Bab 28
"Angel, sini, Nduk! Kita sarapan dulu!" seru Marni memanggil Jihan yang sedang asyik bermain dengan temannya di halaman.
Baru beberapa hari tinggal di kontrakan itu, Jihan sudah banyak mendapat teman baru. Semuanya seumuran dengannya, rata-rata masih berumur lima atau enam tahun.
Jihan sangat senang, karena bisa bermain sepuasnya. Jihan merasa bebas dan bahagia sampai-sampai dia melupakan masalah yang dihadapinya.
"Angel! Makan dulu, nanti main lagi!" ulang Marni karena Jihan tak juga masuk ke rumah.
"Ngel, ibu kamu memanggil, tuh. Ana temui dulu!" kata Deni, teman sepermainannya.
"Iya, tapi nanti kita main lagi, ya?" harap Angel.
"Iya," jawab teman-temannya kompak.
Jihan pun berlari mendapati Marni di dalam rumah.
"Kalau ibu memanggil itu harusnya segera datang lho, Ngel. Jangan pura-pura gak dengar, apa mau telingamu itu copot nanti?" omel Marni.
"Iya, Bu. Maaf," ujar Jihan.
"Ya, sudah. Sini kita makan dulu, sebentar lagi Bapak balik. Nanti kita jalan-jalan ke kebun binatang, Angel senang, kan?"
"Yey, senang, Bu. Angel mau lihat monyet, Buaya, Gajah, juga Harimau, Bu!" seru Angel kegirangan.
Dia pun menghabiskan makanannya dengan lahap. Angel sangat antusias karena mau diajak ke kebun binatang. Rasanya tak sabar menunggu Saleh pulang agar kemeja bisa lebih cepat berangkat ke sana.
Angel sudah bersiap dengan pakaian yang dikenakannya saat terluka dulu. Hanya itu pakaian yang bagus dan pantas di pakai berjalan-jalan menurut Marni.
Angel mondar-mandir menunggu kedatangan Saleh. Dia sudah tidak sabar untuk segera berangkat.
"Bapak kemana, sih, Bu. Kok lama banget kembalinya?"
"Tadi katanya mau ke pengepul, jual rongsokan yang dapat kemarin. Biar ada tambahan jajan kita di sana nanti," jawab Marni.
Dia sedang menyusun nasi dan lauknya buat bekal mereka makan siang di kebun binatang nanti. Angel berdecak kesal, matanya terus melirik jam di dinding.
"Sudah siang ini, Bu. Nanti kita kehabisan tiketnya," keluh Jihan.
Marni tertawa mendengar keluhan putri angkatnya itu. Dia sudah selesai beberes, hanya tinggal menunggu Saleh saja.
"Mana ada kehabisan tiket, kebun binatangnya kan luas. Jadi kita pasti boleh masuk, kok,. Sabar, ya," bujuknya.
"Assalamualaikum," salam Saleh yang disambut dengan teriakan senang Jihan.
"Waalaikumsalam, kok lama, sih, Pak. Angel udah gak sabar ini lho. Dari tadi ngambek aja dia," lapor Marni pada Saleh suaminya.
"Iya,maaf ya, Ngel. Tadi juragan rongsokan ya pergi. Lama banget kamu pulangnya, jadi Bapak tunggu dia sampai kembali. Sudah, kita berangkat sekarang, nanti keburu macet," kata Saleh.
Mereka pun berangkat ke kebun binatang dengan angkot. Sepanjang perjalanan, Jihan terlihat senang. Dia bersenandung lirih membuat penumpang lain tersenyum mendengar suaranya.
"Suara putrinya bagus, Bu. Bisa jadi penyanyi itu," kata seorang wanita yang duduk di depan Jihan.
"Terima kasih, Mbak. Mudah-mudahan saja terkabul," sahut Marni.
Angkot yang mereka tumpangi sudah tiba di depan kebun binatang, Saleh pun mengajak Marni dan Jihan turun. Setelah membeli karcis, mereka masuk ke dalam kawasan kebun binatang yang sangat luas.
Jihan sangat senang, dia berlarian ke sana kemari. Dari satu kandang ke kandang yang lain. Sementara itu di dekat kandanh Harimau, tampak sekelompok anak sekolah sedang mendengarkan penjelasan gurunya.
Semua mencatat dengan serius termasuk Zee, anak dari Diki. Dia tampak serius mencatat semua info yang diberikan oleh guru kelasnya. Hari itu, kelas mereka sedang melaksanakan belajar di alam terbuka.
