"Daddy!" Leanore menangis kecewa menatap daddy-nya yang sudah tergeletak di lantai dengan kepala yang tertembak.
Gadis itu berlari mendekati daddy-nya dan memeluknya erat.
"Dad, jangan tinggalkan Lea, Lea sudah tidak punya siapa-siapa lagi." Air mata semakin membasahi pipi gadis itu.
"Dad! Bangun!" Leanore menepuk-nepuk pipi daddy-nya yang tak kunjung membuka mata.
Lord menyaksikan itu, ia menghembus pistolnya yang berasap, tatapannya tak lepas dari gadis yang terus saja menangisi daddy-nya itu.
"Mr. Richard ... ternyata sangat mudah mengalahkanmu." Lord tertawa kecil melihat kisah antara ayah dan anak itu.
"Kisah hidup yang tragis, namun manis."
Lord kembali memasukan pistol ke dalam sakunya dan berjalan meninggalkan mansion tersebut. Sebelum benar-benar pergi, Lord melirikan mata sejenak menatap gadis yang terus-terusan menangis itu.
"Misi selesai."
***
Lord keluar dari mansion Mr. Richard. Ia berjalan kembali menuju mobilnya, memasuki mobil dengan melompati kap mobil terbukanya. Lord mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, membelah daerah hutan-hutan diikuti oleh Adrian, Felix dan beberapa anggota Righnero menggunakan mobil Mr. Richard yang dengan sempat-sempatnya mereka begal.
"Akhirnya dendamku terbalaskan. Sepertinya aku harus merayakannya," ujarnya dengan terkekeh jumawa.
***
Di tengah keheningan malam, suara musik berdengung kencang dihiasi dengan cahaya lampu yang remang-remang. Beberapa wanita malam mulai bekerja untuk mendapatkan uang.
Kebanyakan tatapan para wanita berpakaian kurang bahan itu tertuju ke arah Lord yang kini sedang asik menyesap alkohol dari gelas crsytal-nya. Lord menggoyang-goyangkan gelas tersebut sebelum meminum sampanye-nya. Jakunnya yang kelihatan jantan sekali, bergerak naik turun setiap kali meneguk minuman itu.
Semua wanita menatap lapar ke arah Lord seorang. Ukiran wajahnya yang tampan, hidungnya yang mancung dan bibirnya yang menggoda membuat para wanita yang ada di sana ingin sekali mendekatinya, namun mereka tidak berani mendekat ketika merasakan aura pria itu. Bahkan Lord dengan jarak satu meter dari mereka saja membuat para wanita yang ada di sana bergidik ngeri, sudah tidak sanggup menghadapi cobaan yang di berikan oleh Lord seorang.
Aroma citrus yang maskulin dari tubuh Lord tercium di indra penciuman mereka. daya tarik, feromon serta aura Lord mampu melumpuhkan sisi wanita mereka. Bukan hanya wanita malam saja yang menyukai dirinya tapi model-model papan atas yang juga melihat dirinya pasti langsung terpincut.
Lord melirikan mata menatap beberapa kaum hawa yang sedang menatapnya dengan pandangan lapar. Tatapannya fokus ke depan. Tapi ingatannya kembali terulang, mengingat beberapa kejadian yang beberapa kali sangat terputar jelas di ingatan. Ingatannya kembali pada seorang gadis yang terus menangisi kepergian daddy-nya - Mr. Richard dan abangnya - bernama Sion Richard.
Lord mengusap wajahnya kasar, kenapa ia malah teringat dengan anak musuh bebuyutannya. Pria yang dengan teganya membunuh kedua orang tuanya di saat dia masih kecil tepat di hadapannya, hanya karena masalah bisnis. Akhirnya Lord bisa membalaskan dendam kematian kedua orang tuanya setelah menjadi kuat dan menciptakan sebuah gangster bernama Righnero. Lord tidak sia-sia membangun dan berlatih untuk menjadi seorang mafia terlatih.
Beberapa tahun Lord habiskan untuk bisa menggunakan pistol dengan benar, menghindar dari peluru dan merakit bom ringan. Hingga pada saatnya, Lord menciptakan gangster sendiri yang tentunya diketuai olehnya dan anggotanya setiap hari terus menerus bertambah.
