Chapter 16 - Ikatan Keberuntungan

Setelah melihat seluruh isi kulkas tersebut, pikiran Natalie mulai melayang. Makanan apa yang disukai seorang CEO seperti Anthony?

Jika masakannya itu tidak enak, apakah dia akan marah?

Yah terserahlah, lagipula dirinya ini bukan seorang koki profesional.

Dia mengambil apron masak dan memakainya. Dia lalu mengikat rambutnya menjadi ekor kuda, dan mulai mencuci bahan-bahannya.

Dia memilih untuk memasak sapi lada hitam setelah melihat paprika yang sangat segar dan bagus itu. Karena daging sapinya sudah dipotong, sekarang waktunya mencuci paprika-paprika itu sebelum dipotong.

Karena ukurannya yang cukup besar, tiba-tiba Natalie menjatuhkan satu ketika mencucinya. Sebelum paprika itu jatuh ke lantai, sepasang tangan sudah menangkapnya.

Ketika dia menoleh ke belakang, sudah ada sosok tinggi seorang pria di belakangnya.

"Kenapa kamu sudah pulang secepat ini?"

Natalie cukup terkejut. Di pikirannya, seorang CEO seperti Anthony jelas akan pulang larut malam bahkan bisa-bisa menginap di perusahaannya. Dia tidak menyangka dia akan pulang secepat ini! Jangan-jangan dia sudah pulang sejak tadi?

"Ini rumahku, apa aku butuh ijin untuk pulang ke sini?"

Nada itu masih terdengar dingin dan menekan, belum lagi dipadukan dengan tatapannya yang dalam.

Sejujurnya, dia tidak bisa mengatakan bahwa dia pulang cepat karena tidak sabar mencicipi makanan yang Natalie buat.

Dia masih penasaran seperti apa kemampuan memasak wanita ini.

"Hahaha, tentu saja tidak!" Natalie lalu melanjutkan memasak.

Sedangkan Anthony tetap berdiri di belakangnya sepanjang waktu.

Benar-benar menegangkan!

Perasaan dipelototi oleh Anthony Stevano sangat menegangkan. Dari waktu ke waktu, Natalie secara tidak sengaja menjatuhkan spatulanya ataupun salah mengambil bumbu.

Untungnya saja, ponsel milik Anthony bergetar dan dia pun pergi untuk menerima telepon tersebut.

Dengan ini dirinya bisa memasak dengan santai!

Setelah selesai memasak, dia membawa sepiring sapi lada hitam itu ke meja makan. Sambil mencuci tangan, dia berkata sambil tersenyum. "Tuan Anthony, makanannya sudah siap!"

Ketika dia berbalik, sepasangan tangan itu menangkapnya dan memaksanya bersandar di tembok. Tangan itu lalu mengangkat dagunya. "Sepertinya makanan ini lezat."

Anthony kemudian 'melahap' bibir Natalie dengan ganas.

"Ayo cepat dimakan sebelum makanannya dingin!" Wajah Natalie benar-benar merah ketika bibir mereka terlepas.

Anthony sedikit tertawa ketika melihat tingkah laku Natalie yang imut, jarinya juga ikut membelai pipinya yang kenyal itu.

"Apa kamu takut sama aku?" Jarinya berhenti di bibirnya.

Natalie dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Tidak, aku tidak takut!"

Namun, kejadian berikutnya tidak sesuai dengan bayangan Natalie.

Setelah menekan bibirnya dengan lembut, Anthony tiba-tiba melepaskan dirinya dan berjalan menuju meja makan. Sepertinya bau dari makanannya itu sudah menarik perhatian Anthony.

Setelah mengambil nasi, Anthony mulai melahap makanannya.

Natalie berdiri di sampingnya dengan tegang, memperhatikannya mengunyah sambil ketakutan.

"Apa kamu ingin aku mengatasinya?"

Tiba-tiba Anthony berbicara, kata-katanya membuat Natalie menatapnya dengan bingung. "Maksudnya? Aku tidak mengerti apa yang kamu katakan."

"Kamu menangis begitu hebat waktu itu, coba ceritakan siapa yang membuatmu seperti itu?" Suaranya memang terdengar rendah, tetapi tatapan matanya penuh dengan bahaya.

"…."

Natalie memikirkannya untuk waktu yang lama, tetapi dia tidak berani mengatakannya.

Meski dia menyetujui hubungan mereka yang berlangsung 100 hari ini, membuatnya terlibat dalam perjalanan balas dendamnya sepertinya kurang elok. Dan seperti yang sudah dia pikirkan, hasil akhir dari perjalanannya ini tidak bagus, dia tidak ingin orang lain terseret dengannya.

Setelah beberapa saat, dia menatap Anthony dan memberinya senyuman yang ceria.

"Terima kasih atas perhatiannya tuan Anthony, tetapi aku bisa menyelesaikan masalahku sendiri tanpa bantuan orang lain."

Anthony cuma bisa tercengang di dalam hati, dirinya ini disamakan dengan orang lain!

Bibirnya mengerut dengan keras, tetapi matanya penuh dengan kekaguman. Wanita ini memang berbeda dengan yang lain.

Setelah selesai makan, dia berdiri. Matanya jatuh pada kalung yang dikenakan oleh Natalie. Dia mengulurkan tangannya dan memegangnya. Suaranya dalam dan melankoli. "Kalung ini sangat bagus … siapa yang memberimu?"

