Evelyn juga tidak mau menjadi orang miskin yang hidupnya selalu susah. Evelyn juga mau hidup sukses. Menjadi wanita karier dengan reputasi yang bagus dan tinggi. Dicari oleh banyak orang, bukan hanya dimarahi.
Dia juga ingin memiliki kekasih yang bisa memberikan kenyamanan dan keamanan. Tambatan hati yang mampu menikahinya, menawarkan dunia baru yang bahagia untuk beribadah kepada Tuhan satu-satunya.
Kehidupan bahagia dunia dan akhirat itu selalu didambakan oleh banyak orang. Kesempurnaan.
Tetapi sayangnya, tidak ada kesempurnaan yang benar-benar sempurna. Manusia tetaplah manusia.
Bahkan orang yang memiliki kehidupan sempurna di mata orang lain pun, tidak selamanya dia bahagia.
Evelyn menghembuskan napas panjangnya. Lalu tertawa. "Hahaha. Hahaha. Iya juga, ya?"
Tawanya adalah tawa yang miris dan penuh duka. "Semua orang di dunia ini juga sedang berjuang. Semua orang di dunia ini juga sedang merasakan sakit. Semua orang diuji. Kenapa aku seolah-olah menjadi orang yang paling tersakiti?"
Evelyn melayangkan pertanyaan itu entah kepada siapa. Gadis itu kembali berjalan dan berjalan … Meskipun hati dan otaknya tidak terasa stabil. Keinginan-keinginan untuk hidup dalam dunia khayalan, menjadi seorang ratu, yang kaya raya, cantik, tersohor, dan diagungkan itu melekat nyata.
"Hahaha. Sayangnya … itu semua hanyalah mimpi."
Evelyn pun berjalan dengan sempoyongan. Langkahnya tak presisi, melayang ke kanan dan kiri. Hatinya penuh luka. Berdarah. Akibat kepahitan dunia.
"Apakah … aku bisa hidup bahagia? Akankah… ada kebahagiaan untukku?"
Namun tiba-tiba saja, Evelyn hendak jatuh. Tiba-tiba saja, seorang lelaki berjubah menahan dirinya agar tak jatuh. Evelyn mendongak ke atas. Dia terselamatkan dan tidak jadi terjatuh.
"Terima kasih." ucap Evelyn, menunduk. Dia hendak melepaskan tangannya, tetapi apa …? Lelaki itu malah bertanya kepada Evelyn. Wajahnya tak terlihat di antara kegelapan malam. "Apakah … kamu ingin hidup bahagia?"
Evelyn mengernyit. "Apakah kamu mendengar pertanyaanku tadi?"
Tanpa menjawab pertanyaan Evelyn, lelaki berjubah itu pun mengatakan. "Aku bisa memberikan sebuah kebahagiaan. Kalau kamu menginginkannya."
"Kebahagiaan macam apa yang kamu berikan?"
"Apa pun yang kamu inginkan."
Evelyn mengangkat sebelah alisnya tak percaya. Tetapi mendadak, dia merasa sangat mabuk. Kepalanya berputar-putar, sampai akhirnya … dia jatuh di pelukan lelaki tersebut.
* * *
Evelyn terbangun di kamar tidurnya sendiri. Gadis itu merasakan nyeri hebat luar biasa yang menyerang kepalanya. Ia mencoba mengingat, menghitung mundur apa yang sebelumnya terjadi.
Namun, dia tak mengingat apa-apa. Ketika itulah, Evelyn beranjak dari tempat tidurnya. Lantas, dia pun pergi ke kamar mandi.
Ketika di kamar mandi, dia mengamati wajahnya sendiri di cermin. Wajahnya tampak parah. Membengkak. Bukan hanya pipinya, juga kantung matanya.
Setelah puas memandangi wajahnya sendiri, Evelyn mulai menggosok giginya. Ia menggosok gigi dengan malas. Sesekali, dia memikirkan kejadian demi kejadian kemarin.
"Memangnya kemarin terjadi sesuatu, ya? Sepertinya tidak." Evelyn menggumam di balik sikat giginya.
Namun detik berikutnya, seberkas bayangan lelaki berjubah hitam muncul di kepalanya. Evelyn mendadak kaget. Dia mundur ke belakang.
'ITU MIMPI BUKAN, YA?!' Evelyn mengerjap beberapa kali. Dia seakan mencoba mengingat dengan kuat tentang kebenaran mimpinya semalam. Apakah itu mimpi atau bukan.. ataukah… SEBUAH KENYATAAN?!
* * *
Beberapa jam yang lalu…
Evelyn tanpa sengaja bertemu dengan seseorang yang mengenakan jubah hitam. Lelaki tersebut sangatlah misterius. Bahkan, wajahnya itu tertutupi siluet dari tudungnya. Akan tetapi, Evelyn begitu mencurigainya.
Dia justru menanggapi lelaki tersebut tanpa ketakutan sedikit pun!
Gadis itu mengulangi pertanyaannya, "Kamu mengatakan kepadaku akan memberikan sebuah kebahagiaan?"
"Ya."
"Bagaimana caramu memberikan sebuah kebahagiaan?" tanya Evelyn.
"Bukankah sebelumnya kamu meminta sebuah kebahagiaan? Aku akan memberikanmu sebuah kebahagiaan. Seperti yang kamu minta."
Evelyn tersenyum aneh kepada lelaki tersebut. "Kamu gila, ya? Ini semacam penipuan terbaru atau bagaimana?"
"Terserah saja jika kamu tidak percaya kepadaku. Yang jelas, berdirilah di Pintu Masuk Hutan Clerestio, lantas sebutkanlah apa yang aku katakan… "Magicae reserare!"
"Magicae reserare?" tanya Evelyn.
"Ya. Sebutkanlah itu di depan Pintu Masuk Hutan Clerestio, dan kamu… akan melihat sebuah kebahagiaan. Hal yang kamu inginkan. Mimpi yang kamu dambakan."
Evelyn yang saat itu sedang setengah mabuk, hanya bisa mengiyakan, sebelum akhirnya pingsan di pelukan lelaki tersebut.
* * *
Dan entah bagaimana, di sepagi itu, dia berhasil pulang ke tempatnya dengan keadaan selamat tanpa kekurangan suatu apa pun.
Evelyn menggosok giginya, dia pun kebingungan. 'Akankah itu nyata?'
Tettapi, Evelyn buru-buru menggelengkan kepalanya. 'Pasti itu hanya orang gila saja. Dia berusaha menipuku! Dasar orang aneh!'
Evelyn memutuskan untuk menghapuskan segala memori tersebut dari otaknya.
* * *
Hutan Clerestio adalah daerah perbukitan yang berada di kota tempat Evelyn tinggal. Hutan tersebut satu-satunya hutan yang berada di kotanya. Meskipun berada di kota, keaslian hutan tersebut dijaga oleh pihak pemerintah. Sehingga terkadang hutan tersebut masih memiliki beberapa satwa liar. Seperti monyet, anjing, dan juga hewan melata.
Untuk itu, jarang sekali Evelyn masuk ke hutan tersebut. Mungkin, apabila ada acara-acara tertentu saja. Dan kini, Evelyn tengah berada di kantornya. Entah mengapa, bayangan tentang lelaki tersebut masih membekas jelas di otaknya.
'Apa katanya tadi? Magicae reserare…? Apakah … itu benar-benar membuatku bahagia? Apa yang sebenarnya terjadi jika aku mengucapkannya?'
Evelyn membatin dengan penuh kebingungan. Dia juga penasaran. Apakah … dia harus mencobanya?
* * *