Chapter 4 - Fulfill

Rowena memandang kedua bola mata Helios yang berwarna merah dan menyeringai. Ia melepaskan kedua tangannya yang diikat tadi dengan sangat mudahnya. Semua pengawal sampai Cedric sendiri terkejut melihat hal itu karena tali yang digunakan untuk mengikat Rowena adalah tali yang sangat dan tebal. Bahkan butuh dua puluh kali tebasan pedang untuk membuka ikatan tali tersebut tetapi bagaimana bisa perempuan itu melepaskan tali tersebut dengan tangan kosong.

Setelah melepaskan kedua tangannya yang terikat, Rowena mengambil pedang kesayangannya yang diberikan oleh Edgar di masa lalu. Ia melepas sarung pedang itu dan menancapkan pedangnya ke tanah. "Atas namaku sendiri, Rowena Ernest, aku akan menyerahkan hidupku kepada Yang Mulia Pangeran Mahkota Helios Edmond la Sunverro. Aku akan menjadi senjata yang melawan setiap musuh dan membantu Yang Mulia Pangeran Mahkota untuk menaklukan seluruh kerajaan di benua ini. Aku bersumpah akan menjadi ksatria anda yang setia dan patuh. Sumpah ini akan berakhir saat keinginanku sudah terwujud suatu hari nanti."

Helios mengambil pedang yang tengah dipegang Cedric. Ia mengarahkan pedang itu di bahu kanan Rowena dan berkata, "Mulai hari ini kau, Rowena Ernest, akan kuangkat menjadi ksatriaku."

Setelah selesai menerima sumpah ksatria Rowena, Helios langsung mengajak Rowena dan Cedric untuk masuk ke dalam tendanya agar bisa membahas strategi baru untuk menaklukan kerajaan-kerajaan yang ada di benua utara. Sebenarnya Helios merasa sedikit kesulitan untuk mengatur strategi penaklukan. Hal itu dikarenakan iklim cuaca di utara sangat berbeda dengan saat di barat. Suhu udara di utara sangatlah dingin berbeda jauh dengan barat yang hangat.

"Silahkan kalian berikan pendapat terbaik kalian dalam misi penaklukan kali ini," ucap Helios.

"Kau langsung menyuruhku bekerja? Bukankah ini terlalu cepat?" tanya Rowena.

"Bisakah anda berbicara dengan bahasa yang formal pada Yang Mulia Pangeran, Dame Rowena?" tegur Cedric.

"Sudahlah, Cedric. Aku lebih suka dia berbicara santai kepadaku daripada menggunakan bahasa formal yang membosankan itu," ujar Helios pada Cedric.

Helios menoleh ke arah Rowena dan berkata, "Tentu saja kau harus bekerja sekarang. Lagipula aku yakin kau sudah mempunyai strategi luar biasa untuk disampaikan."

Rowena tersenyum mendengar pujian yang diucapkan Helios. "Kerajaan yang akan ditaklukan kali ini adalah Kerajaan Valeccio, kan?"

"Ya, kau benar. Kita akan menaklukan Kerajaan Valeccio," jawab Helios.

"Kalau begitu berikan aku tiga lembar kertas dan pena," pinta Rowena.

Mendengar permintaan Rowena, sang Pangeran Mahkota segera menyuruh seorang pengawal untuk mengambilkan barang-barang yang diinginkan oleh Rowena. Beberapa menit kemudian, pengawal itu kembali ke sana dan memberikan dua lembar kertas dan sebuah pena pada Rowena.

Rowena mulai menggambar peta wilayah di tiga lembar kertas itu. Hanya butuh satu jam bagi perempuan itu untuk menyelesaikan gambarnya.

"Apa yang kau gambar, Dame Rowena?" tanya Cedric yang merasa kalau perbuatan yang dilakukan Rowena hanyalah buang-buang waktu saja.

Rowena membentangkan tiga peta yang sudah digambarnya barusan di atas meja. "Ini adalah peta dari Kerajaan Valeccio, Kerajaan Terania, dan daerah Richella."

"Lalu apa hubungannya peta Kerajaan Terania dan daerah Richella dengan penaklukan Kerajaan Valeccio?" tanya Helios yang dibuat kebingungan.

"Aku akan membuat pasukan kita menaklukan ketiga wilayah ini sekaligus. Kau tahu jika ada kesempatan satu-satunya hal yang harus kita lakukan adalah memanfaatkannya dengan baik," jelas Rowena.

