Malam semakin larut, sepi serta hening malam ini begitu Syahdu.
Suasana yang membuat hati tenang. Tak terdengar suara orang orang sedikipun.
Sepertinya memang mereka semua sudah terlelap di balik selimut beserta kasur yang empuk mereka masing-masing.
Sedangkan Syahdu dan Fatma masih saja berbincang hingga tengah malam.
Perbincangan yang sangat menyenangkan bagi Fatma, sahabat Syahdu.
Lebih dari 4 jam mereka berbincang tentang rekan kerja Syahdu di Rumah Sakit yang bernama Dokter Umar.
Dokter muda nan tampan yang menjadi idaman para wanita yang melihatnya.
Tentu saja semua wanita ingin sekali merebut hati sang dokter muda itu.
Namun, tampaknya hal itu berbanding terbalik dengan Syahdu, ia sama sekali tidak tertarik dengan dokter itu.
Secara umum memang Syahdu tak menampik jika rekan kerja yang satu profesi dengan dirinya itu tampan dan baik hati.
Namun, duka lara yang ia rasakan karena pembatalan rencana pernikahan dengan Yusuf beberapa bulan yang lalu membuat dirinya trauma.
Tak ingin ia terluka untuk kedua kalinya, sehingga ia memilih untuk fokus dengan kerjanya saja.
Bak Mawar yang mekar kemudian layu, itulah sekarang yang dialami oleh Syahdu.
Hari harinya yang dahulu ceria dan menyenangkan berubah 180 derajat.
Ia berubah menjadi mawar yang layu. Entah siapa yang bisa menyiram mawar yang layu itu supaya berubah menjadi mekar nan segar lagi seperti sedia kala.
"Udah Fat, kita tidur yuk". Ujar Syahdu pada Fatma yang tetap asyik menceritakan kekaguman dirinya pada Umar.
Ia bercerita dari A sampai Z, sedangkan Syahdu hanya mendengarkan dan sesekali ia menanggapi cerita Fatma.
"Tunggu dulu Sya, aku belum ngantuk nih". Kata Fatma kepada Syahdu.
"Aku udah ngantuk banget ini".
"Huaahh..". Suara Syahdu yang sedang menguap karena menahan kantuk.
"Ya sudah, aku tidur duluan ya Fat, aku capek dan udah ngantuk banget". Tambah Syahdu meminta izin untuk tidur terlebih dahulu.
"Yah, Syahdu nggak asyik nih, aku kan belum selesai ceritanya". Kata Fatma pada Syahdu.
Terlihat wajah Fatma yang sedang berseri seri menjadi masam.
Bibirnya menjadi manyun karena Syahdu telah tidur terlebih dahulu.
Karena Syahdu tidur, Fatma pun juga memutuskan untuk tidur menyusul Syahdu.
Mereka tertidur dengan pulas.
Fajar mulai menyingsing pertanda malam hari yang gelap gulita akan berganti menjadi pagi yang terang dengan sinar sang mentari.
Jam menunjukkan pukul 04.35 pagi.
Adzan shubuh sudah berkumandang sekitar 5 menit yang lalu.
Syahdu pun bangun serta pergi ke kamar mandi untuk membersihkan badannya.
Ia berwudhu, pertama ia memasukkan air kedalam hidungnya seraya membersikan kotoran yang berada di dalam hidungnya.
Ia pun berkumur setelah itu membasuh seluruh wajahnya secara merata.
Dilanjutkan dengan membasuh kedua lengannya dan sebagian kepala dan hidungnya.
Terakhir ia membasuh kedua kakinya serta menggosok di sela sela jari jari kakinya.
Tak lupa sebelum berwudhu ia telah berniat untuk berwudhu.
Setelah selesai, Syahdu berniat untuk membangunkan Fatma yang masih tertidur lelap menjelajahi mimpinya.
Namun, ternyata Fatma sudah beranjak dari tempat tidurnya.
Sambil mengucek matanya yang masih menahan kantuk, Fatma melihat Syahdu yang terlihat sudah selesai mandi dan berwudhu.
"Masyaa Allah, betapa ruginya Yusuf yang telah meninggalkan sahabatku ini". Gumam Fatma dalam hatinya.
"Sungguh Syahdu merupakan wanita yang sempurna untuk dijadikan seorang istri, tak hanya cantik dan baik hati, sahabatku masyaa Allah shalikhah ternyata". Masih gumam Fatma dalam hatinya sembari melihat pada Syahdu tanpa berkedip.
