Setelah Fatma memberikan saran pada Syahdu, ia terdiam dan berpikir beberapa menit.
Menitipkan anak tersebut ke panti asuhan? mungkin saja ini ide yang bagus.
Namun, ia juga bingung karena ibu anak tersebut telah mempercayakan anaknya pada Syahdu.
Namun, jika ia membawa Yusuf kecil pulang ke rumahnya, entah apa yang akan terjadi?.
Apakah orang tua Syahdu akan menerima keberadaan anak kecil itu tanpa mengenal asal usulnya?.
Mungkin Fatma benar, memang seharusnya solusi terbaik adalah menitipkan Yusuf kecil ke panti asuhan, walaupun di panti, tetapi mereka bisa menjenguknya setiap saat.
"Gimana Sya? kamu setuju nggak kalau kita titipkan ke panti asuhan aja?". Tanya Fatma pada Syahdu.
"Hmmm, aku bimbang Fat, mungkin menitipkannya di panti asuhan adalah solusi terbaik, tapi, aku pun tidak tega melihat anak sekecil ini harus hidup tanpa kasih sayang orangtuanya". Jawab Syahdu sambil menghela nafas agak panjang.
Fatma mengelus pundak Syahdu dan mencoba untuk meyakinkan Syahdu. Bukannya apa-apa. Namun, Fatma khawatir jika Syahdu membawa Yusuf kecil pulang ke rumahnya maka orang tua Syahdu tak akan mengizinkannya.
Juga alasan lainnya adalah karena mereka tidak mengetahui asal usul anak tersebut sehingga Fatma khawatir jika suatu hari nanti, mereka akan terkena masalah.
Terlalu banyak ketakutan dan kekhawatiran yang Fatma rasakan.
"Hmm, kalau begitu aku setuju Fat, tapi kita jenguk dia setiap hari". Jawab Syahdu.
"Iya, nanti kita jenguk tiap hari supaya dia nggak merasa kesepian". Menyetujui perkataan Syahdu.
"Gimana kalau kita titipkan di panti asuhan Cinta Damai ?". Usul Fatma.
"Kebetulan ada salah satu pengurusnya adalah teman dekatku waktu aku sekolah SMA dulu". Tambahnya.
Syahdu menyetujui usulan Fatma, akhirnya mereka pun memutuskan untuk pergi ke panti asuhan yang telah mereka bicarakan itu.
Dengan segala upaya mereka membujuk Yusuf untuk pergi meninggalkan taman bermain itu.
Akhirnya setelah beberapa menit mereka berbicara, akhirnya Yusuf kecil mau pergi meninggalkan taman itu.
Perjalanan mereka tempuh selama 30 menit saja.
Memang panti asuhan tersebut terletak di pinggiran kota dan mudah dijangkau dari kota Malang.
Panti tersebut juga dekat dengan beberapa fasilitas umum seperti sekolah, rumah sakit dll.
Setelah sampai di panti tersebut, mereka turun dan segera menemui pengurus panti.
Akhirnya setelah semua urusan selesai, Fatma dan Syahdu pamit untuk kembali pulang.
Berat rasanya meninggalkan anak kecil itu di panti tersebut. Namun, itu semua demi kebaikannya.
Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam.
Syahdu sampai di rumahnya.
Ibunya yang dari tadi menunggu kabar dari dirinya dan berharap dengan cemas, sekarang menjadi lega karena anak kesayangannya itu pulang dalam keadaan sehat walafiat.
"Bu, Syahdu mau ke kamar dahulu ya". Kata Syahdu pada ibunya.
Ibu Nafsiyah mengiyakan permintaan putrihya itu.
Beliau tak ingin bertanya apapun pada Syahdu, beliau berpikir mungkin keadaan Syahdu lelah.
Sehingga tak pas jika ia bertanya macam-macam padanya.
Buat seorang Ibu yang terpenting anak kesayangannya itu baik baik saja.
Hal itu sudah membuatnya bahagia.
Keesokan harinya.
Hari pertama Syahdu bekerja di rumah sakit.
Hatinya gembira bak menemukan semangat hidup yang baru. Ia bertekad untuk mengubur masa lalunya dengan Yusuf, mantan tunangannya dalam-dalam.
Syahdu bertekad untuk move on dan menyibukkan diri dengan berbagai hal yang bermanfaat.
Pagi yang cerah, matahari tampak malu-malu menampakkan cahayanya pada orang orang di bumi.
