Chapter 29 - Saingan Cinta

"Ayah ..." Suara Nathan terdengar memelas saat memanggil ayahnya.

Ia terdengar ketakutan, khawatir ayahnya akan memarahinya karena nakal.

"Ada apa? Tidak senang di sana?" tanya Christian sambil duduk di tempat tidur. Suara Christian terdengar lembut dan hangat, tidak seperti seseorang yang hendak menegur putranya.

Matanya tertuju pada lampu yang ada di samping tempat tidurnya. Pintu kamar mandi sedikit terbuka, tetapi Christian tidak menyadarinya karena cahaya ruangan yang redup.

Nathan melihat kekacauan di kamarnya dan memutuskan untuk mengakuinya. Ia tidak mau ayahnya semakin marah kalau ia berbohong. Yang ia tahu, Christian sangat membenci kebohongan.

Akhirnya, ia mengangguk dan berkata dengan suara pelan. "Iya."

Nathan merasa sangat bosan di tempat tinggalnya saat ini. Ia memutar bola matanya dan bibirnya terlihat menipis saat sedang kesal. "Ayah, sudah lama aku tidak bertemu denganmu. Terakhir kali aku hanya bisa melihatmu dari TV. Aku sangat merindukanmu."

Bagi Christian, putranya yang berusia sangat muda itu sudah lebih mandiri dari anak seusianya. Nathan terbiasa ditinggal sendirian karena Christian menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bekerja.

Jarang sekali ia bersikap manja seperti ini.

Saat mendengar bahwa putranya merindukannya, hati Christian terasa hangat. Christian yang biasanya terlihat cuek kali ini tersenyum. Wajahnya terlihat hangat dan memancarkan kasih sayang.

"Aku akan menyuruh seseorang untuk menjemputmu besok."

"Benarkah?" Suasana hati Nathan yang buruk langsung menguap begitu saja. Ia melompat-lompat dengan gembira. "Aku akan tinggal bersama dengan ayah?"

"Iya," Christian mengangguk. Senyum di wajahnya terlihat semakin lebar saat memikirkan putranya yang semakin bertambah besar. Ia masih ingat saat putranya itu masih bayi, belajar berjalan, belajar berbicara ...

Semua kenangan itu masih membekas di benaknya.

"Tunggu aku menjemputmu." Tidak lama setelah mengatakannya, Christian menutup telepon.

Ella menutup pintu kamar mandi dengan pelan. Punggungnya bersandar di pintu dan perlahan ia merosot ke lantai, hingga terduduk di lantai yang dingin.

Tiba-tiba saja ia menyadari bahwa ia memiliki saingan dalam hal cinta.

Bagaimana sosok wanita itu? Mendengar suara Christian yang begitu lembut, Ella yakin bahwa wanita yang ada di seberang telepon sangatlah penting untuk Christian. Apa yang harus ia lakukan?

Ia membutuhkan bantuan Christian untuk mencapai tujuannya. Bagaimana cara ia menyingkirkan wanita itu?

Ia merasa sangat kacau, bahkan tidak terlintas di pikirannya bahwa Christian sudah memiliki anak. Tidak terpikirkan kalau orang yang Christian telepon itu adalah putranya.

Saat mendengar suara lembut Christian, yang terpikirkan di benaknya hanyalah sosok wanita. Sosok wanita yang berhasil merasuk ke hati Christian.

"Belum selesai?" suara Christian terdengar dari luar.

Ella segera bangkit berdiri dan membuka pintu kamar mandi, keluar seolah tidak ada yang terjadi.

"Apakah kamu sudah merindukan aku?" Ella memandang ke arah Christian dan duduk di sampingnya. Setelah itu, ia bersandar di dadanya. "Ternyata ada banyak wanita yang menginginkan kamu, selain aku. Apa yang harus aku lakukan kalau kamu sudah tidak menginginkanku lagi."

Ella sedang menguji Christian. Menguji seberapa penting wanita itu di hati Christian.

Mata Christian menggelap saat mendengarnya. "Kita sudah menandatangani kontrak. Apakah kamu menyesalinya sekarang?"

Christian tidak bisa memahami jalan pikir Ella. Ia tidak tahu apa yang wanita itu pikirkan. Ella bertanya seolah-olah ingin Christian menyingkirkannya secepat mungkin, agar ia bisa melarikan diri.

"Mengapa?" tubuh Ella terasa kaku, dan kemudian ia melanjutkan. "Aku ingin menjadi orang yang ada di hatimu."