"Baru mau aku bangunin, ternyata sudah bangun". Ujar Syahdu pada Fatma.
Namun, Fatma tetap tidak bergeming.
Sepertinya ia tak mendengarkan perkataan yang diucapkan Syahdu.
Syahdu merasa heran dengan sahabatnya itu.
"Fatma". Panggil Syahdu pada Fatma yang masih terlihat tak fokus.
"Fatma". Syahdu mengulang perkataannya sembari melambaikan tangannya ke depan mata Fatma yang sedang berdiri.
"Semoga kamu mendapatkan suami yang Sholeh juga". Kata Fatma tanpa sadar saat melihat sahabatnya itu, yaitu Syahdu.
"Fat..". Panggil Syahdu sekali lagi.
Kali ini Syahdu memanggil Fatma sembari menepuk pundak Fatma.
"I..iya Sya".
"Kamu ngomong apa?" Tanya Fatma yang tak mendengar perkataan Syahdu dari tadi.
Syahdu merasa keheranan, entah apa yang terjadi dengan sahabatnya itu.
Apakah ada makhluk yang mengganggu Fatma sehingga ia menjadi terbengong dan tak mendengarkan perkataannya dari tadi?.
"Kesambet apa kamu?". Tanya Syahdu keheranan.
Fatma yang mendengar perkataan Syahdu hanya ketawa kecil.
Ia berkata kepada Syahdu jika ia kagum melihat Syahdu, seorang wanita yang cantik dan baik hati serta taat dalam menjalankan kewajiban sebagai hamba Allah SWT.
"Masyaa Allah, bukankah itu memang kewajiban kita sebagai seorang muslim? aku kira itu hal yang biasa, memanglah seorang muslim harus menjalankan perintah Allah Sang Pencipta alam semesta ini". Ujar Syahdu sembari berjalan kemudian membuka lemarinya untuk mengambil mukena dan sajadahnya.
"Sudah, kamu mandi dulu terus ambil air wudhu, setelah itu kita sholat berjamaah". Kata Syahdu.
"Tapi jangan lama-lama ya mandinya". Ingat Syahdu pada Fatma.
Syahdu memang sudah mengetahui kebiasaan sahabatnya itu. Fatma sahabatnya, memang ketika ia mandi, pastilah membutuhkan waktu yang cukup lama.
Mungkin sekitar satu atau satu setengah jam ketika Fatma mandi.
Namun kali ini, Syahdu mengingatkannya untuk mandi dengan cepat.
Fatma pun masuk ke kamar mandi dan bergegas untuk membersihkan badannya.
Sekitar lima belas menit, Fatma pun keluar dari kamar mandi.
Terlihat Syahdu sudah merapikan dan menyiapkan tempat sholat mereka.
Kali ini Syahdu yang bertindak sebagai imam sholat shubuh.
Suara dari bacaan ayat ayat suci Al-Qur'an yang dilantunkan oleh Syahdu sangat indah.
Kali ini surat yang dibaca oleh Syahdu adalah surat At Takwir yang merupakan juz ke tiga puluh. sembilan.
Surat ini menceritakan tentang kejadian ketika hari akhir nanti yaitu hari kiamat.
Terlihat Syahdu membaca surat ini sambil terisak menangis.
Syahdu selain menjadi dokter, ia juga seorang Hafidzah atau penghafal Al-Qur'an.
Sehingga ia juga paham dan mengerti setiap surat Al-Qur'an yang ia baca.
Syahdu memang berasal dari keluarga yang sederhana, tak kaya dan tak berkecukupan.
Jikalau dinalar pun tak mungkin seorang anak dari keluarga sederhana bisa menikmati pendidikan kedokteran.
Jurusan favorit setiap orang yang kabarnya hanya golongan orang berduit yang bisa menikmatinya.
Tetapi untuk Syahdu, hal yang tak mungkin dalam nalar manusia, selalu mungkin bagi sang Maha Pencipta yaitu Allah SWT.
Atas pertolongan dari Allah, Syahdu dapat menikmati pendidikan kedokteran tanpa membayar sepeserpun.
Beasiswa penghafal Al-Qur'an yang ia dapatkan adalah pertolongan dari Allah yang sangat luar biasa.
Memanglah benar jika kita mencintai Al-Qur'an dan mendahulukan urusan akhirat, maka dunia pun akan mengejar kita.
Ayat demi ayat dilantunkan Syahdu dengan merdunya.
Di rakaat pertama ia membaca surat At Takwir, sedangkan di rakaat kedua, ia membaca surat Al lail.