Bab 25
"Kenapa, Bu?" tanya Inah karena menyaksikan majikannya tersebut hanya bengong setelah menerima SMS.
"Ini, Bi. Entah siapa yang mengirimkan pesan seperti ini," jawab Joya.
Dia menyerahkan ponselnya pada Inah yang menerimanya dengan wajah bingung.
"Astagfirullah, ini maksudnya apa, Bu? Ini seperti ancaman, kan?" tanya Inah panik.
Joya pun mengangguk, wajahnya kelihatan khawatir sekali. Dengan segera dia menghubungi Erik yang baru saja tiba di kantornya.
Erik membaca nama pemanggil di ponselnya.
"Joya, ada apa dia menghubungiku?" batin Erik.
Erik pun menerima panggilan itu, sambil mengucapkan salam.
"Assalamualaikum, ada apa, Sayang?" salamnya.
"Waalaikumsalam, Mas. Aku ... barusan menerima SMS dari nomor tak dikenal. Pesannya aneh dan seperti mengancam, Mas," lapor Joya dengan tergesa.
"Mengancam bagaimana? Coba kirim screenshotnya ke sini!"
"Iya, Mas," jawab Joya.
Dia pun melakukan seperti apa yang diperintahkan oleh Erik.
"Itu, Mas pesannya. Aku takut," keluh Joya.
"Mungkin itu hanya pesan dari orang iseng, Yang. Kamu jangan khawatir, ya. Sudah, ga usah dipikirkan lagi. Mas mau kerja dulu."
"Ya, sudah kalau begitu. Mas hati-hati, ya. Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam," jawab Erik.
Dia pun menyimpan ponselnya ke dalam saku bajunya lalu beranjak masuk ke dalam ruangannya.
Sebenarnya Erik juga merasa heran dan khawatir dengan isi SMS yan diterima oleh Joya tadi. Siapa yang sudah iseng mengirim SMS seperti itu.
Apa memang ada orang yang bermaksud jahat pada keluarga mereka? Tetapi siapa?
Berbagai pertanyaan muncul di dalam benak Erik. Namun, dia berusaha berpikir positif saja. Erik mencoba berpikir kalau itu hanya orang iseng saja.
Erik pun mencoba fokus pada pekerjaannya.
Sementara itu, Joya masih merasa was-was dan khawatir setelah menerima sms dari nomor tak dikenal tadi.
"Ya, Allah! Aku sangat khawatir. Semoga kami sekeluarga selalu dalam lindunganmu," doa Joya setelah selesai salat Dhuha.
Joya melirik jam di dinding. Sudah pukul sepuluh pagi, sudah saatnya menjemput Jihan di sekolahnya. Joya memang biasa menjemput Jihan sendirian.
Joya pun bergegas memacu kendaraannya menuju ke sekolah Jihan. Jika tidak macet, biasanya tak sampai dua puluh menit, Joya sudah tiba di sekolah Jihan.
Akan tetapi kali ini, jalanan sangat macet karena ada perbaikan saluran air di sepanjang jalan menuju ke sekolah Jihan. Joya terpaksa mengemudikan mobilnya dengan perlahan bersama para pengisi lainnya.
Akhirnya setelah berkutat dengan kemacetan selam hampir sau tu jam, Joya pun tiba di sekolah Jihan. Suasana di sekitar sekolah sudah sepi. Joya pun mendatangi satpam yang menjaga di depan gerbang sekolah.
"Assalamualaikum, Pak. Saya mau menjemput Jihan," sapanya pada satpam yang sudah beruban itu.
"Waalaikumsalam, lho bukannya Jihan sudah dijemput sama sepupu, Ibu. Tadi Ibu sendiri yang bicara dengan saya di telepon," jawab Tarjo sang Satpam kaget.
"Astagfirullah, saya baru saja sampai, Pak. Kena macet tadi jadi lambat sampainya. Saya tidak ada menelepon Bapak," sahut Joya panik.
"Lho, jadi siapa tadi. Suaranya sangat mirip dengan suara Ibu."
Joya pun panik jadinya, siapa yang telah menjemput Jihan. Kata Tarjo, wanita itu bagai di sengat lebah, Erik juga tak kalah kagetnya. Ternyata firasat Joya benar, ada orang yang ingin mengacaukan kebahagiaan keluarga mereka.
Erik juga khawatir dan cemas dengan keselamatan Jihan, tapi dia tak ingin Joya semakin cemas. Makanya dia mencoba menenangkan Joya dengan berkata kalau Jihan pasti baik-baik saja sekarang.