"Baiklah. Sepertinya menarik, silahkan jelaskan strategi yang akan kau gunakan." kata Helios.

Rowena mulai menjelaskan strategi yang telah dipikirkannya sebelumnya pada Helios dan Cedric. Kedua laki-laki itu mendengarkan penjelasan yang diberikan Rowena dengan seksama.

Helios bertepuk tangan setelah Rowena menyelesaikan kata-katanya. "Aku sangat suka dengan strategimu. Besok kita akan membahas strategi ini dengan para komandan pasukan dan ketua devisi lainnya. Jangan lupa untuk ikut dalam rapat besok, Rowena."

"Tentu saja, Yang Mulia. Kalau begitu aku akan kembali ke kemahku dahulu." Rowena berjalan pergi meninggalkan kemah Helios.

Melihat Rowena yang sudah pergi dari sana, Cedric langsung berjalan mendekati Helios dan berkata, "Yang Mulia, saya tidak yakin kalau kita bisa mempercayai Rowena. Dia saja tidak mempunyai kesetiaan pada kerajaannya sendiri padahal dia adalah rakyat asli dari Kerajaan Edelle."

"Tidak, Cedric. Dari saat pertama kali aku melihat dia, aku sudah yakin kalau dia akan setia kepada kita. Lagipula dia adalah perempuan cerdas yang selalu memikirkan keuntungan yang didapatkannya atas tindakan yang telah dia lakukan. Asalkan kau tahu dari semua kemungkinan yang bisa terjadi, menjadi ksatria dari kerajaan kita adalah pilihan yang paling menguntungkan baginya untuk sekarang."

"Apakah kau yakin, Yang Mulia? Menurut penglihatanku perempuan itu sangatlah licik dan juga kita tidak tahu apa yang tengah direncanakannya sekarang. Seperti yang anda lihat tadi padahal dia bisa membebaskan dirinya sendiri, tetapi dia malah membiarkan dirinya ditangkap oleh pasukan kita."

"Cedric, apakah sekarang kau meragukan instingku. Dari semua kelebihanku yang ada selama ini, instingku lah satu-satunya yang paling menonjol," ujar Helios yang membanggakan dirinya sendiri.

"Tidak, Yang Mulia."

Di tempat lain ada Rowena yang tengah berbaring di tempat tidurnya yang keras itu. Ia melihat langit-langit kemahnya lalu menghela napas panjang. Suasana malam ini bisa dibilang sangat hening. Sebagian pasukan sudah tertidur lelap, sedangkan sebagiannya lagi sedang berjaga-jaga.

Keheningan itu membuat Rowena teringat kembali dengan segelintir masa lalunya. Saat ia baru menginjak umur 6 tahun, ibunya datang ke kamarnya dan memegang telapak tangannya. Erica, ibu kandung Rowena, menggores tangannya dengan pisau hingga berdarah lalu mengoleskan darahnya ke dahi Rowena. Setelah itu ia menempelkan dahinya dan dahi anaknya itu.

Karena hal itu, kesadaran Rowena hilang selama beberapa jam. Setelah ia sadar, ia melihat ibunya yang sudah ada di sampingnya sembari menggenggam tangannya dengan erat. Erica berkata kalau Rowena akan memiliki jalan hidup yang gelap untuk mengatasi hal itu cari dan tunduklah pada bintang Kekaisaran Sunverro.

Rowena kecil yang mendengarkan perkataan ibunya mulai kebingungan. Lalu Erica menjelaskan kalau semua anggota kerajaan Odelette memiliki kemampuan meramal masa depan. Kemampuan itu bisa digunakan untuk meramal masa depan sendiri ataupun masa depan orang lain, tetapi kemampuan itu hanya bisa sekali pakai saja. Dan sekarang Erica sudah menggunakan kemampuannya itu untuk meramal masa depan putri satu-satunya.

Semakin usia Rowena beranjak dewasa, ia akhirnya bisa paham dengan perkataan Erica di masa lalu itu. Jika diinterpretasikan maka artinya adalah Rowena akan menjalan kehidupan yang sangat menyedihkan, tetapi untuk meminimalisir hal itu yang harus dilakukannya adalah mencari Pangeran Mahkota yang merupakan bintang kerajaan Sunverro untuk dijadikan tuannya. Pada akhirnya perkataan itu pun terwujud.

"Apakah aku sudah melakukan hal yang benar, ibu?" gumam Rowena.