Zee dan teman-temannya di ajak untuk mengenal berbagai satwa yang ada di Indonesia. Setelah selesai mencatat, Zee dan teman-temannya diperbolehkan untuk bermain tetapi harus berhati-hati.
Zee dan dua orang temannya pun berkeliling di area permainan. Mereka bermain Jungkat-jungkit ayunan dan yang lainnya.
Saat sedang bermain, mata Zee terpaku pada sosok Jihan yang sedang asyik melihat burung di dalam kandangnya. Zee merasa mengenal anak kecil itu, tapi dia tidak yakin. Gadis kecil yang masih duduk di kelas lima itu hanya memandang pada Jihan tanpa berkedip.
"Kamu kenapa, Zee?" tanya Roni temannya.
"Ah, nggak. Aku hanya melihat anak kecil itu. Dia seperti Jihan, anak omku yang hilang," jawab Zee tak yakin.
"Hilang? Kalau begitu, ayo kita tanya nama anak itu. Siapa tahu memang dia," ajak Roni.
Mereka bertiga pun mendekati Jihan yang masih asyik mengamati sekumpulan burung di dalam kandangnya. Sementara itu, Marni dan Saleh berisitirahat tak jauh darinya.
"Hei, anak kecil. Siapa nama kamu," tanya Roni saat mereka sudah dekat dengan Jihan.
Jihan menoleh, dia merasa heran melihat tiga orang berpakaian SD sedang mengelilinginya.
"Namaku Angel,"jawab Jihan singkat. Perhatiannya kembali tertuju pada burung yang sangat menarik hatinya.
"Ternyata bukan, namanya Angel bukan Jihan," kata Zee kecewa.
Mereka pun meninggalkan Jihan dan berkumpul dengan rombongannya karena guru mereka sudah mengajak mereka untuk pulang.
Zee pun meninggalkan kebun bintang dengan perasaan kecewa. Adiknya dia pikir telah menemukan Jihan yang hilang, ternyata gadis kecil.itu buka saudaranya.
Saat Bus mereka keluar gerbang, Zee melihat Jihan lagi. Dia sendang berdiri di tepi jalan bersama kedua orang tuanya. Zee pikir, mereka pasti sedang menunggu angkot.
Zee pun pulang ke rumahnya. Sampai di rumahh hari telah mulai gelap. Zee yang kecapekan langsung tertidur setelah mandi tanpa makan malam.
Diki yang baru saja pulang kanor akan mengganggu istirahat Zee karena merasa kasihan.
"Pasti Zee sangat letih, makanya dia tidur cepat," pikir Diki.
Keesokan harinya, saat sarapan pagi Zee baru bercerita tentang Jihan pada Diki.
"Pa, kemarin waktu di kebun binatang,Zee ketemu anak kecil mirip banget dengan Jihan," katanya membuat Diki terkejut.
Makanan yang sedang dikunyahnya sampai menyembur keluar.
"Kamu serius, Zee. Terus kamu gak tanya siapa dia?" tanya Diki antusias.
"Tanya, ternyata namanya Angel. Dia juga gak kenal sama Zee. Berarti dia bukan Jihan, kan, Pa? Tapi wajahnya sangat mirip," jawab Zee.
Entah kenapa, Diki merasa kalau anak kecil itu adalah Jihan. Hatinya merasa yakin, Diki pun menghubungi Heru yang masih berada di Surabaya.
Dia menceritakan apa yang diberitahu oleh Zee tadi. Heru pun menyuruh Diki untuk mencari tahu siapa anak kecil yang mirip dengan Jihan itu.
"Siapa, Pa?" tanya Helena yang duduk di samping Heru.
Mereka baru saja selesai sarapan, Erik dan Joya juga baru selesai sarapan.
"Diki, dia bilang kemarin Zee bertemu dengan anak kecil yang wajahnya sangat mirip dengan Jihan. Tapi ternyata namanya Angel, bukan Jihan," jawab Heru.
Joya yang mendengar cerita Heru memaksa Erik untuk membawanya ke Jakarta.
"Mas, kita ke Jakarta sekarang juga. Kita cari anak itu, aku yakin dia itu Jihan!" seru Joya.
"Sabar dulu, sayang. Kita tidak bisa bertindak gegabah, belum tentu dia itu Jihan," bujuk Erik.
Joya kembali menangis, entah mengapa dia menjadi sangat cengeng sejak kehilangan anaknya.
Helena hanya bisa menepuk pundak menantunya itu pelan, dia juga sedih dan merasa sangat kehilangan.
Bersambung.