Ella sudah mempersiapkan diri untuk dilemparkan dari tempat tidur oleh Christian. Pembahasan semacam ini adalah hal yang paling tabu untuk orang seperti Christian.

Tetapi yang membuat Ella terkejut, Christian malah memandangnya dengan tatapan yang dalam. "Semuanya tergantung kemampuanmu."

Sebelum Ella bisa bereaksi, Christian menepuk pinggangnya dengan lembut. "Ayo bangun."

Ella masih keheranan. Tetapi tubuhnya bergerak sesuai dengan perintah Christian.

Christian mengambil salep dari nakas dan memberikannya pada Ella. "Pakai ini."

Ella menerimanya dan memakainya dengan hati-hati di setiap lukanya. Ia tidak ingin membuat Christian kecewa karena ada bekas luka di tubuhnya.

Bagian depan mudah untuk diobati, tetapi ia tidak bisa mencapai bagian belakang punggungnya.

Saat ia merasa semakin kesal, tangan besar Christian mengambil salep tersebut dan mengusap punggung Ella dengan lembut.

Rasa dingin di punggungnya terasa sampai ke kepala, membuat wajahnya merona.

"Ayo kita pergi ke tempat kerjamu."

Christian ingin kembali ke sana dan memberi pelajaran pada orang-orang yang berani menyentuh wanitanya. Orang-orang seperti itu tidak akan hidup lama.

Saat membicarakan mengenai tempat kerjanya, tubuh Ella bergidik.

Tangan Christian yang membelai tubuh Ella berhenti bergerak dan kemudian sentuhannya menjadi selembut kapas.

Ella terlihat ragu, tetapi pada akhirnya ia bertanya. "Seperti apa kondisiku kemarin?"

Ia merasa mual saat membayangkan pria-pria menjijikkan itu menyentuh tubuhnya.

Senyum muncul di bibir Christian dan kemudian ia menjawab. "Telanjang."

Ella menoleh dengan sangat cepat, tepat pada saat Christian sedang mengobati salah satu bekas luka. Karena gerakan yang tiba-tiba itu, Ella tersentak karena kesakitan.

"Mengapa kamu panik seperti itu? Aku belum selesai bicara."

Christian menyuruh Ella untuk berbalik lagi dan kembali mengobati lukanya.

"Tetapi bagian terpentingnya masih tertutupi."

Pada saat itu, Ella baru bisa mengingat yang terjadi kemarin. Ketiga pria itu mencambuknya dengan menggunakan cambuk yang terbuat dari kulit, membuat pakaiannya robek-robek. Mereka memang memiliki hobi menyiksa wanita.

Tetapi karena terlalu asyik dengan penyiksaan itu, mereka belum sempat melakukan hal lain pada Ella. Kebetulan sekali, Jason datang tepat waktu dan mengacaukan rencana menjijikkan mereka.

Ella menghela napas lega dan kemudian menggelengkan kepalanya dengan kesal.

"Kesal? Padaku?"

Suara Christian membuatnya terkejut. Ella langsung menggelengkan kepalanya.

"Tidak. Aku benar-benar bersyukur kamu tidak datang terlambat."

Christian mendengus saat mendengarkan hal itu, tetapi sebenarnya ia merasa senang.

...

Di sore hari, Christian membawa Ella kembali ke tempat kerjanya.

Ella terlihat sedikit ragu saat melangkahkan kakinya kembali ke tempat ini. Kejadian kemarin malam masih sangat segar.

Tetapi sekarang, Christian ada di sampingnya. Ia tahu, bersama dengan Christian, tidak akan ada yang terjadi padanya.

Christian akan melindunginya.

Bersama dengan Christian, ia bisa melakukan apa pun, tanpa perlu takut.

Manajer bar itu langsung membawa mereka masuk ke dalam. Meski tubuhnya penuh dengan keringat dingin, ia tetap berusaha untuk tetap tenang dan berusaha untuk menyambut mereka dengan baik.

Kemarin malam, sesuatu terjadi pada Ella dan manajer tersebut tidak bisa lari dari tanggung jawab.

Manajer itu mengantarkan mereka ke sebuah ruangan. Pemandangan yang tersaji begitu mereka membuka pintu, membuat Ella terkejut.

Lima orang sedang terikat dan berlutut di lantai. Tiga pria dari kemarin malam, dan dua lainnya adalah Lisa dan Fera.