Erik segera meluncur ke sekolah Jihan. Dia mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Joya dan beberapa orang guru sudah menunggunya di depan pintu gerbang sekolah.
"Aku takut, Mas. Bagaimana keadaan Jihan sekarang? Hu-hu-hu," tangis Joya pun pecah. Dia memeluk Erik dengan eratnya.
Guru Jihan yang sudah bergabung sejak tadi tak bisa berbuat apa-apa, mereka sudah meadaelapor pada polisi dan berkata kalau polisi sedang menuju ke arah sekolah.
"Tenang, Sayang. Kamu jangan panik dulu. Mas yakin Jihan baik-baik saja." Hibur Erik.
Joya masih menangis sesenggukan, dia sangat khawatir dengan keadaan putri satu-satunya itu.
Tak lama polisi pun telah datang, Erik segera menceritakan kembali kronologis kejadiannya. Tak lupa satpam yang berjaga juga diinterogasi untuk dimintai keterangan.
Sementara itu, sebuah mobil sedang melaju kencang di jalan tol menuju ke arah Jakarta. Jihan yang duduk di kursi penumpang sebelah supir memperhatikan jalan yang dilewati mobil yang ditumpanginya itu.
"Tante, katanya kita mau ketemu Mama. Ini bukan jalan menuju ke rumahku. Ini namanya jalan Tol," tanya Jihan pada wanita di sebelahnya.
Sarah, wanita yang menyamar sebagai sepupunya Joya itu hanya tersenyum licik.
"Mama sama Papa kamu ada di Jakarta. Tadi mereka pergi terburu-buru ke umah Oma kamu. Jadi Tante disuruh mengantarkan kamu ke sana," kata Sarah dengan manisnya.
"Oh, begitu. Tante, Jihan lapar, kita makan dulu boleh?"
"Dasar anak kecil gak tahu diri, malah minta makan," omel Sarah dalam hatinya.
"Bolehkan, Tante?" tanya Jihan lagi.
"Iya-iya, nanti kalau sudah tiba di rest area kita mampir makan, sekarang lebih baik kamu tidur saja dulu," jawab Sarah masih memasang wajah manisnya.
Jihan pun menurut, dia mencoba untuk tidur. Karena Jihan tahu, di ajaknya tol itu tidak boleh sembarangan berhenti. Jihan tahu hal.itu karena sering dibawa oleh orang tuanya pergi ke Jakarta dengan mengendarai mobil.
Tak lama Jihan sudah tidur dengan pulasnya, Sarah menyeringai melihat gadis kecil yang sudah tertidur di sampingnya.
"Joya, Erik, kalian tidak akan bisa menemukan putri kalian lagi. Aku akan merawatnya seperti putriku dan menanamkan rasa benci pada keluarga kalian."
Sarah pun tertawa puas karena rencananya berhasil. Tidak sia-sia pengorbanannya mendekam enam tahun di penjara. Seharusnya Sarah baru akan bebas dua tahun lagi, tapi berkat bantuan Ronggo, Sarah bisa bebas lebih cepat.
Setelah bebas, dengan bantuan Ronggo juga, Sarah beehasilengetahui keberadaan Erik dan Joya. Dia pun menyusun siasat untuk menghancurkan keluarga bahagia itu.
Sarah gak ingin melihat mereka terus bahagia dan tertawa. Dia harus membalaskan rasa sakit hatinya dengan cara memisahkan Joya dan Erik dengan anak mereka.
Sarah menghubungi Ronggo untuk melaporkan keberhasilannya menyulik anaknya Joya dan Erik. Tentu saja Ronggo merasa senang, dia memerintahkan untuk membawa anak itu secepatnya ke rumahnya.
Sarah melihat ada rest area di depannya, dia pun bergegas elok masuk ke dalam rest area untuk membeli beberapa makanan dan minuman. Jihan yang masih tertidur nyenyak tak mengetahui kalau dirinya sedang dalam bahaya.
Jihan baru terbangun saat mereka sudah memasuki kota Jakarta. Hari sudah gelap, Jihan pun memandang ke sekelilingnya. Hatinya mendadak merasa takut, feeling-nya yang kuat mengatakan kalau dia sedang dalam keadaan bahaya.
"Ini di mana, Tante. Mengapa lama sekali kita bertemu dengan Papa dan mamaku?" tanya Jihan.
"Berisik, bawel sekali kamu persisi seperti Mama kamu. Diam, atau aku akan menyimpan mulut kamu dengan kain lap ini, mengerti!" Bentak Sarah.
Hati Jihan pun menciut, dia menutup mulutnya agar Sarah tak marah lagi.
Bersambung.