair dan ga ada lagi? Gimana rasanya?" cerocos Alula.
Zeana mesem, "Seneng amat lo nyerocos kek gini?"
Alula mendelik. Ia jarang bicara karena merasa apa yang ditimpali kebanyakan orang tak perlu ia tambahi, tapi Zeana ini.. ia terlalu keterlaluan!
"Serius nanya nih, gimana rasanya jadi cantik yang bisa naklukin cowok cuma dalam sekali kerlingan?" Olyn berdeham, melirik Zeana yang tak menatapnya.
"Lo sendiri cantik kok," sahut Kaesha, menatap Olyn tak mengerti.
"Iya, tapi ga se... menarik, cantik, keren, hebat, pintar dan sempurna Zeana!" Olyn cemberut gemas.
"Jadi ceritanya, nyonya lagi insecure nih?" ledek Alula
"Emang cewek ga normal ya kalo insecure? Setahu gue semua cewek banyak yang insecure deh!" bela Olyn pada dirinya sendiri.
"Tapi lo insecure-nya sama temen sendiri ogeb! Yang waras dikit dong! Ga semua hidup orang yang keliatanya enak itu bener-bener enak!" Zeana mendengus.
Ia benci ketika orang memandangnya perfect tanpa cacat. Jika saja yang berpikir demikian, adalah orang lain yang tidak punya urusan langsung dengan dirinya, mungkin ia bisa bertingkah bodo amat dan abai. Tapi ini adalah sahabatnya sendiri! What the hell!
"Lah, justru sama temen sendiri itu Ze, kita kenal dia luar dalam. Tahu, kelebihannya apa dan kekurangannya apa. Gue yang udah temenan sama lo selama sembilan tahun aja ga nemu kekurangan lo!" Sheryl menggebrak meja dengan gaya santai.
Zeana tersenyum datar, "Bite your tongue Ryl, you should love your self, not me." Zeana yang terlanjur kesal, segera merapikan buku-bukunya dan membawa beberapa buku yang dilabeli musik diantaranya dan bangkit.
"Shit!" Alula mendesis, "Ga ada cewek yang ga iri sama kesempurnaan elo Ze."
Zeana melirik sinis kearahnya dan melangkahkan kakinya lebar-lebar menuju arah pintu.
"Kalo aja gue dikasih kesempatan ngomong ke dia, gue bakal bilang 'don't kill the messenger,'" ucap Sheryl menatap Olyn.
"Shut the fuck up, Ryl, kali aja Zeana lagi banyak pikiran. Dia emang ga suka kehidupannya dicampuri gitu aja." Olyn berusaha menenangkan Sheryl yang merasa bersalah.
Zeana hanya diam mendengar percakapan teman-temannya, ia semakin mempercepat langkahnya.
Namun, langkah kakinya yang tergesa-gesa itu berhenti ketika ia tanpa sengaja, menabrak seorang cowok yang membawa banyak lembaran kertas. Tapi tidak ada slow motion sama sekali, di mata Zeana, kertas-kertas tersebut berhamburan sejenak, kemudian meluncur jatuh anggun ke atas lantai.
Zeana berdecak pelan ketika kertas-kertas tersebut benar-benar sudah menempeli lantai, ia segera jongkok dan mengambil kertas-kertas itu tanpa menghiraukan tatapan si cowok yang begitu intens.
Hingga sentuhan tangan cowok itu mendarat di tangan Zeana.