Pagi ini Syahdu ingin berangkat ke tempat kerja lebih awal.
Karena ini hari pertama ia bekerja, ia tak ingin mengecewakan bosnya.
Ia mau membuat kesan yang tak terlupakan untuk bos nya.
"Sarapan dulu, nak". Tawar ibu Nafsiyah yang sedang menyiapkan makanan di dapur.
"Nggak, Bu". Jawab Syahdu.
"Nanti Syahdu sarapan di kantin Rumah sakit saja". Tambahnya.
"Kalau begitu, ibu siapkan bekal saja buat kamu bawa ke rumah sakit". Tutur ibu Nafsiyah pada Syahdu.
"Tidak ibu, nanti saja Syahdu beli di kantin Rumah Sakit, bukan Syahdu menolak tetapi Syahdu takut terlambat sampai Rumah sakit". Imbuh Syahdu.
"Syahdu pamit ya, Bu".
"Assalamualaikum". Syahdu mencium tangan ibunya dan pergi meninggalkan rumahnya.
Seperti biasanya, Syahdu pergi ke rumah sakit menggunakan angkutan umum berwarna biru muda.
Tampak dari arah jalan ada angkot pak Maman.
Seperti biasa Pak Maman adalah supir angkot langganan Syahdu ketika pergi di pagi hari.
Setiap pagi, jika ia pergi, maka ia selalu mendapati pak Maman menawarinya untuk naik angkot miliknya.
"Mbak Syahdu, Monggo!". (Mbak Syahdu, silahkan!). Pak Maman memberhentikan angkotnya dan menawari Syahdu untuk naik.
Syahdu mengiyakan tawaran itu.
Ia bergegas naik ke angkot biru itu. Tidak sesak seperti biasanya karena masih terlalu pagi.
Dia hanya mendapati ibu-ibu yang akan pergi ke pasar.
"Mau pergi kerja ya dek". Ucap ibu-ibu yang membawa tas anyaman berwarna kuning biru pada Syahdu.
"Iya, Bu". Jawab Syahdu sambil tersenyum pada ibu itu.
"Kerja dimana dek?". Tanya ibu itu sekali lagi.
"Di Rumah sakit Citra Bunga Bu". Jawab Syahdu.
Perbincangan mereka berlanjut sepanjang perjalanan.
Pemandangan kota Malang yang masih sepi dari lalu lalang kendaraan menjadikan suasana semakin nyaman.
"Oh, iya dek, kebetulan suami saya juga bekerja di Rumah sakit itu sebagai Satpam, namanya pak Tirto".
Cerita ibu itu pada Syahdu.
"Apa adek kenal?". Tanya ibu tersebut pada Syahdu.
"Saya dokter baru disana Bu, jadi saya belum mengenal staf dan karyawan yang bekerja disana". Jawab Syahdu sambil tersenyum pada ibu tersebut.
Mendengar jawaban tersebut, ada seorang ibu-ibu berumur sekitar 48 tahun berpenampilan lumayan necis menyahut.
"Saya punya anak laki-laki dek, dia seorang arsitek, sudah punya rumah dan mapan, nanti saya kenalkan anak saya ya". Sahut ibu yang memakai kerudung merah muda dipadu gamis berwarna putih tulang pada Syahdu.
Syahdu tak menjawab sepatah katapun, ia hanya tersenyum pada ibu tersebut.
Tiba-tiba pak Maman berhenti dan berkata pada Syahdu.
"Mbak Syahdu, sudah sampai rumah sakit". Ucap pak Maman.
Setelah kira-kira 30 menit, akhirnya Syahdu sampai di rumah sakit.
Terlihat masih agak sepi.
Syahdu melihat jam tangan berwarna hitam miliknya.
Ternyata masih pukul 7 pagi. Ia masih mempunyai waktu setengah jam untuk sarapan ke kantin Rumah sakit.
Syahdu bergegas membeli sarapan ke kantin.
Syahdu memesan makanan kesukaannya yaitu Nasi pecel lauk ayam goreng.
Sambil menikmati makanannya, ia tiba tiba teringat anak kecil yang ia temui kemarin pagi.
Bak Yusuf kecil adalah keluarga, ia tak tau mengapa seperti ada hubungan batin antara dirinya dan anak kecil itu.
Serta sesuatu yang tak ia mengerti adalah perkataan orang tua anak kecil itu yang mengatakan, jika ia mengenal Syahdu.
Siapakah mereka? darimana ia mengenal diriku? batin Syahdu.