Pertanyaan ini sudah tersimpan lama di dalam hatinya, tetapi baru hari ini dia akhirnya menanyakannya. Rasa gelisah itu terus berenang di dalam hatinya, membuat dirinya gelisah sepanjang waktu.

Selama empat tahun, dia tidak pernah menyerah satu hari pun.

Natalie sedikit bingung oleh pertanyaan Anthony, dia akhirnya menjawab setelah ragu-ragu sesaat. "Ini adalah peninggalan dari ibuku."

"Ibu?" Tatapan mata Anthony semakin dalam. Sepertinya dia menanyakan topik yang sensitif padanya.

"Iya!" Natalie memberinya senyuman tulus.

"Kalau begitu jagalah dengan baik." Dia lalu mengambil kembali tangannya dan berjalan menuju ruang kerjanya.

Keesokan harinya.

Natalie sedang mencuci mukanya ketika David dan beberapa pengawal tiba-tiba masuk ke dalam kamar dan mengambil seluruh baju wanita di dalam lemari pakaian.

Natalie menyeka wajahnya dengan handuk dan keluar dari kamar mandi. Ketika dia keluar, dia dapat melihat para pengawal itu memasukan baju-baju tersebut ke kantong kresek hitam dan melemparnya keluar dari ruangan.

"Er … David!" Panggil Natalie dengan lembut.

David menoleh dan menghampiri Natalie sambil tersenyum. "Selamat pagi nona Natalie."

"Kenapa aku merasa baju-baju itu sepertinya mau dibuang?"

"Karena…" David terlihat ragu-ragu untuk menjelaskan.

"Karena pemilik baju itu sudah tidak ada, tidak ada alasan untuk tetap menyimpannya." Suara dingin itu muncul dari belakang.

Natalie menoleh dan melihat Anthony berjalan keluar dari ruang kerjanya. Dia mengangkat tangannya dan melihat jam di tangannya.

"Kita berangkat 10 menit lagi."

"Siap tuan muda." David menoleh dan berkata pada Natalie. "Nona, jangan ragu untuk memanggil saya jika Anda memerlukan sesuatu."

"Terima kasih!"

Ketika Anthony selesai ganti baju dan berjalan menuju pintu keluar, Natalie mengejarnya. "Tunggu!"

Sosok tinggi itu berhenti, kedua matanya yang tajam itu menatap dirinya.

Sambil tersenyum, Natalie berjalan ke depannya, membuka ikatan dasinya dan memasangnya kembali dengan cekatan.

Alis Anthony sedikit naik. "Apa bedanya dengan yang tadi?"

Natalie mengangkat kepalanya dan tersenyum. "Memang hasilnya sama, tapi cara mengikatnya yang beda. Cara mengikatku ini dikatakan akan membawa keberuntungan."

"Apa kamu terbiasa mengikatkan dasi?" Nada Anthony terdengar sedikit bingung.

"Hmm… Dulu aku sering mengikatkan dasinya ayahku!" Senyuman Natalie sedikit dipaksakan.

"Tidak ada maksud lain, hal ini hanya caraku untuk mengatakan semoga harimu berjalan dengan baik!" Dia mengambil kembali tangannya dan tersenyum ceria kepadanya.

"Ayahmu sepertinya lelaki yang beruntung."

Natalie cukup terkejut, dia tidak menyangka Anthony akan berkata seperti itu.

Natalie membungkukan kepalanya dan berkata dengan suara kecil. "Seandainya saja dia tidak mati empat tahun yang lalu…"

Suara itu sangat pelan, memiliki aura sedih dan rindu.

Pada saat ini, Anthony menyadari setetes air mata yang berjuang untuk keluar dari sudut matanya serta tangannya yang sedikit bergetar.

Dia mengambil napas panjang dan mengulurkan tangannya. Jarinya yang ramping itu dengan lembut menyeka sudut matanya lalu membelai pipinya dengan lembut.

"Sudah kubilang kan waktu itu, tuan putri sepertimu tidak cocok menangis. Jika kamu memang menyayangi orang tuamu, jangan menangisi kepergian mereka."

Natalie memeluk tangan Anthony dengan kedua tangannya. "Hmm!"

"Sudah, sekarang tersenyumlah seperti biasa!"

"Hahaha, kalau begitu hati-hati di jalan. Semoga kamu bisa menjalani harimu dengan baik!"

Selain karena dirinya terjalin kontrak dengan Anthony, Natalie memang memiliki sedikit perasaan kepadanya.

Anthony tersenyum kecil dan membalasnya. "Aku harap kamu juga!"

"Tuan muda, kita bisa terlambat!"

David dengan cepat berbisik di telinganya, Anthony juga segera berbalik dan berjalan kembali.

Ketika dia naik lift, Anthony tiba-tiba berkata. "Apa pun yang dia minta, kamu harus memenuhinya!"

"Tuan muda, sebaiknya Anda jangan terlalu dekat dengannya." David dengan hormat memberikan sarannya.

Anthony menyentuh dasinya dan menatapnya dengan tajam. "Menurutmu salah siapa ini? Jika kamu merahasiakan sesuatu dariku lagi, aku akan memecatmu."