Chereads / Menantu Bungsu Keluarga Kusuma / Chapter 20 - Calon Nyonya Yang Sombong

Chapter 20 - Calon Nyonya Yang Sombong

Calon Nyonya Yang Sombong

Bab 20

"Kurang ajar, berani sekali Erik menolakku seperti itu!" omel Sarah saat dia sudah berada di luar ruangan Erik.

Wajahnya masih kelihatan sangat kesal, bibirnya mengerucut sampai maju beberapa centimeter jadinya. Heni, sekretarisnya Erik memperhatikan calon istri bosnya itu dengan heran.

"Maaf, Bu. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Heni dengan sopan.

"Tidak ada, dan saya gak suka kamu panggil 'Bu' seperti itu. Memangnya saya sudah kelihatan tua apa? Panggil saya Nyonya Sarah!" jawab Sarah dengan sombongnya.

"Iya, Nyonya. Maafkan saya kalau begitu," sahut Heni.

"Bagus! Sekarang bawakan aku sekelas teh, jangan terlalu manis. Mengerti!"

"Baik, Nyonya," jawab Heni.

Sarah tersenyum puas, lalu berbalik membelakangi Heni yang langsung memonyongkan bibir saking kesalnya melihat kelakuan calon istri bosnya tersebut.

"Belum juga jadi istri bos sudah semena-mena seperti itu. Bagaimana kalau sudah jadi nanti?" gumamnya kesal.

Sarah berbalik dengan mata melotot.

"Apa kamu bilang?"

"Tidak Nyonya, saya sedang berbicara pada OB meminta pesanan Nyonya tadi," jawab Heni berbohong.

Sarah kembali berbalik dan berjalan ke sofa yang ada di sudut ruangan. Dia duduk menunggu Erik selesai dengan pekerjaannya di sana.

Berulang kali dia menarik napas kesal.

"Awas saja kalau nanti aku sudah menikah dengan Erik. Aku akan mempengaruhi dia agar memusuhi keluarganya. Aku akan menguasai Erik dan membujuknya agar mengambil semua harta dan aset perusahaan milik keluarga Kusuma!" tekad Sarah dalam hatinya.

Ternyata Sarah punya maksud tersendiri mendekati Erik kembali. Dia tergiur dengan berita kalau keluarga Kusuma sekarang sudah kaya raya.

Berbeda saat dia masih menjadi pacar Erik dahulu. Sekarang, kekayaan keluarga Kusuma sudah bertambah beberapa kali lipat.

Sarah asyik dengan pikirannya sendiri sampai Heni datang membawa teh pesanannya.

"Ini Nyonya tehnya," katanya dengan hormat.

Heni takut Sarah marah lagi jika dia tak melayaninya dengan hormat.

"Letakkan saja di situ!" titah Sarah tanpa melihat pada Heni.

Tanpa protes lagi, Heni meletakkan segala teh yang masih mengepulkan uap panas di depan Sarah.

Heni kembali ke mejanya lalu melanjutkan pekerjaannya yang tertunda karena sibuk melayani Sarah.

Sambil bekerja matanya sesekali melirik pada Sarah. Dia terkejut karena Sarah mengambil gelas berisi teh yang masih dan panas dan langsung meminumnya tanpa meniup teh tersebut lebih dahulu.

Heni hendak mengingatkan, tapi sepertinya terlambat.

"Aaa, panas!"teriak Sarah sambil berdiri.

Heni tertawa sambil menutup mulutnya dengan tangan agar Sarah tak melihatnya.

"Rasain! Sombong sih, jadi orang," kata Heni dalam hatinya.

Sarah masih terus berteriak membuat Erik, Heru dan Seno keluar dari ruangannya.

Mereka heran melihat Sarah yang menjerit sambil berlompatan di dekat sofa.

"Kenapa dia?" tanya Erik pada Heni, sekretarisnya.

"Bu Sarah minum teh yang masih panas, Pak," jawab Heni.

"Hanya begitu saja, teriakannya sampai seperti itu?"

"Kasihan kamu, Rik. Jangan sampai kamu terjebak dalam perjalanan olahan dengan wanita penuh drama seperti itu," celetuk Seno dan Heru bergantian.

"Sudahlah, tak usah membahas dia. Lebih baik kita kembali membahas rencana semula," sahut Erik dengan kesal.

Mereka pun kembali masuk ke dalam ruangan Erik. Sarah yang masih terus menjerit kepanasan tak mengetahui kalau tunangannya masuk kembali ke dalam ruangannya.

Saat dia mengetahuinya, hati Sarah kembali kecewa. Dengan Malas duduk bersandar di sofa yang berwarna cokelat itu.

"Huh, benar-benar kamu ya, Rik. Bukannya bersimpati malah cuek seperti itu!" gerutu Sarah.

