Chereads / MY QUEEN (Bahasa Indonesia) / Chapter 8 - Magicae Reserare, Aku Ingin Bahagia!

Chapter 8 - Magicae Reserare, Aku Ingin Bahagia!

Kenapa semua harinya terasa buruk? Kenapa rasanya kepalanya seakan tertimpa oleh godam yang sangat keras? Kenapa, kenapa, kenapa, kenapa??!

Pada hari itu juga, Evelyn mengalami hari yang nahas.

Kalian tahu, kemarin Evelyn sudah dimarahi oleh Bagian Pengantaran Barang, mereka mengatakan kalau ini salah Evelyn. Padahal kenyataannya, itu salah Madonna, Sang Cucu Presdir, yang Terhormat dan Dicintai.

Dan ternyata, Bagian Pengantaran Barang itu marah kepadanya, karena kemarin Evelyn tak mendengarkan mereka sama sekali. Lagi dan lagi, Evelyn terkena marah oleh mereka!

"Kamu ini bodoh apa bagaimana! Kamu tahu kan, kemarin kita memiliki sebuah kesalahan pengiriman! Dan ini terletak kepadamu! Kenapa kamu malah pergi begitu saja!" teriak Kepala Pengantaran Barang.

Evelyn hanya bisa menunduk, memasang topeng wajah 'permintaan maaf' kepada mereka, meskipun sejatinya hati Evelyn sangat membenci mereka semua! Dia sebal pada mereka semua! Semua orang menganggapnya sebelah mata! Hanya karena statusnya yang rendah dan juga kecil!

Ketika pulang dari Perusahaan Fujita Motors, Evelyn merasa kepalanya mau pecah saja. Kemarahan demi kemarahan bergulung dalam dadanya. Membakar emosi!

'Kebahagiaan? Itu hal yang tabu bagiku!' seru Evelyn.

Untuk itulah, Evelyn menantang kepada dunia. Gadis itu pergi ke Hutan Clerestio. Untuk melampiaskan setiap jengkal emosinya yang sudah membludak tak karuan!

Dia menaiki taksi menuju ke sana. Si Supir Taksi sempat-sempatnya mencemooh, ketika Evelyn turun dari taksi! "Orang aneh. Malam-malam ke hutan." Dia merinding. Kemudian berlalu melirik wajah Evelyn yang sudah dipenuhi dengan amarah!

"KEPARAT! APA HAKMU UNTUK MENGATA-NGATAIKU, HAH?!" teriak Evelyn kepada taksi yang sudah jauh dari pandangannya itu. Si supir taksi memang tak mendengarnya, tetapi Evelyn tetap saja marah!

Berikutnya, Evelyn menghadap ke Pintu Gerbang Hutan Clerestio yang sialnya, memang gelap gulita. Bahkan seakan tak ada penerangan di sini.

Dia mendengus. "Lelaki aneh itu mengatakan kalau aku akan mendapatkan kebahagiaan?"

"TUNJUKKANLAH AKU KEBAHAGIAAN!" teriak Evelyn mirip orang gila.

Gadis itu berteriak, memekik. "MAGICAE RESERARE! HYAAA!!!"

Dia menggunakan teknik seolah mengeluarka tenaga dalam dari tubuhnya. "HYAAA!!"

Tidak ada pergerakan apa-apa. Evelyn berpindah posisi. Melintang, membalikkan tubuh, sampai melompat-lompat penuh dengan gaya! "HYAA!!! MAGICAEEEE!!! RESERAREEE!!!"

Tidak ada yang terjadi. Percuma. Sia-sia.

Evelyn telah dibohongi.

Gadis itu pun terjongkok di depan Pintu Gerbang Hutan Clerestio. Hatinya yang rapuh kembali merasakan sakit. Mana mungkin ada kebahagiaan yang instan? Hanya mengatakan Magicae Reserare? Dia bahagia? Hah? Lelucon macam apa?

Perlahan-lahan, Evelyn pun meneteskan air matanya. "Aku bodoh sekali … Menggantungkan sesuatu kepada hal yang tak pasti. Percaya pada lelaki yang bahkan tak kuketahui namanya, asal usulnya, mengatakan kalau aku bisa bahagia."

"Hahaha. Sudah segila inikah aku?" Evelyn menghapus air matanya sendiri. Siapa lagi yang menghapuskan air matanya kalau bukan dia sendiri?

"Magicae reserare…" ucap Evelyn dengan nada pelan, penuh penghayatan, dan rasa sakit yang pilu.

Di sela isak tangisnya, gadis itu berucap, "Aku sungguh … ingin bahagia."

"Tetapi, kebahagiaan seakan palsu bagi diriku."

Di detik berikutnya, muncullah sebuah pintu dengan penuh cahaya. Warnanya sangat putih. Memiliki sulur-sulur dan bebungaan yang indah.

Evelyn melongo. Bibirnya terbuka. Dengan mata tertuju pada gerbang tersebut, Evelyn pun berdiri.