Kini, Righnero menjadi sekelompok mafia yang sangat di takuti dan di segani di dunia. Righnero, gangster kejam dan menakutkan dengan pemimpin yang cukup membuat orang merinding jika hanya untuk melihat wajahnya saja. Tatapan tajamnya yang membuat musuh kebanyakan kalah sebelum berperang dan tatapan datarnya yang membuat semuanya merinding.
"Lord."
Panggilan dengan suara berat dari Adrian membuat lamunan pria itu seketika jadi buyar. Lord menatap Adrian dengan alis yang terangkat.
"Aku minta maaf karena telah menembak Sion, bahkan sebelum kau menarik pelatukmu."
Lord berdehem kecil membalas ucapan Adrian. Ia kelihatan tidak peduli mendengar ucapan Adrian yang menurutnya tidak ada gunanya sama sekali. Baik dia dan Adrian yang membunuh, tetap saja ia tidak peduli!
"Ngomong-ngomong, aku baru tau, ternyata Mr. Richard memiliki putri yang sangat cantik." Adrian terkekeh kecil dia akhir kalimatnya. Mendadak, ia jadi teringat gadis yang menarik perhatiannya itu.
Lord tidak menjawab, tapi pria itu meneguk sampanye-nya hingga tandas. Ia mengusap kasar sisa sampanye yang mengalir di dagunya menggunakan lengan.
"Apa kau juga sudah membunuhnya?" tanya Adrian lagi. Lord tak menjawab, ia malah memutar pandangan, menatap orang-orang yang menari di dance floor.
"Ada apa denganmu?" tanya Adrian lagi ketika merasakan perbedaan sifat Lord.
Kembali Lord tak menjawab, hal itu yang membuat Adrian menghela nafas panjang. Ia menatap Felix yang sedang melakukan hal yang sama seperti Lord, yaitu menatap para wanita yang sedang asik di dance floor.
Adrian menyenggol lengan Felix pelan yang membuat pria itu menoleh menatap Adrian.
"Mana laporannya."
"Oh, iya." Felix mendekati Lord.
"Lord, hari ini ada sekitar tiga puluh orang yang ingin mencalon menjadi anggota God--"
"Kau sudah tau apa yang harus kau lakukan," potong Lord tanpa menatap sedikitpun ke arah Felix.
Felix mengangguk, ia mengerti apa yang dimaksud Lord, Righnero tidak sembarangan mengambil anggota, mereka harus direkrut terlebih dahulu oleh Felix dan diajari bagaimana caranya menggunakan pistol dengan benar.
***
Di tempat lain, dengan cahaya lampu yang temaram seorang gadis kini terisak di bawah bantal. Ia tidak sanggup menghadapi kenyataan jika daddy dan abangnya telah pergi dari dunia, meninggalkannya seorang diri. Gadis itu terlihat sudah tidak sanggup menghadapi pahitnya hidup. Dia tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini. Semua keluarganya meninggalkannya, mulai dari mom dan Sienore dan sekarang abang dan daddy-nya juga. Ia sepertinya ingin mati saja sekarang.
"Lea, kau jangan menangis. Tidak apa-apa. Ada aku di sini." Sienore - kembaran Leanore - tersenyum menenangkan, ia mengelus bahu saudara kembarnya itu agar berhenti menangis.
Leanore menghentikan tangisan ketika mendengar suara Sienore.
"Sie!" ucapnya dengan wajah tidak percaya. Bagaimana Sienore bisa ada di sini? Gadis itu sudah meninggal, bersamaan sang ibu ketika melahirkan adik kembarnya itu.
"Iya, ini aku."
"Tidak, itu bukan kau!" Leanore meremas kepalanya yang mendadak hampir pecah ketika melihat Sienore.
"Kau sudah meninggal bersama dengan mom saat melahirkanmu. Pergilah, Sie!" Nafas Leanore memburu ketika tiba-tiba saat itu juga, Sienore menghilang dari hadapannya.
Leanore memukul-mukul kepalanya kuat. Ia menarik rambutnya menghilangkan wajah Sienore yang masih terngiang-ngiang di kepalanya.
Kini, penyakit sindrom yang sempat di ceritanya muncul lagi setelah sekian lama hilang. Sindrom dimana ia menciptakan dunia khayalannya sendiri dan hidup di sana. Hanya ilusinasi.
Satu nama kini berputar di kepala Leanore.
"Lord! Aku bersumpah akan membuatmu bertekuk lutut padaku bagaimanapun caranya!"
***
Bersambung.