-----

Joya sedang menikmati makan malamnya hanya berdua dengan Hindun seperti biasa. Kakaknya kini tinggal jauh di Pulau Kalimantan mengikuti suaminya, sehingga sekarang Joya hanya hidup berdua saja bersama Hindun, Emak tercinta dari Joya.

Selesai menikmati makan malam, Kita membantu Hindun mencuci piring bekas makan mereka. Sementara Hindun membersihkan meja makan dan menyimpan makanan sisa untuk sarapan besok pagi di lemari pendingin.

"Bagaimana rencanamu bersama Nak Erik itu, Joy?" tanya Hindun. Dia telah selesai mengelap meja, kini dia membantu mengelap piring yang baru saja dicuci oleh Joya.

"Rencananya Minggu depan Erik akan tinggal di sini, Mak."

"Tinggal di sini?" tanya Hindun kaget.

"Di kota ini maksudnya, bukan di rumah kita. Suka suudzon, iya, emakku ini," ralat Joya sebelum asam lambung Hindun kumat karena kaget.

Hindun tersenyum malu, memang dia mengira kalau Erik akan tinggal di sini maksudnya di rumahnya.

"Namanya orang tua, wajar kalau suka suudzon. Terus, bagaimana dengan si Sarah tunangannya itu?"

"Sarah tetap di Jakarta, Erik melarangnya datang ke sini kalau sampai dia melanggar, Erik mengancam akan meninggalkannya."

"Keren juga tuh si Erik. Emak kira dia masih penakut kayak dulu. Emang kalau sudah urusan cinta bisa membuat orang berubah, ya!"

Joya setuju dengan ucapanku emaknya. Erik memang sudah berubah, dia semakin tegas dan berani.

"Juga semakin ganteng, aku jatuh cinta sama dia," gumam Joya dengan pelan.

Keesokan harinya, Joya sedang mengerjakan tugas yang diberikan Harun padanya. Dia fokus menatap pada layar laptop miliknya.

Dia tak menyadari ada seseorang yang datang dengan mengendap di belakangnya. Erik, sosok itu berjalan perlahan mendekati Joya. Saat dia sudah berada tepat di belakang Kita, dia pun menutup kedua mata Joya dengan kedua tangannya.

"Eehh, apa-apaan ini. Lepasin gak!" teriak Joya kaget.

Dia berusaha menarik tangan yang menutupi matanya. Namun, hidung Joya berhasil mencium aroma parfum yang sangat dikenalnya.

Joya urung menarik tangan tersebut, dia malah mengelus tanganku perlahan.

"Erik, lepaskan atau cubitanku akan hinggap di tangan kamu ini!" ancamnya.

Tangannya bersiap untuk menyubit tangan kekasih hatinya itu.

"Ha-ha-ha, iya-iya. Ini aku lepaskan, jangan dicubit, ya," ucapnya sambil melepaskan kedua tangannya dengan cepat dari wajah Joya.

Erik sudah pernah merasakan cubitan maut dari Joya beberapa waktu yang lalu.

Joya berbalik menghadap pada Erik. Dia menatap Erik dengan tatapan tak percaya.

"Katanya baru akan datang satu Minggu lagi, mengapa sekarang sudah sampai di sini?" tanya Joya.

"Huym, rencana awalnya sih begitu, tapi aku sudah kangen dengan kekasih hatiku yang bawel di sini. Aku, sudah aku datang saja sekarang," jawab Erik dengan entengnya.

Joya tersenyum manis lalu menggandeng tangan Erik, mengajaknya duduk di sampingnya.

"Tugasku tinggal sedikit lagi, kamu tunggu saja di sini, ya. Nanti aku ajak makan di resto dekat kantor!" kata Joya.

Erik menurut, dia memperhatikan Kita yang sedang menyelesaikan pekerjaannya.

"Pak Erik, wah, ternyata sudah datang saja di sini!" seru Harun yang kaget melihat Erik saat keluar dari ruangannya.

Erik menoleh pada Harun lalu berdiri menyambutnya.

"Iya, kebetulan pekerjaan di sana sedang santai. Jadi aku main ke sini. Gak apa-apa, kan?" sambut Erik sambil menyalami Harun.

"Ah, tentu saja tidak apa-apa."

"Kalau begitu, kita ngobrolnya di ruangan saya saja!" ajak Harun.

Erik pun mengikuti langkah Harun ke dalam ruangannya. Sambil menunggu Joya selesai, Erik berbincang dengan Harun di ruangannya.

Sementara itu di Jakarta, Sarah sedang menutup ponselnya dengan marah. Wajahnya sampai memerah dengan napas memburu. Dia baru saja menerima telepon dari orang suruhannya yang disuruh memata-matai Erik kemanapun dia pergi.

"Kamu sudah mencoba bermain api denganku, Erik! Kamu akan menyesal!" ucap Sarah dengan marah.

Bersambung.