Kakinya tergerak, berjalan mendekat. Setapak, dua tapak. selangkah, dua langkah…

Semakin dekat pada pintu cahaya… kian dekat… dan makin dekat… sampai akhirnya, ketika Evelyn masuk ke dalam sana…

PATS.

Evelyn pingsan di tepi jalan.

* * *

"RATU JENNIFER! RATU JENNIFER! RATU JENNIFER!!!"

Evelyn membuka matanya. Dia mengamati situasi yang ada di sekelilingnya. Dia melihat sosok lelaki yang sempat dilihatnya sebelumnya. Lelaki yang kalau tidak salah bernama …. 'Erhm, siapa namanya ya?' batin Evelyn.

Evelyn mencoba untuk berpikir lebih keras lagi. Ah, ya. Dia ingat. Dia adalah Tuan Barron. Lelaki yang sempat Evelyn anggap seorang malaikat.

'Baiklah …. Kita lihat … Aku sudah berada di sebuah mimpi. Mimpi yang terakhir aku kunjungi. Mimpi di mana aku menjadi ratunya.'

Evelyn pun mengucek matanya. Dia melihat ke sekeliling.

Tampaklah gurat-gurat wajah khawatir milik Tuan Barron dan para pelayan yang mengelilinginya.

Tuan Barron berkata penuh suka cita, "Syukurlah kalau Ratu Jennifer sudah sadarkan diri."

Evelyn meringis. Dia dibantu untuk duduk bersandar punggung kursi oleh para pelayan.

"Memangnya, aku kenapa?" tanya Evelyn kepada Tuan Barron.

"Ratu Jennifer tidur di dalam bak mandi hingga tenggelam dalam bak mandi. Ratu Jennifer hampir meninggal. Ratu sudah dua hari ini tidak sadarkan diri." ujar Tuan Barron dengan wajah pahit.

Gluguk. Evelyn menelan ludahnya.

Dia? Hampir mati? Apakah ini yang disebut dengan mati suri?

Detik berikutnya, Tuan Barron memegangi tangannya. Diikuti oleh para pelayan lain. Mereka pun mengucapkan. "Ratu Jennifer, kumohon!"

"Jangan bunuh diri!" ucap Tuan Barron mengawali.

"Jangan bunuh diri!"

"Jangan bunuh diri!"

"Jangan bunuh diri!"

Para pelayan mengikuti perkataan Tuan Barron, menjadikannya sebuah gema yang tanpa akhir.

'Heeee… Jadi, si Jennifer ini adalah Ratu kesayangan mereka, ya?' batin Evelyn.

Tuan Barron pun mengatakan dengan penuh dramatisasi. "Ratu Jennifer, bagaimana pun! Ratu Jennifer dan Raja Archer baru saja menikah tiga hari yang lalu! Bahkan, pernikahan kalian berdua masih sangat sebentar!"

"Apa yang akan dikatakan oleh kerajaan tetangga, kalau di hari kedua pernikahannya, Sang Ratu sudah bunuh diri?" tanya Tuan Barron.

"Benar, Ratu Jennifer! Apa yang akan dikatakan kerajaan tetangga?"

"Apa yang akan dikatakan oleh mereka?"

Lagi dan lagi, para pelayan ini menirukan perkataan Tuan Barron. Membuat Evelyn gemas.

Alih-alih marah, Evelyn justru mengikik. Dia tertawa kecil.

Tawa kecil Evelyn menjadikan Tuan Barron melirik, agak senang, tetapi juga heran. "Eh? Ratu Jennifer tertawa?"

"Ah, maaf… kalian … lucu bagiku."

Tuan Barron menaikkan alisnya. "Aku kira Ratu Jennifer memiliki sifat yang serius…, tetapi orang yang mudah tertawa ya?"

Evelyn menutupi bibirnya untuk tertawa. "Ya, eh, tidak juga."

Evelyn hanya … merasa bahagia berada di tempat ini. Dia memiliki banyak orang yang mencintainya, menantinya, mengayominya, dan sangat senang dengan keberadaannya.

Tidak ada kemarahan. Tidak ada tekanan pekerjaan. Tidak ada.

Di sini … dadanya menghangat.

'Apakah … ini adalah sebuah anugerah yang diberikan oleh Tuhan? Sebuah mimpi sesaat yang membuatku bahagia?' batin Evelyn.

Evelyn pun berucap, berharap dalam hatinya. 'Aku sungguh … sungguh berharap untuk bisa hidup di dunia ini selamanya.'

Evelyn pun tertawa, melihat Tuan Barron yang meledeknya. Para pelayan yang malu-malu, meminta Tuan Barron untuk berhenti.

'Sungguh … kebahagiaan sederhana ini … membuatku hidup.'

* * *

Di sisi lain, Raja Archer duduk di singgasananya, dia tengah berada dalam sebuah rapat yang panjang dan menjemukan. Sementara otaknya terus singgah kepada sosok Ratu Jennifer. Terakhir kali, Ratu Jennifer ditemukan tengah melakukan praktik bunuh diri dengan tidur di dalam bak mandi yang penuh dengan air.

'Apakah … dia baik-baik saja?' batin Raja Archer.

* * *